Sixteen

51.9K 3.3K 158
                                    

"Biarkan aku memasak hari ini, Bibi. Aku ingin membalas kebaikan Adamson, bolehkan?" Tanya Dela sembari menatap wanita paruh baya yang tengah menyapu itu.

"Nak Dela gak perlu repot seperti itu, biar Bibi yang masak. Itu kan tugas Bibi." Wanita paruh baya itu merasa tak enak kalau Dela yang notabenenya sebagai tamu malah berkecimpung di dapur.

"Bibi, aku mohon." Dela menatap wanita paruh baya itu dengan mata berbinar.

"Baiklah. Aku akan membantumu, Nak Dela."

"Baik, Bibi bisa membantuku dengan bermain bersama Axel. Dan, boleh aku tanya sesuatu?" Dela mendekatkan tubuhnya pada wanita paruh baya itu.

"Apa makanan kesukaan Adamson?" Bisik Dela lirih.

"Tuan Adamson paling suka dengan gulai kepala ikan kakap." Wanita paruh baya itu mengukir senyum.

Dela termenung, seseorang yang dulu sangat ia cintai juga menyukai menu itu. Dela masih ingat betul kala Leon menyantap gulai kepala ikan kakap yang ia masak sendiri sampai menjadi fosil-fosil ikan. Dela mengingat bagaimana Leon menyantap makanan itu dengan begitu nikmat. Bahkan beberapa kali Leon memintanya memasak menu yang sama.

"Nak Dela baik-baik saja?" Tanya Bibi Surti khawatir.

"Ah, aku baik-baik saja Bibi. Bibi, dimana aku bisa membeli bahan -bahannya?" Tanya Dela.

"Ada pasar di dekat sini, ayo Bibi antar." Dela mengangguk setuju, sembari membawa Axel dalam gendongannya Dela berberlanja bahan untuk memasak gulai kepala ikan kakap.

Setelah memakan waktu beberapa saat, Dela sudah berkecimpung dengan berbagai bahan yang baru saja ia beli di pasar. Bi Surti bertugas menemani Axel bermain, saat sepagi ini Axel bahkan sudah mandi dan wangi. Bi Surti juga beberapa kali mencubit pipi gembul bayi itu karena gemas.

"Kenapa kau di sini? Dimana induk bayi itu?" Suara bariton itu menghentikan aktivitas bibi Surti yang tengah menggelitik Axel hingga bayi itu terkekeh geli.

"Aku disini." Dela berjalan sembari membawa mangkuk berisi hasil karyanya. Aroma rempah yang kuat mengundang bunyi nyaring dari perut.

"Mari sarapan bersama." Dela tersenyum simpul setelah meletakkan mangkuk yang berisi gulai kepala ikan kakap. Gadis itu membawa Axel pada gendongannya, lalu Bi Surti pamit untuk menjemur cucian.

"Tidak." Adamson melengos, tapi sesekali melirik pada mangkok berisi makanan kesukaannya itu. Bagaimana Dela tau makanan yang bisa menggoyahkan keangkuhan nya? Mengapa aroma dari masakan Dela begitu nikmat?

"Kau yakin? Padahal ikan ini begitu segar dan a-,"

"Diam!!! Aku akan makan." Adamson menarik kursi, mendaratkan bokongnya dengan kasar.

Dela tersenyum, semangkuk gulai kepala ikan kakap rupanya dapat merobohkan keangkuhan pria itu. Gadis itu mengambilkan nasi pada piring Adamson. "Selamat menikmati."

Dela juga sudah menyiapkan bubur untuk Axel sarapan pagi ini. Sesekali penglihatannya mengamati Adamson yang tampak antusias menyantap masakannya. Pria itu benar-benar mirip dengan Leon, dari cara menyantap, bahkan cara dia menyingkirkan tulang ikan itu.

Apakah ini hanya kebetulan? Kebiasaan dua orang itu sama kala menyantap gulai kepala ikan kakap. Menu kesukaan dua orang itu juga sama.

"Dela!!!" Bentakan dari Adamson menyadarkan Dela dari lamunannya.

"Ya?" Dela menatap Adamson cengo, dia menjadi linglung, gadis itu histeris saat anaknya tidak lagi berada di pangkuannya.

"Axel, Axel di-," Dela diam saat menemukan Axel sudah berada di gendongan Adamson.

"Apa yang sedang kau pikirkan, kau sangat ceroboh!!! Kau mau anakmu mati di rumahku lalu menuntutku atas kematian anak haram ini?" Adamson mengomel, tidak habis pikir mengapa Dela sangat ceroboh untuk menjaga anaknya.

"Maaf, aku tidak bermaksud. Aku-," Dela mengambil Axel dan membawa bayi itu pada gendongannya. Bayi itu juga belum meredakan tangisnya, mungkin masih terkejut.

"Maafkan mama, Sayang." Dela mengusap air mata anaknya, hati Dela terluka. Kenangan tentang Leon mampu membawa Dela pada kekosongan bahkan Axel hampir terluka karena kecerobohannya. Mungkin Leon akan marah jika tau Dela seceroboh itu dalam menjaga anaknya.

***

"Hai, Cantik!!!" Veron mendudukkan bokongnya pada meja kerja milik Dela membuat Dela kehilangan fokusnya.

"Hai!!" Sapa Dela sibuk dengan beberapa berkas.

"Dimana bayi mungilmu itu?" Tanya Veron sembari celingak-celinguk.

"Di rumah bersama Bi Surti."

"Ha? Bi Surti? Setahuku Bi Surti bekerja di rumah Adamson, atau ada Bi Surti yang lain?" Tanya pria itu penasaran.

"Kau benar, Bi Surti di rumah Adamson." Dela membenarkan.

"Apa?!!!! Kalian sudah tinggal bersama?!!!" Veron berteriak histeris, sudah seperti wanita yang akan mendapat make up gratis.

"Sasst!!! Tutup mulutmu, kau ini benar-benar membuatku malu!!" Dela membekap mulut pria tampan di hadapannya.

Pria itu terkekeh, lalu membekap mulutnya sendiri. Tubuhnya mendekat pada Dela, lalupria utu berbisik, "Aku sebenarnya sudah tau, tapi memang ingin memancing kehebohan."

Dela melongo, pria di hadapannya benar-benar menyebalkan. Jika orang kantor tau ia tidur di rumah Adamson, maka gosip yang tidak benar akan merambat secara cepat.

"Aku tidak tau jika kau punya hobi untuk mengganggu sekretaris ku." Adamson muncul secara tiba-tiba, menebarkan aura gelap yang ada pada dirinya.

"Ya, dia sangat lucu saat dibodohi." Veron terkekeh.

"Dasar pria gila." Dela mengomel, bisa-bisanya dua orang menyebalkan itu membicarakan dirinya secara terang-terangan sangat tidak punya sopan santun.

"Masuk, aku sudah menunggumu dari tadi," ucap Adamson sembari masuk ke ruangannya diikuti Veron di belakangnya.

"Bagaimana hasilnya?" Tanya Adamson tanpa basa-basi.

"Huh, aku sangat kecewa dengan tugas mu kali ini. Ini bahkan bukan tugas besar, mengapa kau mengutusku untuk menyelidiki ini." Veron merajuk, dirinya bersedekap dada.

"Katakan saja hasilnya bagaimana?" Adamson rupanya sudah sangat penasaran.

"Aldo!! Pria yang ada di rumah sekretaris mu itu Aldo. Aku pikir, kau sudah berhasil mengalihkan pemikiran Aldo. Jadi pria sialan itu mengincar sekretaris sebagai balasan atas kematian ayahnya. Kita aman." Veron melonggarkan dasinya.

"Tangkap dia. Serahkan padaku." Adamson memutar kursinya, pandangannya yang tajam seolah mampu menghunus kaca yang mempertontonkan kesibukan kota Jakarta.

"Kau yakin? Dia bahkan tidak akan membahayakan mu, dia hanya mengincar sekretaris mu itu." Veron tidak habis pikir, biasanya Adamson tidak akan bertindak gegabah. Musuhnya akan dia biarkan bebas selama tidak menyentuhnya barang sekuku.

"Tangkap saja."

"Kau menyukai mama muda itu? Huh, lagu yang saat ini booming sangat cocok denganmu. 'aku suka body goyang mama muda, mama muda, da-da-da-da huuuuu-,"

"Berhenti menyanyi!!!" Adamson menghunus Veron dengan pandangannya yang tajam.

"Aku hanya tidak suka melihat mangsaku mati di tangan orang lain. Aku masih ingin bermain-main." Adamson tersenyum iblis.

Suara teriakan menggema sampai pada ruangan Adamson. Pria angkuh itu beranjak, membuka pintu ruangannya yang langsung disuguhi pemandangan dimana Dela telah dijambak oleh seorang wanita. Wanita yang dendam karena telah dihancurkan pada hari pertunangannya.

"Dasar Jalang!!!" Teriak wanita itu sembari menjambak kuat rambut Dela.

"Itu yang kau sebut bermain?" Tanya Veron menyeringai.

"Kau tau aku dengan baik, Veron," ucap Adamson sembari bersedekah dada menikmati pertunjukan di hadapannya.

The Perfect Mom (PROSES PENERBITAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang