Kalau saja Hyojo tidak keluar dan berlari untuk mencegahku pergi malam itu, mungkin saat ini aku sudah kembali ke asal mula diriku yang sebenarnya. Jadi pencuri menyedihkan.Anak itu menangis tersedu-sedu, merangkul tubuhku yang tinggi tegap menjulang daripada badan mungilnya yang hanya setinggi perutku.
Kurangkum erat Hyojo hingga pagi menghampiri, sampai cahaya masuk menerobos jendela kamar, mengganggu pandangan. Ya, aku menghabiskan malam dengan memeluk bocah tujuh tahun ini. Rasanya lenganku sudah mati rasa karena ditindih kepalanya yang tidak bergerak semalaman. Hyojo benar-benar memeluk tubuhku tanpa jeda.
Paginya, aku tak luput dari tatapan tajam milik Yeora. Ia menuntut penjelasan atas sikapku kemarin. Ia mengaku kecewa mengapa aku sampai menghilang dan kembali malam-malam.
Kami duduk berhadapan di tempat yang sama seperti pertama kali Yeora memberiku nama. Tangannya terlipat di atas perut, sedangkan kedua tangan milikku berada di kolong meja. Aku tahu Yeora marah. Tindakanku memang patut disalahkan.
"Kau tidak ingin menjelaskan apapun, V? " Ucapnya penuh penekanan. Aku hanya bisa menunduk. Menatap lembaran kertas kosong dan pena yang sudah ia sediakan di atas meja.
"Yeora, jangan terlalu keras padanya." Seokjin membelaku.
"Dia salah, dan memang seharusnya dibenahi. Tapi aku ingin tahu alasannya dulu."
Aku masih diam dan menekuk wajah.
"V, aku sudah mengatakannya padamu. Kemarin kita kedatangan tamu. Bagaimana kau bisa seenaknya pergi begitu? Kau tahu? Hyojo terus menangis mencarimu, dan semua menjadi kacau."
"Yeora, kau ikut aku,"
Aku melihat Yeora ditarik Seokjin keluar dapur. Meninggalkanku sendirian.
Kuhembuskan napas berat, kemudian menatap kertas kosong itu lagi.
Dia menginginkanku mengatakan yang sejujurnya. Lalu apa aku harus menceritakan betapa aku cemburu melihatnya berciuman dengan kekasihnya sendiri?
Konyol.