33. SURAT TOREHAN KATA MAAF

216 48 170
                                    

"Rumahnya beneran udah disita, Yo." Yudha berjalan memegang spanduk yang terpasang di pagar rumah Arka.

Rio berdecak kesal. "Kita terlambat." Ia mendongak seraya berkacak pinggang melihat rumah dengan dua lantai itu. "Rumahnya benar-benar udah kosong."

Yudha menoleh ke belakang saat mendengar suara langkah yang terdengar mendekat ke arah mereka. Sepasang kakek-nenek yang sepertinya sedang berjalan santai, datang menghampiri mereka.

"Cari pemilik rumah ini, yah, Nak?" tanya Kakek itu.

Rio dan Yudha langsung berbalik dan tersenyum ramah pada sepasang kakek-nenek itu.

"Sudah pindah. Rumahnya disita, karena kasus penggelapan uang," celetuk si Nenek. Bahunya naik seakan bergidik. "Hih! Saya ndak nyangka suaminya kerja mafia mafia begitu."

"Nenek!" tegur si Kakek. Seakan memperingati istrinya itu agar tidak terlalu membuka aib tetangganya. "Maaf, ya, Nak." Kakek itu jadi tidak enakan. Sementara Rio dan Yudha hanya tersenyum canggung memakluminya. Toh mereka juga sudah tau yang dikatakan nenek itu.

"Kalian teman-temannya Arka ya?"

Rio langsung mengangguk. "Iya, Kek. Kakek kenal Arka?"

"Ah... Rumah Kakek di sana." Si Kakek menunjuk rumah dengan desain Parrado Arquitectura yang berada tepat di sebelah rumah Arka, hanya berjarak dengan halaman rumah Arka yang cukup luas. "Tentu Kakek kenal sama Arka." Kakek itu tersenyum sampai matanya tak terlihat. Tapi senyumnya itu perlahan memudar, ekspresi wajahnya berganti menjadi sedih. "Tapi Kakek sudah lama tidak melihat anak itu lagi. Kanya, ibunya juga sudah mencari ke mana-mana, tapi sampai sekarang sepertinya dia belum menemukan anak itu, karena tadi Kakek lihat dia tidak pergi bersama Arka, dia hanya berdua dengan anak gadis, dan Kakek tidak kenal anak itu."

Rio dan Yudha langsung menoleh melihat satu sama lain.

"Kalau selama ini Tante Kanya juga nyari Arka, berarti Arka selama ini nggak pernah pulang ke rumah ..." gumam Rio.

"Sama anak gadis, Kek?" beo Yudha.

"Iya, tapi Kakek tidak kenal," jawab si Kakek.

"Yang selalu pakai kursi roda itu toh?" celetuk si Nenek. "Anak perempuan itu memang beberapa hari belakangan ini, Nenek perhatikan sering berkunjung ke rumah Kanya, kadang dia datang sama orang-orang yang badannya geudek kayak pengawal." Si Nenek bercerita dengan penuh ekspresi di wajahnya.

"Benar dugaan gue, Yo." ucap Yudha pelan pada Rio. "Nggak salah lagi, itu pasti cewek yang dijodohin sama Arka," tambahnya berbisik.

Rio terdiam panjang. "Kalau Arka emang nggak pernah pulang, kira-kira ada di mana dia selama ini?" batinnya.

"Kalau gitu terima kasih Kek, Nek, kita pamit pergi dulu," ucap Yudha. Mereka saling melempar senyum ramah, lalu pergi dan masuk ke mobil Rio.

Di perjalanan yang tak tau arah tujuannya ke mana itu, Rio dan Yudha sudah seperti putus asa mencari Arka. Mereka sama sekali tidak mendapatkan petunjuk di mana Arka berada.

"Terus kita mau cari ke mana lagi sekarang?" tanya Yudha.

Rio yang mengemudikan mobilnya pun juga sudah tak tau harus ke mana lagi mencari keberadaan Arka, ia hanya melajukan mobilnya mengikuti nalurinya. Ia menumpukan siku kanannya di jendela mobilnya, lalu memegang pelipisnya frustrasi. "Gue juga udah nggak tau lagi, Yud. Pertanyaan gue, kalau emang dia nggak pernah pulang, jadi selama ini dia ada di mana?"

Yudha terdiam panjang memikirkan ucapan Rio. "Yo," panggilnya, saat sesuatu tiba-tiba terbesit di kepalanya. "Apa perlu kita tanya ke Alesha? Siapa tau ada tempat yang biasa mereka datangin berdua, dan mungkin aja Arka selama ini ada di sana."

DANDELION [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang