Chapter 13

1.3K 53 4
                                    

Cieee... Nungguin ya...
Kalo begono, HAPPY READING-!

-----------

"Mon!"

"Mon bangun, Mon!"

"Ramon! Bangunlah!"

Ramon membuka matanya ketika seseorang menepuk pipinya, dan menggoyangkan tubuhnya terus menerus.

"Bangun bodoh! Ini sudah pagi,"

"Eric?" Ramon langsung menutupi kemaluannya agar tidak dilihat Eric.

"Terlambat, aku sudah melihatnya, walaupun disini agak gelap sih." Eric duduk di sebelah Ramon. Ramon menghela napas berat. Dadanya terasa sangat sesak.

"Bagaimana kau tau kalau aku ada di sini?" Tanya Ramon.

"Ada beberapa junior kelas 11 yang memberi tahuku bahwa kau naik ke lantai atas."

"Kau tahu dimana Niora?"

"Tidak, semalam kalian berdua menghilang entah kemana. Aku, Emily, dan Felicia pergi mencari kalian ke sekeliling rumah Angela tapi tak kunjung ketemu. Kami bertiga mengira kalian berdua sudah pulang mendahului kami, tapi kami heran mengapa mobilmu masih terparkir di halaman rumah Angela. Karna hari sudah mulai pagi, aku menyuruh Emily dan Felicia untuk pulang lebih dulu, dan aku lah yang akan mencari kalian. Beruntung junior kita memberitahu keberadaanmu, tapi tidak dengan Niora. Kemana dia?"

Ramon membungkam.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Eric sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang remang-remang. Walau hari sudah pagi, tapi tak ada secercah sinar matahari pun yang masuk ke dalam ruangan itu. Tidak ada jendela, hanya ada ventilasi, itupun hanya berada di atas pintu gudang, tertutup kardus pula.

Ramon tidak menjawab pertanyaan Eric, kemudian bangun dan memakai pakaiannya yang berserakan di lantai.
Eric bangkit berdiri, hendak menyalakan lampu. Ia meraba-raba dinding untuk mencari saklar lampu di ruangan tersebut. Beberapa detik kemudian ia pun menemukan saklar lampu yang ternyata ada di dekat pintu.

Begitu lampu menyala, Eric terkejut bukan main ketika ia melihat ada bercak darah di lantai yang bercampur cairan berwarna putih.
Eric sangat paham dengan apa yang telah terjadi di ruangan itu.

"Kau habis berbuat dengan siapa? Tumben sekali kau menjadi lelaki brengsek? Kukira kau anti dengan hal-hal yang berhubungan dengan ini,"

Ramon tetap tidak bersuara, ia mengusap wajahnya, frustasi. Eric kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Suatu benda menarik perhatiannya. Eric berjongkok dan meraih benda tersebut.

"Tas ini-milik Niora?!" Raut wajah Eric berubah drastis. Ramon menelan ludahnya.

"Eeee..."

"APA KAU MENYETUBUHINYA?! KATAKAN TIDAK, MON!" Eric menarik jaket Ramon.

"Aku tidak tau, Ric. Tapi yang jelas-"

"APANYA?! SEMUA INI SUDAH JELAS! AKU TAK HABIS PIKIR MON, KAU BERANI MELAKUKAN INI PADANYA. KAU SENDIRI TAHU, NIORA MENJAGA MAHKOTANYA SETENGAH MATI. BAGAIMANA BISA KAU MENGAMBILNYA SEENAK HATI?!"

Ramon membungkam.

"JAWAB AKU MON! NIORA ITU SAHABAT KITA!"

"AKU NGGAK TAU RIC!" Karena terus didesak, Ramon pun mengatakan apa yang ada di dalam benaknya.

"Aku memang memperkosanya. Tapi itu tidak sengaja! Aku telah dijebak, Ric." Ramon menunduk. "Sekarang apa yang harus kulakukan? Aku sangat menyesal telah melakukan semua ini pada Niora."

MY CHILDISH MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang