"Ris mau kemana lo?." Auris menoleh ke arah Jesi, Menunjukkan Mukena yang ada di genggamannya. "balikin ini." Jawabnya singkat.
Gadis itu melangkahkan kakinya menuju gedung kelas sepuluh. Sedikit berlari dan melompat seperti kebiasaannya.
Jangan berpikir akan banyak orang yang menatapnya penuh kagum seperti di sinetron- sinetron, sayangnya Auris tidak se eksis teman-temannya yang lain. Mungkin mereka hanya mengetahui dirinya ikut ekskul Aurora dan tidak lebih dari itu.Gadis itu berhenti di kelas dengan tulisan 10 A. "Eh Tara mana?." Tanya Auris tiba-tiba, mencekal pergelangan tangan adik kelasnya yang kebetulan baru saja keluar dari dalam kelas yang dituju Auris.
Gadis itu membenarkan letak kacamata bulatnya "di sini ga ada yang namanya Tara kak." Jawabnya polos.
Auris diam sedang berpikir, dan menyadari kebodohan yang entah kesekian kalinya "eh maksud gue Tesa. Iya Tesa." Ralat Auris.
Gadis di hadapannya hanya mengangguk sebagai jawaban "Tesa ada yang nyari."
Tesa yang sedang memakan bekalnya menoleh, menutup bekal nya, lalu keluar kelas.
"Eh apa kak?." Tanya Tesa.
Auris memberikan Mukena milik Tesa "Punya lo. Makasih." Kata Auris. Lalu pergi melangkahkan kakinya menuju kantin, apalagi kalau bukan untuk berkumpul dengan teman-temannya.
Tesa hanya menatap kepergian kakak tingkat nya dengan penuh tanda tanya."Eh ada Mike." Auris menggumam. Buru-buru menyembunyikan tubuhnya di balik tembok seperti acara menguntit nya beberapa hari yang lalu. Auris tampaknya tidak peduli dengan tatapan aneh orang yang melewatinya.
Gadis itu terlihat berpikir sambil mengetuk-ngetukan jarinya ke kepala "gue ikutin ga ya?." Tanyanya kepada diri sendiri.
Setelah perdebatan panjang antar batin, Auris memutuskan mengikuti pria tersebut.
"Gila sih ke mushola lagi ." Gumamnya kembali, sedikit takjub dengan pemandangan di hadapannya.
Auris enggan mengulang kejadian ketika dirinya terciduk seperti kemarin-kemarin. Sekarang dirinya lebih berhati-hati dan menjaga jarak radius beberapa meter.
"Ngapain lo ris?." Tanya suara di belakangnya, tidak hanya membuat Auris saja yang menoleh, melainkan orang lain juga. Bagaimana tidak suara itu sungguh keras.Auris membungkam mulut pria di hadapannya "diem lo." Ucapnya kepada Aksel.
"Durhaka lo sama gue." Jawab aksel yang tidak dihiraukan oleh Auris.
Dan bodohnya tanpa disadari. Sebenarnya Mike sudah mengetahui keberadaannya, hanya saja pria itu pura-pura tidak tau, menunggu apa yang akan diperbuat gadis aneh itu.
"Lo buntutin si Mike?."
Auris langsung menoleh "Lah lo tau?."
"Lo bego si. Dia junior basket, gue senior basket, pikir aja ." Jawab Aksel merasa lebih cerdas dari pada gadis di hadapannya, tapi memang benar mau bagaimana lagi.
Auris tampak berpikir sejenak "Bener juga lo ."
Jawab Auris membuat jiwa sombong Aksel muncul. "gue mau makan bye ." Lanjut Auris yang tampak meninggalkan tempat tersebut. Dirinya sudah tidak mood mengerti ajang menguntit nya tidak lagi syahdu karena keberadaan kakak sepupunya.
"Darimana aja Ris?." Tanya Vinia yang sekarang sedang memakan mie instannya.
"Paling masih soal abang nya Jesi ." Vanya menyeletuk. Sehabis ini mungkin Auris akan mengirim santet kepadanya.
Auris membelalak kan matanya "Bacot lo." Ketus Auris.
Vanya tersedak air mineralnya setelah mendengar umpatan Auris "perasaan gue terus yang salah ." Sahutnya meminta pembelaan.
Auris memutar bola matanya malas.
"Beneran lo Ris ?." Tanya vinia yang mulai membuat gadis 17 tahun itu tak nyaman. Dirinya memang tidak terlalu nyaman membicarakan privasinya kepada para senior nya, mengingat gadis itu hanya bersahabat karib dengan Jesi dan Vanya.Untungnya ada Jesi yang buru-buru merubah topik pembicaraan. Sebenarnya dirinya tidak marah, hanya sedang malas, mungkin di lain waktu dirinya akan menceritakannya sendiri, atau mungkin juga tidak.
Auris mulai bosan dengan materi yang di sampaikan Guru matematika di hadapannya. Sekarang ini gadis tersebut sedang menelangkupkan kepalanya di lipatan tangan.
"Besok kita ada latihan ." Berita Jesi yang duduk di sampinnya.
Membuat Auris menolehkan kepala "bukanya besok selasa ?."
"Siapa bilang hari rabu bego." Jawab Jesi masih berbisik, membuat Auris penasaran biasanya dirinya yang mengumpat, kenapa sekarang teman-temannya ini mulai barbar seperti dirinya.
Jesi beralih menyentuh punggung vanya yang duduk di depannya "van besok latihan ."
Vanya nampak berpikir "lah bukanya besok selasa ." Jawabnya polos.
Seketika Jesi meratapi pemikiran teman-temannya yang nampak sejenis ini.
" persiapan pensi sekolah. Lo pada lupa?, anggota abal-abal." Ketus Jesi.
"Ya maaf." Jawab Auris dan vanya serentak. Lalu mereka tertawa menyadari perilaku sehati keduanya.
"Sttt...!." Suara yang menginterupsi. Membuat ketiganya langsung kicep tak berani berkata-kata.
Bagaimana mereka bisa lupa di belakangnya tempat duduk sang ketua kelas. sebenarnya tidak terlalu menakutkan seperti setan di adegan film horor. Hanya saja kebiasaan gadis di belakangnya yang terbiasa mengadu kepada guru yang mengajar, membuat ketiga gadis itu pasrah tak berkutik, dari pada harus diseret keluar kelas oleh guru yang sekarang masih mengajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOR
Teen FictionPria tadi menoleh "badan lo gede, menuhin jalan." Auris tertohok kenyataan. -Michael Viorentino "gue harus cari tau tentang dia, kalo perlu gue jadiin pacar." Auris berkata sembari mengikat kuncir kuda rambutnya. -Auristela Arabelle "Ck sial." -Ret...