Besoknya Yeora pulang, membawa kabar bahwa Seokjin sudah meninggal.
Tatapan matanya kosong, pancaran matanya meredup. Bahu yang dulunya tegap kini merosot seperti kehilangan semangat.
Aku tahu Yeora sangat terpukul. Terbukti saat jasad Seokjin tiba di rumah, Yeora kembali meraung kesetanan. Ia berteriak tanpa henti kemudian pingsan karena kelelahan.
Aku hanya bisa diam dan menyembunyikan tangis. Aku tidak bisa menghibur atau berusaha berbuat apapun agar perasaannya membaik.
Yeora seperti mati. Jiwanya seperti ikut bersama Seokjin saat kulihat tak ada gairah hidup dalam matanya.
Sedangkan yang bisa kulakukan hanya menonton. Dan mendengar isakan tiap orang yang menangisi kepergian Seokjin yang begitu tiba-tiba.