Nineteen

49.4K 3.5K 109
                                    

~Dela Anjani~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~Dela Anjani~

Sejak Adamson mengatakan bahwa Dela adalah miliknya, pria itu enggan beranjak dari rumah sempit milik Dela. Rumah yang terbilang sangat sederhana namun mampu melindungi wanita cantik itu dari terik matahari dan juga hujan.

"Adamson, kau benar-benar tidak mau pulang?" Entah pertanyaan itu sudah terulang berapa kali dari mulut Dela, jawaban yang sama pun di dapat dari pria yang tampak tengah duduk dengan angkuh itu.

"Tidak."

Ini sudah menjelang petang, Adamson tetap enggan beranjak dari rumahnya. Dela sedikit khawatir dengan anggapan beberapa orang yang ada di dekat rumahnya, mengingat ibu Dela juga sedang tidak ada di rumah.

"Beberapa tetangga akan bergosip jika kau tidak pulang!!" Ucap Dela frustasi.

"Apa tetanggamu juga akan perduli jika kau disekap orang asing yang kemarin sempat memasuki rumahmu?" Tanya Adamson mengintimidasi.

Benar juga, dengan adanya Adamson disini juga dapat mengurangi kekhawatiran Dela atas pria asing itu. Tapi, ia takut jika tetangganya akan salah paham terhadapnya dan juga Adamson.

Dela menghela nafas lelah, terserah pria itu saja. Sekalipun Dela memaksa pria itu untuk enyah dari rumahnya, jika pria itu tidak berkeinginan pulang maka tidak akan ada lagi yang bisa mengubah keputusannya. Gadis cantik itu memberikan botol susu yang baru ia isi pada Axel, bayi kesayangan Dela itu meneguk cairan putih itu dengan semangat.

"Mengapa kau terus memberinya susu itu?" Adamson  membuka suara, saat melihat bayi kecil yang tengah kehausan itu menenggak cairan putih pada botol.

"Lalu aku harus memberinya susu apa?!!!" Dela menyaut sewot, saat pandangannya tertarik pada apa yang tengah menjadi titik fokus pria itu Dela menjerit heboh sembari menyilangkan tangannya di depan dada.

"Pria tua bangka, Mesum!!!!" Teriak Dela.

"Bahkan aku tidak memegangnya, aku hanya bertanya, Bodoh!!!" Ucap Adamson sembari mendengus kesal.

"Yang aku tau, susu ibu lebih bergizi daripada susu formula." Pria itu mengamati Axel dari tempat duduk nya.

"Iya, i-tu-," Dela tidak bisa memberi penjelasan, apa Adamson harus menerima penjelasan yang sensitif begini? Mengapa juga pria itu sangat ingin tau, taukah Adamson Dela merasa sedang ditelanjangi hanya karena pria itu terus menatap padanya?

"Jika kau memberinya susu mu, kau juga lebih berhemat, kan?" Tanya Adamson sembari bersedekap dada.

"Ah, i-tu a-nu, em... Tidak bisa keluar," cicit Dela lirih.

"Kenapa? Oh, apa harus dipompa seperti yang ada di internet?" Tanya pria itu semakin penasaran.

"Hei!!! Tuan Adamson!!! Bisakah kau berhenti menanyakan hal yang sensitif seperti itu?!!! Itu sangat mengganggu!!!" Teriak Dela frustasi.

"Padahal aku hanya bertanya." Adamson mengendikkan bahu tanpa dosa.

Dela mendengus, jemari lentiknya mengusap rambut Axel lembut. Perlahan bayi kecil itu terlelap tanpa melepaskan botol susu pada mulutnya yang tampak mungil. Dela memindahkan bayinya ke kamar, membiarkan Axel beristirahat lebih dulu.

Saat gadis itu telah memastikan Axel terlelap, ia keluar dari kamar dan tidak lagi mendapati Adamson. Gadis itu melangkah keluar, pandangannya mendapati Adamson yang tengah duduk di kursi yang ada di teras rumah Dela sembari memandang gelapnya langit malam.

"Kenapa tidak masuk, di luar dingin," ucap Dela sembari ikut duduk di samping Adamson.

"Bayimu sudah tidur?" Tanya pria itu tanpa mengalihkan pandangan.

"Sudah."

"Apa kau, tidak merindukan ayah dari bayimu?" Tanya pria itu kembali.

Dela menghela nafas kasar, pandangannya menyorot langit seperti apa yang tengah Adamson lakukan. "Selalu, dan bahkan sampai detik ini begitu. Aku merindukannya tapi aku tidak bisa berbuat banyak."

"Hm, kita tidak bisa melakukan apapun saat merindukan seseorang yang sudah pergi ke samping Tuhan. Tapi aku selalu berharap, mereka tengah berbahagia di sana." Adamson mengulas senyum tipis, sangat tipis hingga Dela tidak mampu menyadarinya.

"Siapa yang tengah kau rindukan, Adamson?" Tanya Dela berhati-hati.

"Ibu, Ayah, dan Adikku." Pria itu tertawa sejenak. "Mereka sangat kompak meninggalkanku begitu saja."

Dela merasa tersentuh, tangannya mengusap punggung Adamson yang lebar. Mencoba memberikan kekuatan agar pria itu sanggup menjalani hidupnya meski kesepian.

Pria itu menyandarkan kepalanya pada bahu Dela, matanya tidak beralih dari gelapnya malam tanpa bintang, bahkan sesekali mata itu terpejam menikmati belaian angin malam yang dingin seolah menusuk hatinya bersama dengan rindu yang menyusup tanpa permisi.

"Kau bisa berdoa untuk mereka." Dela tersenyum lembut.

"Hanya saja, aku tidak pernah bisa menjadi yang terbaik untuk mereka. Saat kecil, aku sangat nakal hingga orang tuaku geram terhadapku." Pria itu berhenti sejenak, menatap Dela yang tengah mendengarkan ceritanya. 

"Saat SMA aku sudah mengurus perusahaan saat kedua orang tuaku tewas dalam kecelakaan. Lalu, aku dan adikku berselisih karena kita mencintai satu wanita yang sama, wanita yang ada pada masa kecil kita. Tidak ada yang berhasil mendapatkan wanita itu, karena wanita itu pergi ke luar negeri bersama orang tuanya. Tapi, perseteruan aku dan adikku masih berlanjut." Pria itu terkekeh geli, mungkin tengah mengingat bagaimana pengaruh wanita pada
masa kecilnya itu yang mampu membuat hubungan kakak-beradik itu renggang.

"Pada akhirnya, aku pergi ke luar negeri untuk belajar bisnis. Perlahan hubungan kita membaik sejak adikku beranjak di bangku SMA. Dia bilang, dia menemukan sosok wanita cantik yang sangat ingin ia nikahi, dan aku masih mengingat wajah bahagia nya saat menceritakan gadisnya." Adamson menegakkan tubuhnya, matanya bertabrakan dengan manik mata Dela. Keduanya saling terjebak pada pandangan itu, saling menyelami satu sama lain, sampai pada perasaan yang asing muncul bersamaan dengan degup jantung yang mulai berpacu cepat.

"Dan, mungkin... gadis itu juga tengah hancur karena kematian adikku, hancur seperti apa yang aku rasakan."

Yuhuuuuu udah update nih, maaf ya dikit buat hari ini. Soalnya lagi sibuk bantuin mama bikin kue wkwkwk. Jadi, gimana perasaan kalian setelah baca part ini, Komen di bawah. Gimana puasa kalian hari ini komen dibawah, dan ada misteri yang berhasil kalian temukan gak di part ini? Komen dibawaaaah. Thanks semuanya

The Perfect Mom (PROSES PENERBITAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang