12

19 4 0
                                    

Arkan memarkirkan kendaraannya tepat di halaman rumah Auris.

"Adek lo mana ?." Tanya pria itu yang melihat Aksel lah yang membukakan pintu rumah yang dikunjunginya.

Aksel menatap temannya itu kagum. Bagaimana tidak Arkan yang tampak berbeda dari biasanya. Sangat jarang mengetahui temannya itu bisa bangun pagi.

"Gue disini ." Sahut Auris yang sudah mengenakan baju yang di pilihkan Arkan. Memakai sepatu converse putih yang merupakan hadiah ulang tahun dari mama nya. Ah mengingat orang tua nya membuat gadis 17 tahun itu kembali rindu.

"Gue bawa adek lo bentar ." Ucap Arkan menarik lengan gadis yang baru saja selesai menuruni tangga rumahnya.

"Bawa aja. Yang lama juga gue ikhlas ." Aksel berkata lebih ke arah menyuruh Arkan untuk membawa adik sepupunya jauh-jauh dari hadapannya.
Auris membelalakkan matanya kesal, ingin rasanya mengubur Aksel hidup-hidup, memang pemikiran psikopat.

"Tumben lo bawa mobil ." Auris berucap. Auris nampak heran dengan pria yang tidak biasanya membawa mobil.

Arkan masih terfokus jalanan di hadapannya "punya bokap ."

Auris manggut-manggut tanda mengerti "lo mau bawa gue kemana?." Tanya gadis itu, pandangannya sudah mengarah ke pria yang masih terfokus dengan jalanan ramai ibukota padahal waktu masih menunjukkan pagi hari.

Pria yang ditanya malah diam, mengarahkan kaca ke wajah Auris. Auris nampak bingung dengan tingkah pria yang selalu penuh teka-teki.

"Make up lo jelek ." Terang Arkan yang lagi-lagi mengetahui tatapan meminta penjelasan milik Auris. Sedangkan Auris sudah di buat emosi oleh pria yang tak bosan mengolok-olok dirinya.

"Ngeselin lo ."
Gadis itu memilih beralih mendengarkan radio. Tanpa izin dahulu kepada pemiliknya, kebetulan siaran favoritnya sedang memutarkan musik kesukaannya, diskusi senja milik fortwenty, memang setiap mendengarkan semua karyanya membuat gadis itu tenang. Bukan hanya itu, setiap lagunya bagi Auris memiliki suatu makna yang indah, walaupun bahasanya sukar dipahami, tapi itu menambah keindahan dalam setiap karyanya.

Lepaskanlah apa yang kau rasa
Jingga menyala warna langitnya
Saat senja, saat senja memanjakan kita

Duduk bersama
Diskusi rasa
Saat senja, saat senja
Bertukar cerita

Ceritakan masalahmu, teman
Lepaskanlah apa yang kau rasakan

Masih di sini
Dan tetap di sini
Lewati senja
Berganti malam
Diskusi sampai di sini

Liriknya melantun memenuhi indra pendengaran Auris. Lelaki di sampingnya nampak tidak peduli dengan semua gerak gerik gadis itu.
Malahan pria itu ikut melantunkan lagu favorit karya penyanyi favorit gadis itu.

Auris nampak kagum, ternyata suaranya lebih bagus dari dirinya. Dia jadi ingat berapa kali orang tuanya menutup telinga dengan earphone bertepatan dengan dirinya yang mulai bernyanyi.

"Suara lo bagus ." Kagum gadis itu.

Arkan nampak menoleh sejenak ke arah Auris, lalu mengalihkan tatapannya kembali ke jalanan "emang ." Sombongnya, membuat Auris sontak menyesali pujian yang dilontarkannya.

Gadis itu memutar mata malas. mengalihkan pandangan, melihat pemandangan jalanan yang memang ramai seperti biasanya.
Arkan yang melihat gadis itu kesal nampak bangga, entah mengapa pria itu menyukai ekspresi kesal milik Auris.

"Lo gamau turun?." Tanya Arkan yang sudah mendahului gadis itu keluar dari mobilnya.

Auris nampak terkejut, baru sadar mobil yang di tumpanginya baru saja berhenti bergerak.
Gadis itu melihat pemandangan sekitarnya, bangunan di hadapannya itu tampak seperti salon atau sejenisnya.

"Ngapain ke sini?." Tanya gadis itu.

"Gue udah bilang make up lo jelek ." Sahut Arkan. Tak sepenuhnya benar, sebenarnya make up milik Auris nampak segar di pandang, hanya saja gadis itu terlalu natural, padahal make up nya kali ini untuk perform.

Auris menyebikkan bibir kesal. Mengikuti langkah kaki pria yang mulai menjauh masuk ke salon itu.
Gadis itu melihat pria yang sedang berbicara dengan seseorang entah membicarakan apa.

"Oh ini anaknya ?." Tanya tante itu menatap Auris, gadis yang tidak tau apa-apa itu hanya mampu tersenyum, sembari meminta penjelasan dari Arkan, sedangkan pria itu hanya mengangguk seakan berkata "percaya sama gue "

Tapi jujur saja pria di hadapannya ini terlihat sukar untuk di percaya.

Arkan menunggu gadis itu di dalam mobil yang sengaja tidak di kunci, wanti-wanti jika gadis itu selesai maka dia bisa langsung masuk tanpa adegan terkunci di luar.
Pria itu mulai lelap dalam dunia mimpi. Dan benar saja Auris yang sudah selesai dengan acara make up nya tidak mengalami adegan terkunci di luar.

"Heh bangun lo !." Perintah Auris yang tiada rasa kasihan melihat pria yang sudah berusaha bangun pagi untuknya, tanpa Auris sadari.

Auris memandang wajah pria itu. Memang jika tidur wajahnya sangat tenang, tidak lagi memperlihatkan sisi menyebalkan miliknya.
Tak di sangka pria yang biasanya susah bangun itu malah membuka matanya, terkejut buru-buru memposisikan tubuhnya.

Auris malu. Mengalihkan pandangannya "gue tadinya mau bangunin lo ." Gugup gadis itu.

"Gue kira lo setan ." Cetus asal Arkan yang kembali membuat gadis itu kesal.
Sebenarnya pria itu sangat terpukau dengan perubahan Auris.
Sekarang bibirnya nampak pink dengan polesan lipstik natural, juga pipinya yang nampak merona, rambut panjangnya yang di buat gelombang di ujungnya.
Sangat cantik, membuat mata Arkan tak letih memandang, hanya saja gengsi pria itu terlalu tinggi.

"Nih buat lo ." Pria itu memberikan sandwich yang sengaja di belinya tadi.

"Gue tau lo belom makan ." Lanjutnya yang kembali menegerti tatapan dari gadis di sampingnya.

Auris tersenyum lebar "lo baik juga. Gue doain dapet pahala yang banyak ."

Arkan hanya membalas perkataan gadis itu tersenyum tipis. Dirinya kembali melanjutkan perjalanannya menuju sekolah, sekarang ini sudah pukul 9 berarti satu jam lagi menuju acaranya di mulai.

Lelah

Kalau kau sempat bersandar
Tak apa
Tenang sedikit, aku masih ada
Tak perlu kau ulur waktumu
Berpikirmu sungguh panjang
Jangan
Aku bukannya tak mau
Tapi tak bisa menunggu
Mau kalau ku hilang ditelan waktu

-27 april

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang