Tetapi rupanya, hidup berdampingan dengan orang lain ternyata tidak mudah. Anak-anak selalu salah paham dengan tindakanku.
Tak jarang mereka selalu meneriaki ku bahkan dengan kata-kata kasar yang seharusnya tidak diucapkan oleh anak seumurannya.
Aku tidak tersinggung karena makian itu sudah terbiasa menyapa rungu.
Bahkan Yeora pernah terang-terangan membela Hyojo yang menangis setelah boneka kesayangannya tidak sengaja kurusak.
Aku sempat sakit hati padanya karena hanya menilai dari satu sisi. Tidak mau mendengarkan penjelasanku dulu. Padahal kejadian itu bukan sepenuhnya kesalahanku.
Boneka Barbie milik Hyojo memang sudah usang. Namun lagi-lagi nasib sial mendatangiku saat aku yang berniat baik mengumpulkan mainan-mainan yang berserakan di lantai. Tetapi yang terjadi malah aku tidak sengaja mematahkan kepala boneka itu, sehingga mainan itu tidak lagi bisa digunakan.
Yeora segera meminta maaf padaku setelah membaca post it yang sengaja kutinggalkan untuknya.
Namun beberapa hari kemudian aku berulah lagi. Awalnya aku berniat membantunya memasak di dapur untuk sarapan pagi. Tapi aku yang ceroboh dan tidak tahu apa-apa ini malah menumpahkan sup buatannya yang hampir matang.
Yeora hanya diam, tapi aku bisa melihat bahwa rahangnya mengeras. Menegaskan bahwa gadis itu sedang meredam amarahnya sendiri.
Aku meminta maaf tanpa suara. Lalu Yeora membalasnya dengan satu helaan napas berat dan berkata tidak apa-apa. Ia pergi begitu saja setelah ibu panti memanggilnya atas kegaduhan yang ku ciptakan.
Mataku berpendar menatap punggung sempit miliknya sampai menghilang di balik pintu.
"Apa kau baik-baik saja? Tanganmu tersiram kuah sup."
Suara Seokjin menginterupsi. Tanganku di periksanya dengan teliti. Lalu kemudian aku merasakan panas membakar permukaan punggung tanganku yang melepuh kemerahan.