1

67 9 3
                                    

Auristela arabelle. Biasa dipanggil Auris, Gadis yang genap berumur 17 tahun bulan ini, memiliki wajah bulat nan cantik, kulit putih juga rambut gelombang panjang yang tergerai sampai punggungnya. Salah satu anggota Aurora, grup ekskul Dance yang terkenal dengan paras cantik anggotanya.

Paras cantiknya cukup untuk menutupi perangai buruk dari Auris. Dirinya memang terlalu sering bertindak tanpa berpikir, ceroboh dan juga emosional. Tidak atau jarang bepikir panjang.

Pagi ini langit cerah. Dengan langkah panjang Auris melangkahkan kakinya dari halte bis menuju gerbang SMA pelita, rasa-rasanya begitu santai, tidak dapat dipercaya, Di waktu yang menunjukan pukul 07.30 WIB.
Auris santai masuk ke dalam gerbang yang padahal dijaga oleh guru killernya.

"Auris kamu terlambat lagi!." Auris menoleh, tersenyum manis.

"Loh kok ibu bisa disini?." Tanya Auris polos melepas earphonenya.

BuSap menghela napas menghadapi tingkah muridnya yang satu ini "kenapa kamu terlambat?." Tanya BuSap penuh penekanan.

"Iya Bu, tadi saya nggak sengaja nabrak anak kucing. Daripada ketiban sial kan saya kubur kucingnya." Auris menerangkan panjang lebar.

"Kamu kan jalan kaki Auris." Bentak BuSap, panggil aja BuSap, nama panjangnya terlalu panjang.
Auris meringis, meratapi kebodohannya. Setiap hari memang Auris terbiasa menggunakan angkutan umum yang berhenti di halte samping sekolahnya.

"Eh iya. Yaudah Bu. Tadinya si saya mau bohong, tapi gagal mau gimana lagi." BuSap sudah bersiap melontarkan amukan yang mungkin tidak Auris harapkan.

"Sekarang kamu bersihkan lapangan!." Perintah BuSap. Yang buru-buru diangguki oleh Auris, tidak betah berlama-lama berhadapan dengan wajah garang BuSap.

Disinilah Auris. Di lapangan sekolahnya. Sedikit beruntung, ini lebih baik daripada dirinya harus memegang bolpoin dan buku dihadapannya. Tapi tetap saja perhitungannya lebih banyak tidak beruntung, ternyata membersihkan lapangan tidak semudah yang ada di bayangannya.
Kancing bajunya sudah terbuka sebagian, menampilkan kaos biru bermotif awan yang merupakan kaos grup Aurora, kebetulan nanti pulang sekolah ada latihan.

"Eh Ris ngapain lo?." Tanya teman ekskul Auris. Vanya Theodora, gadis sepantaran Auris dengan wajah cantik dan tubuh tinggi bak model, tapi memang benar itu profesinya.

"Makan."

"Gila lo makan nggak ngajak gue." Sepertinya Vanya memang berniat membuat kesal Auris

"Shit." Umpat Auris mendapat tawa dari Vanya. Memang setan mendengar umpatan langsung tertawa bahagia bak tertiban uang 1 Milyar.

"Dahlah gue mau sarapan." Vanya meninggalkan Auris yang tengah berkutat dengan gagang sapu.
Sedikit tertawa melihat wajah masam sahabatnya.

"Temen gatau diuntung." Auris berkata pelan, menghela napas.

Disisi lain di tempat teman-teman Auris berkumpul "Auris dihukum noh." Berita mulut ember Vanya yang mulai menyebar ke teman teman satu geng nya. Mereka tengah duduk manis di kantin ketika jam pelajaran sudah dimulai.

"Tu bocah ngapain kaga kabur?." Tanya jesi entah kepada siapa.

"Mending lo samperin jes. Otak Auris emang rada gesrek!." Vinia menyuruh seenak jidat.

Jesi menatap Vinia dengan tatapan yang tidak bisa diartikan "senior mah bebas." Ketusnya, tapi juga melangkah menuju lapangan tempat Auris dihukum. Membuat vinia tersenyum bangga dengan senioritas yang begitu berpengaruh.

Jesi menatap Auris dengan tatapan iba. "Ngapain ga kabur lo?." Tanya Jesi tiba-tiba mengagetkan Auris yang tengah sibuk menyelesaikan tugasnya.

Auris berpikir sejenak "oh iya ya bego."

"Emang lo bego." Sahut Jesi yang mendapat lemparan sapu lidi dari Auris.

"Yok kantin." Ajak Jesi yang diangguki oleh Auris. Baru saja akan pergi, langkah kaki keduanya sudah berhenti.

"Jes lo pergi, biar Dia selesain tugasnya." Suara berat mengintrupsi. Menunjuk Auris, Membuat langkah kaki keduanya berhenti.

"Tapi Mike. Temen gue ini." Jesi membela.

"Gue cuma disuruh BuSap. Kalau lo nekad gue tinggal laporan." Cowok yang dipanggil Mike oleh jesi itu tak menggubris ucapan jesi. Malah tatapan jatamnya lebih mengarah kepada Auris yang nampak tak peduli dengan arah pembicaraan kali ini.

"Biarin aja jes. Lo ke kantin, nyapu juga udah seneng gue." Auris berucap dengan nada lesu dan wajah kasian yang dibuat-buat. Siapa tau cowok bernama Mike ini cukup mengkasihaninya.

Jesi nampak berpikir "beneran lo Ris?."

"Nah tu dia aja mau." Potong pria tadi tanpa menghiraukan wajah sedih Auris, membuat batinnya mencak-mencak.

Sekarang Auris sedang sibuk, sembari memegang sapunya kembali. Dirinya sendiri sudah kesal dengan pria yang sejak tadi menatap intens ke arahnya. Ingin rasanya segera melempar batu bata pak Tukang yang terletak di sampingnya. kebetulan sekolahnya sedang direnovasi. "Awas aja lo ." Auris menyeringai, menatap pria yang sekarang sudah beralih menatap ponselnya.

"Gila siapa sih tu cowok?." Auris Menggebrak meja kantin sekolah, sampai-sampai pak Roni penjaga kantin menoleh ke arahnya.

"Abang gue mau apa lo?." Jesi santai menjawab, memasukkan keripik pisang ke mulutnya.

Auris kaget, tersedak air mineral yang tengah diminumnya "Kok gue ga tau lo punya abang?." Auris bertanya, lebih seperti nada mengancam.

Vanya mengangguk-anggukan kepalanya "Gue juga." ikut setuju.

"Lah bukan abang kandung gue, Dia anaknya tante rima."

Auris menampilkan senyum setannya "gue harus cari tau tentang dia, kalo perlu gue jadiin pacar." Auris berkata sembari mengikat kuncir kuda rambutnya.

Kedua teman Auris menatap ngeri wajahnya. Sepertinya teman satu kelas juga satu ekskulnya ini kembali kumat.

Mengingat terakhir kali Auris memiliki dendam seperti ini, membuat keduanya terpaksa ikut campur. Karena Auris mulai melempari anak-anak sd yang membuatnya kesal menggunakan kerikil, memang psikopat. Tapi memang Auris tidak menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan anak kecil.

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang