8

28 6 0
                                    

Aku enggan
Mereka bisa saja mulai bosan
Perlahan sendu
Sembilu yang merasuk merindu
Katakan apa saja
Sehingga nestapa tak lagi hinggap menjelma
Aku lelah
Dengan diriku yang melulu
Sayu

"Five....six..... ." Suara terdengar di setiap sudut lapangan. Speaker dengan lantunan musik hip- hop tampak mendominasi suara yang tadinya hanya hening.

"Ris tangan lo salah ." Interupsi Vinia, membuat gadis itu buru-buru memperbaiki gerakannya.

Vinia menghela napas "Ris, kaki lo salah. Udah berapa kali gue suruh ulang gerakan basic di rumah." Auris masih berusaha mengikuti gerakan di hadapannya. Sepertinya pikirannya sedang tidak fokus hari ini.

Gadis itu mengangkat tangannya "gue izin kamar mandi ." Sahutnya, lalu pergi setelah melihat anggukan dari vinia.

Vinia menatap kepergian Auris intens. Gadis tujuh belas tahun itu tidak seperti biasa, pikirnya.

Auris membasuh wajahnya, membenarkan letak ikat rambutnya yang tadinya kendor.

"Mike ." Panggil sebuah suara yang membuat Auris reflek mencari sumbernya.

Di depan mushola tatapan gadis itu jatuh kepada orang yang baru-baru ini memenuhi pikirannya. Di sana ada Mike dan gadis yang tidak di kenalnya.

Auris merasakan tidak enak di dada nya, perasaan yang dulunya tidak pernah Ia rasakan. Rasa sedih atau sesak yang sepenuhnya tidak Ia ketahui tepatnya.

Gadis itu masih sering mengikuti Mike ke mushola, masih sering mengintip di celah pagar tempat latihannya.
Kalau kalian pikir pembicaraan singkat dengan Mike yang pernah Auris lakukan membuat mereka dekat, maka itu salah. Mereka masih sama, masih seperti dua orang yang asing, yang baru saja mengenal hanya melalui percakapan singkat dan tidak jelas statusnya.

Mike mengalihkan pandangannya. Gadis pengganggu yang beberapa waktu lalu sering mengikutinya menjadi objek tatapannya sekarang ini.
Auris yang mengetahui tatapan mata Mike ke arahnya, mendadak jengah. Buru-buru pergi kembali ke lapangan.

"Gue gamau lagi ada kesalahan pas perform. Kalian harus rajin ulang materi di rumah." Vinia berbicara panjang. Yang diberi anggukan oleh seluruh anggota Aurora.
Mereka sekarang ini sedang duduk melingkar, sudah selesai latihan beberapa menit lalu.

"Kalian boleh balik." Ucap Vinia yang membuat Auris buru buru mengambil tasnya. Lalu melenggang seusai berpamitan dengan semua temannya.

Akhir-akhir ini gadis itu merasa mood nya naik-turun. "Kakak." Panggil suara kecil membuat Auris menoleh.

"Loh Noel ngapain disini?." Tanya Auris yang tidak wajar melihat anak itu disini.

Auris terdiam sejenak "nama kakak Auris ." Ucap gadis itu, mengingat dirinya belum sempat berkenalan dengan anak yang lagi-lagi membuat mood nya naik.

Anak itu mengangguk "kak au." Jawabnya membuat Auris sontak tertawa. Mengapa tiba-tiba namanya terdengar seperti lolongan srigala.

"El balik !." Arkan berkata, entah muncul dari mana.

Auris menoleh "hehe hai." Sapanya.

Arkan tidak menggubris, membuat Auris mencebikkan bibirnya kesal. "El balik !." Ulangnya menyuruh anak kecil di hadapannya cepat-cepat naik ke boncengan motornya.

Noel tidak menghiraukan "bang ayo anter kak Au." Ucap anak itu lagi-lagi membuat Auris tertawa, namanya jadi terdengar lucu.

Auris tidak menolak ucapan anak itu. Malah sangat setuju, dirinya dapat menghemat uang saku yang pertengahan bulan ini mulai menipis saja.

Arkan menggelengkan kepalanya "Ga." Jawabnya singkat serentak membuat Auris dan Noel cemberut.

Mata Anak 5 tahun itu mulai berkaca-kaca "Ok ." Lanjut Arkan kemudian seakan mengerti keadaan. Dirinya hanya malas saja jika mesti mendengar suara tangis menggelegar milik adiknya.

"Yey ." Seru gadis 17 tahun itu senang.

Arkan menatap tajam gadis di hadapannya yang malah cengar cengir tidak jelas "lo rese."

Auris tidak menggubris, semakin melebarkan senyumnya "makasih ya. Tau aja lo gue ga ada ongkos pulang ."

Arkan menoleh serasa menahan umpatan yang siap meluncur keluar mulutnya, untung saja dirinya masih ingat ada Noel disini.

Auris naik di boncengan milik Arkan setelah membantu Noel untuk duduk di tengah-tengah keduanya.
"Ck.. sialan ." Gumam Arkan yang sedari tadi mendengar celotehan asal dua orang di belakangnya. Sebentar lagi pasti ada omongan tidak benar mengenai dirinya dan gadis di belakangnya.

Arkan terlebih dulu mengantarkan Noel pulang, setelahnya mengantarkan gadis di belakangnya.
Setelah Noel tidak ada sepanjang perjalanan Auris hanya dapat berdiam diri, laki-laki di hadapannya ini enggan memulai pembicaraan di antara keduanya, sedangkan Auris tidak mau nantinya ucapannya hanya di oh ria oleh pria itu.

Pria itu sedang sibuk berkutat dengan jalanan ramai di depannya "shit." Gumam pria itu membuat Auris ikut menatap pemandangan di hadapannya, Dimana polisi lalu lintas sedang mengadakan razia.

Motor yang ditumpangi Auris perlahan memelan "kenapa?." Tanya Auris yang tidak mengerti keadaan.

"SIM." Sahut pria itu singkat.

Auris bingung dengan ucapan singkat pria itu "lah emang ngapa ?."

"Ketinggalan ." Sahut pria itu lagi. Sekarang sudah memberhentikan motornya, pasalnya jalan ini satu arah, dirinya bingung memikirkan cara penyelesaian.

"Halah gampang, Lo turun gih !." Perintah Auris.

Membuat Arkan sangat aneh, tiba-tiba saja mau mengikuti ucapan gadis di hadapannya. "Gue yang boncengin." Sahut gadis itu.

"Emang bisa ?." Pria itu berucap bernada tidak yakin.

Auris tampak berpikir "bisa ." Gadis itu bersemangat ketika sendirinya tidak yakin.

Mereka akhirnya dapat terbebas dari serangan tilang, sebenarnya pamor Arkan sedang turun sekarang ini, bagaimana tidak dirinya dibonceng oleh seorang perempuan.
"Rumah lo mana?." Tanya Arkan masih dengan nada datar.

Auris menelan ludahnya "fajar indah ."

Arkan nampak berpikir, sepertinya dirinya tidak asing dengan daerah itu. Beberapa waktu kemudian menepuk jidatnya kesal, bagaimana dirinya bisa melupakan fakta bahwa gadis di hadapannya dengan temannya adalah sepupu.

"Lo gak belok kanan?." Tanya Arkan yang melihat belokan arah fajar indah dengan santainya dilewati oleh Auris.

Auris meringis "gimana ya. Itu.... bukan, jadi.... gini ."

Arkan menaikkan alisnya "hm."

"GUE GABISA BELOKIN NI MOTOR ."Auris menepikan motor yang dikendarainya.

Arkan turun dari boncengannya. Sudah berusaha menahan tawanya sejak tadi, dirinya gengsi untuk memperlihatkannya.

Pria itu mengalihkan pandangannya "ck.. gue malu." Sahut Auris menutup wajahnya.

Pria berusia 17 tahun itu tidak kuasa lagi menahan tawanya. Membiarkan tawanya memenuhi sudut ruko yang sedang tutup itu.
Auris menatap takjub. Dirinya melihat sisi lain dari pria di hadapannya itu.
Tidak lagi seperti Arkan yang dingin dan cuek. Membuat gadis itu menarik sudut bibirnya, tersenyum.

-25 april


AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang