22. RUMAH POHON DAN KENANGANNYA

204 47 101
                                    


“Esha punya tempat yang bagus banget, dan yang pastinya Kak Arka belum pernah ke sana,” ucap Alesha, sambil memasang seat beltnya

Kini Alesha dan berada di dalam mobil Arka, dan mereka bersiap untuk pergi ke tempat yang diinginkan Alesha. Tentunya Alesha sudah mandi, dan sudah rapi, tidak lagi dengan rambut berantakannya, dan jaket Arka yang terkena siraman Alesha juga sudah kering.

“Di mana?”

“Jalanin aja dulu mobilnya, nanti Esha tunjukin jalannya,” suruhnya. Arka pun menurut dan langsung melajukan mobilnya.

Saat di perjalanan, Arka terus mengikuti jalan yang diarahkan oleh Alesha. Namun, Arka dibuat bingung. Karena sepertinya jarak tempat yang Alesha maksud itu tidak begitu jauh dari rumah Alesha, tapi tidak begitu dekat juga, dan—yang membuat Arka bingung lagi, karena Alesha mengarahkan jalan yang memasuki hutan.

“Ini beneran jalannya?” tanya Arka memastikan sekali lagi, kalau kalau Alesha menunjukkan jalan yang salah karena lupa arah jalannya.

“Iya, udah tenang aja. Lurus aja, bentar lagi kita sampai,” yakin Alesha

“Nggak lucu kalau kita kesasar di hutan gini,” gumam Arka.

Alesha langsung terkekeh. “Nggak bakal, semenit lagi kita sampai kok.”

"Nah! Itu! Kita stop di situ,” tunjuk Alesha. Dan Arka segera menepikan mobilnya, mereka pun keluar dari mobil.

“Ini dia tempatnya!” Alesha merentangkan tangannya mengudara.

Arka menenggelamkan kedua tangannya di jaket bombernya dan mengedarkan pandangannya ke segala arah, mengamati apa yang ia lihat. Terlihat rumah pohon yang berdiri tegak di antara empat pohon pinus sebagai penopang sekaligus tiangnya, dan bunga Dandelion yang tumbuh liar di bawah dan sekitarnya.

Alesha meraih langsung menggandeng lengan Arka, dan mengajaknya untuk naik ke rumah pohon. Arka menurut saja dan mengikuti langkah Alesha, sambil terus melihat-lihat sekelilingnya. 

Alesha melepas tangannya dari lengan Arka, dan berlari kecil menaiki anak tangga rumah pohonnya. Tangga rumah pohon itu bukan tangga yang lurus tegak, tapi tangganya memutari pohon pinus yang menjadi tiang rumah pohon itu dan tangganya langsung menuju ke teras rumah pohon, jadi memudahkan orang yang ingin naik.

Sambil menaiki anak tangga, Arka mendongakkan kepalanya melihat Alesha yang sudah lebih dulu sampai di atas, dan tersenyum kepadanya dengan menampakkan deretan giginya. Membuat Arka langsung menyunggingkan senyumnya, dan berlari kecil menyusul Alesha yang sudah berada di atas.

Saat berada di atas semilir angin seolah menyambut kedatangan mereka, dan udara sejuk dari pepohonan menjadi penyempurna kenyamanan mereka. 

Alesha tersenyum kecil, sudah lama ia tak pernah berkunjung ke tempat ini.

Arka dan Alesha berdiri di teras rumah pohon, dengan kedua tangan yang bertumpu di pagar pembatas teras rumah pohon yang tingginya sebatas pinggang orang dewasa.

Arka menoleh melihat Alesha yang senyumnya terus merekah semenjak mengunjungi tempat ini. Arka pun turut ikut senang melihat kekasihnya itu.

“Dulu, Esha sering ke sini,” ucap Alesha, lalu menoleh melihat Arka. “Tapi semenjak Papa meninggal, Esha udah nggak pernah lagi ke sini. Dan sekarang, untuk yang pertama kalinya Esha ke sini lagi semenjak kepergian Papa.” Raut wajah dan sorot mata Alesha langsung berubah menjadi redup. Ia tampak sedang memaksakan senyumannya. 

“Rumah pohon ini, Papa yang buat?” 

Alesha mengangguk. Senyum getir dan matanya yang mulai berkaca-kaca tak bisa membohongi Arka. Kesedihan dan kerinduan akan sosok Ayahnya, tampak begitu jelas dari mata dan ekspresi Alesha. Ia langsung meraih bahu Alesha, lalu merangkulnya dan memeluknya dengan satu tangannya, dengan ibu jarinya yang mengusap lembut bahu Alesha. Alesha langsung menyandarkan kepalanya di bahu Arka.

DANDELION [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang