2

49 9 2
                                    

"Lo udah dapet apa aja Ris?." Tanya vanya yang sedari tadi melihat Auris tengah sibuk dengan ponselnya.

Mereka berdua tengah duduk manis di coffe shop di depan sekolahnya. Keduanya bersantai sembari menunggu waktu latihan, sedangkan Jesi pulang mengambil kaos yang tertinggal.

"Namanya Michael viorentino, panggilannya Mike. Kelas mipa 2 ." Terang Auris sembari menyeruput cappuccino dengan Cream yang sangat banyak kegemarannya.

"Itu mah informasi dari jesi. Lainnya gak ada?."

Auris tersenyum miring memperlihatkan layar hpnya "akun instagramnya."

Vanya menggelengkan kepala heran "gercep banget si lo."

"Cih. Beginian doang udah bakat gue." Auris mengipas-ngipaskan tangannya menyombongkan diri.

Tak lama ponsel vanya berdering, memperlihatkan layarnya yang bergambar ice bear.

"Halo. Apa vin?"

"Apa vin, apa vin. Latihan bego"

"Nge gas amat"

"Buruan, lo bertiga telat awas aja"

"Kenapa?." Tanya Auris yang melihat vanya tersenyum setelah mengangkat teleponnya.

"Si vinia. Kita disuruh balik ."

"Lah baru juga sebentar. Mumpung wifinya kenceng ini ." Auris enggan berpaling dari ponsel yang sejak tadi berada di genggamannya. Memang efek miskin kouta.

"Latihan bego. Mau di tampol vinia lo?."

Auris menghela napasnya "yah."

Suasana SMA pelita mulai sepi. Wajar sudah jam pulang sekolah, hanya menyisakan beberapa ekskul sesuai jadwal latihan mereka.
Auris dan vanya baru saja kembali dari ruang ganti. Mengganti seragam putih abu abunya dengan kaos biru bergambar awan.

BRUK...
Tubuh Auris limbung ditabrak seseorang dari belakang. Untung saja dirinya bisa menyeimbangkan tubuhnya seperti model papan atas, setidaknya tidak berakhir nyungsep dan memalukan.

"Mas nggak diajarin cara minta maaf ya?." Sarkas Auris melihat si pelaku terus saja melangkahkan kakinya tidak peduli.

Pria tadi menoleh "badan lo gede, menuhin jalan." Auris tertohok kenyataan. memang akhir akhir ini ia berusaha untuk diet, sayangnya jiwa barbar makan nya menolak usahanya.

Pria tadi melanjutkan jalannya, setelah melihat Auris kicep. "Ris itu Mike kan?." Tanya Vanya mengingat-ingat foto yang diperlihatkan Jesi tadi di kantin.

"Hooh, Mulutnya pedes bats kek cabe." Auris masih menatap punggung yang mulai menjauh dari tatapannya.

"Van lo kumpul gih. Nanti ijinin gue lagi pergi sebentar, makasih." Lanjut Auris cepat.

"Mau kemana lo?."

Auris tersenyum "biasa."

"Lah Auris kemana Van?." Tanya Vinia yang melihat juniornya berjalan sendirian.

"Mbuntutin abangnya Jesi." Jawab vanya gamblang. Membuat seluruh anggota Aurora menoleh. Mungkin sekarang ini Auris tengah mengumpat kepada sahabatnya itu.

Disisi lain........

Mike memberhentikan langkahnya "dari tadi kaya ada yang ngikutin gue?." Tanyanya berkata kepada diri sendiri.

"Jangan sampek si cabe tau gue ngikutin dia ." Auris berkata pelan, sedang bersembunyi di balik tembok.

"Tu cowok mau kemana sih?." Auris bertanya-tanya kembali mengikuti langkah kaki pria yang terpaut beberapa jarak didepannya.

"Waduh mushola. Bisa ibadah juga tu orang ." Batin Auris melihat Mike baru saja masuk ke dalam mushola setelah sebelumnya sibuk wudhu di depan mushola.

Auris mengintip lewat jendela mushola. Dirinya enggan untuk masuk, bagaimana kalau dirinya ketahuan sedang menguntit. untung saja otak cerdasnya masih dapat bekerja di keadaan yang mendesak semacam ini.

"Tara pinjem mukena lo."

Gadis yang kebetulan tengah duduk di depan mushola menolehkan kepalanya, "saya kak?." Tanyanya polos.

"Iya. Siapa lagi yang namanya Tara?." Auris mulai kesal dengan adik kelasnya itu.

"Tapi kak nama saya Tesa." Jleb Sekarang Auris tengah malu, tapi dirinya tidak mau imagenya yang buruk akan bertambah buruk.

Auris meratapi kebodohannya lagi dan lagi, " halah Tara sama Tesa beda dikit." Pembelaan yang alakadarnya milik Auris.

Tesa yang memang gadis polos dan pendiam itu memilih buru buru memberikan mukenanya. daripada harus berurusan dengan Auris yang memang terkenal mengikuti geng aurora dimana masalah salah satu anggota menjadi masalah mereka bersama.

"Kelas lo dimana?."

"10 a kak." Jawab Tesa takut-takut.

Auris menatap gadis yang sedari tadi menunduk di hadapannya "Tenang gue gak gigit. Besok pas istirahat gue balikin." Tesa enggan menjawab, hanya tersenyum mengangguk sebagai jawaban.

Auris melangkahkan kakinya, membuka pintu mushola yang membuat semilir AC menggelitik di ceruk leher Auris.
Auris duduk di sudut mushola, setelah sebelumnya sudah memakai mukena milik Tesa.

Auris mengedarkan pandangannya setiap sudut mushola "nah tuh ketemu." Bersorak senang dalam hati. Setelah melihat pria yang dari punggungnya saja sudah dapat Auris kenali.

"Lo ngapain disini?." Suara berat mengintrupsi kesibukan Auris. Badannya menegang, tidak dapat dipercaya masih ada yang mengenalinya ketika Auris bahkan menutup hidung dan mulutnya menggunakan mukena yang dikenakannya.

"Noleh gak ya?." Batin Auris tengah berpikir.

Auris memutuskan untuk menoleh "LO NGIKUTIN GUE?." Teriaknya membuat beberapa pasang mata menoleh ke arahnya. buru-buru pria di hadapannya menutup mulut barbar milik Auris.

"Gila aja, sebegitu gabutnya gue di mata lo?."

Pria tadi hanya menggelengkan kepala menyadari tingkah adik sepupunya. "Gue cuma mau tanya ngapain lo di tempat sholat cowok?."

Beberapa detik mengumpulkan kesadaran. Auris membelalakkan matanya, susah payah menelaah pernyataan sepupunya.

"Malu gue." Bisik Auris.

"Bego si. Biasanya lo gapunya malu." Aksel berkata. Membuat Auris menyentil jidatnya. Aksel mengaduh pelan, mengingat dirinya masih ada di tempat ibadah.

Auris berjinjit melangkah kecil menuju pintu keluar, sangat malu mengerti kenyataan bahwa Auris salah masuk pintu. Kenapa jiwa kebodohannya memuncak ketika sedang begini, pikirnya kesal.

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang