Chapter 5

3.5K 125 0
                                    

-

    -
   
          -

__________________________________

*Niora POV*

Aku mengeringkan rambut dengan handuk di depan cermin kamar mandi setelah membalut tubuhku dengan handuk lain. Segar sekali rasanya.

"Setelah ini, belanja terlebih dahulu baru masak," kataku pada diri sendiri. Kurasa seluruh tubuhku sudah kering. Kecuali rambut yang masih basah. Mungkin sebentar lagi juga kering sendiri.

Oke saatnya ganti baju!
Kubuka kenop pintu kamar mandi sambil memegangi handuk yang melilit tubuhku. Kutepuk dahiku saat mengetahui bahwa aku lupa mengunci jendela kamar karena pasti nantinya dia akan masuk ke dalam lagi. Dan... Yup! Seperti dugaan ku, Ramon kembali tidur di kasurku.

"RAMON! PERGI!!! AKU MAU GANTI BAJU!!!" Aku menyilangkan tangan untuk menutupi dadaku.

"Nggak mau!" serunya tak bergeming. Benar-benar nggak tau diri. Aku menyesal telah mengijinkannya datang. Bodoh sekali diriku tidak memikirkan akibatnya.

"Ramon kumohon pergilah!" Kini suaraku semakin pelan. Aku lelah dari pagi berteriak-teriak. Aku lapar. Aku takut jika nanti aku pingsan lagi. Penyakit lambung sialan ini! Aarrrgghhhh... Menyebalkan!

Baru saja membicarakannya dalam hati, perutku terasa sangat sakit. Ini tidak sepenuhnya salah perutku. Ini juga salahku, seharusnya aku tidak telat bangun tadi. Mungkin sekarang aku sudah makan. Dan ini semua nggak akan terjadi kalau saja lelaki ini nggak datang dan membuatku marah-marah. Dasar nggak tau diri! Mentang-mentang anak orang kaya bisa seenaknya.

Aku jatuh terduduk di lantai dekat kasur. Kugigit bibir bawahku, berharap rasa sakit di perut nggak terasa lagi. Huhhh... Nggak mungkin.

Ramon bangun, menyadari aku tidak bersuara. "Nio kenapa?" Aku menatap kesal padanya.

"Karenamu-- aku-" Aku tidak bisa berkata-kata. Ohh sakit sekali.

"Kenapa? Kau kenapa Nio? Apa perutmu sakit lagi?" Kini ia mencoba membantuku berdiri. Kutepis tangannya. Aku bisa kok tanpa bantuan mu. Dasar!

"Pergi! Aku mau ganti baju." Aku berusaha menahannya. Tahan sebentar. Sebentar lagi makan. Baiklah.

Ramon menatapku dengan khawatir. Dia pun keluar dari kamarku. Sesegera mungkin kututup pintunya lalu ku kunci.
Cepat-cepat aku mengambil pakaian dan segera memakainya. Entah aku sedang nggak sanggup mencari pakaian yang bagus. Kuambil seadanya. Hanya tanktop hitam dan celana pendek. Setelah memakainya tak lupa kupakai juga cardigan hitam. Kuoleskan deodorant yang nggak pernah sekalipun aku lupa memakainya. Karena efek terburu-buru aku malah lupa memberi vitamin pada rambutku dan menyisirnya. Masa bodoh. Yang terpenting sekarang adalah ambil roti di dapur, supaya bisa mengganjal perutku.

Aku keluar dari kamar. Berlari menuju dapur. Roti. Roti. Roti.
Kubuka satu persatu laci-laci di dapur.

"Loh? Kok nggak ada?" Aku masih mencari dan terus mencari.

Nihil.

Tidak ada roti sama sekali. Kupegang perutku. Kosong.
Aku teringat. Tadi malam Aunty pamit pergi. Aku menyuruhnya membawa sebagian roti untuk bekal di perjalanan. Lalu sisanya kumakan sambil menonton film horror di kamar. Astaga Niora... Bodoh. Bodoh. Bodoh sekali.

Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Mengingat, apa yang bisa mengganjal perutku selain roti. Apa ya? Hmmm... Susu? Bisa dicoba. Kucari lagi di setiap tempat.
Mencari dan terus mencari dan... Nihil.

"Tuh kan nggak ada! Hari ini kan memang waktunya belanja. Huffttt... Niora Niora. Bodoh sekali kau!" Aku mengumpat pada diriku.

"Nio?" Aku menengok ke sumber suara. Ramon. Dialah akar permasalahan ini. Aku mendekatinya.

MY CHILDISH MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang