Chapter 4

3.5K 153 0
                                    

.
.
.
_________________________________

Matahari masuk ke dalam kamar bercat pelangi itu. Menembus ventilasi dan korden jendela kamarnya. Niora menguap lebar, lalu bergelung dengan nyaman di antara bantal dan guling kesayangannya. Ia mengerjapkan matanya dan duduk menghadap ke arah jendela. Niora bangkit berdiri. Meregangkan otot-otot tubuhnya sambil berjalan mendekati jendela dan membuka korden. Tak lupa jendela pun ia buka. Gadis berambut panjang sepunggung itu menarik napas panjang. Menikmati udara segar di pagi hari. Niora memandang sekeliling halaman samping rumahnya.

Sudah puas menikmati udara segar, Niora membalikkan badan, hendak menata tempat tidurnya. Alangkah terkejutnya ia mendapati seorang lelaki tidur di kasurnya.

"Ramon?!"

Lelaki yang tertidur di atas kasur Niora membuka mata. Dia tersenyum dengan wajah tak berdosa. "Nio sudah bangun?" Setelah bertanya ia kembali memejamkan mata.

Dengan sigap Niora langsung mengecek pakaiannya. Baiklah, masih utuh. Kemudian ia lari menuju meja riasnya. Mencari bekas merah keunguan di lehernya. Namun sayang tidak ada bekas apapun disana. Niora menghela napas. "Syukurlah..."

"RAMON!" seru Niora, "Kenapa kau bisa ada di kamarku?! Sejak kapan kau berada di sini?! Bibiku saat ini tidak ada di sini. Mengapa kau datang?" Niora menarik selimut yang menutupi tubuh Ramon. Ramon tetap tidak bergerak. Niora memutar kedua bola matanya ke arah lain.

"RAMONNNNN!!!" teriak Niora, marah. Bagaimana tidak marah? Kau anak SMA. Sedang di rumah sendirian karena bibimu sedang pergi. Begitu bangun, tiba-tiba ada seorang lelaki kemarin sore datang dan seenaknya tidur di kasurmu. Bagaimana jika tiba-tiba bibimu pulang? Mendapati kau dan seorang lelaki berduaan di dalam kamar. Apa kata dunia?

Ramon menarik guling kesayangan Niora dan memeluknya. Niora tidak bisa tinggal diam. Gadis itu mengambil pemukul baseball di samping lemarinya.

"RAMON! KELUAR, ATAU KUPUKUL KAU?!" Ancam Niora. Bukannya takut atau lari terbirit-birit, Ramon malah menarik selimut dan menyelimuti dirinya.

"Diamlah Nio. Kamarmu ini sangat nyaman. Sampai-sampai aku tidak sanggup bangun." Ramon menggesek-gesek telapak tangannya di kasur Niora. Niora mengepalkan tangannya.

"RAMON! PERGILAH AKU MAU MANDI!" Niora menarik tubuh Ramon yang berat, menjatuhkannya di samping tempat tidur. Orang yang di tarik tetap memejamkan mata walau sudah jatuh. Namun naas. Niora kehilangan keseimbangan, tergelincir, dan jatuh di atas tubuh Ramon. Napas Niora terhenti.

Ramon membuka setengah matanya. Menatap Niora dengan tatapan nakal.
"Ow... Kau suka ya dengan posisi seperti ini?" Suara imut yang biasa digunakan Ramon seketika lenyap, digantikan oleh suara berat seorang laki-laki. Kedua remaja tersebut sama-sama terdiam. Ramon menatap mata Niora. Sama halnya dengan Niora. Ramon tersenyum miring. Jantung Niora berdegup kencang. Ia berkedip beberapa kali kemudian tersadar lalu menarik dirinya dari atas tubuh Ramon. Tetapi yang terjadi malah Ramon melingkarkan tangannya di pinggang Niora.

"Lepaskan aku, Mon!" Niora mencoba bangkit berdiri tapi Ramon semakin mempererat pelukannya. Ramon terkikik dan menggeleng. "Jangan harap."

"Jika kau tidak melepaskanku, aku akan teriak!" Lagi-lagi Niora mengancam.

"Silahkan. Lagipula jika kau teriak, tetangga-tetanggamu akan berdatangan. Berpikir bahwa kau kerampokan. Tapi jika mereka melihat kita seperti ini, yang ada mereka akan menelepon bibimu dan menikahkan kita." Ramon menanggapi dengan santai.

"Kau?!"

"Apa?"

"Kau tidak takut padaku?"

"Seharusnya kau yang takut kepadaku,"

MY CHILDISH MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang