5

40 8 2
                                    

Pagi hari di hari senin nan cerah. Seperti biasa Auris memoleskan bedak tipis ke wajahnya, menggunaka lipbalm di bibirnya. Rambutnya di kuncir separuh di bagian kanannya, sedangkan helai yang lain di biarkannya tergerai.
Auris mengenakan pakaian putih abu-abunya, lalu mengambil hodie kebesaran berwarna maroon di lemarinya.

"Buruan lo Ris!." Perintah Aksel.

"Ck. Bentar ." Sebal Auris dibuat tergesa- gesa. Buru-buru dirinya mengambil asal buku di raknya, enggan menyusun jadwal.

"Lo gak sarapan dulu apa?." Tanya Auris yang sudah turun menghampiri Kakak sepupunya. Mulut auris sedang mengunyah roti yang sempat disambarnya dari meja makan.

"Makan di tempat pak Roni."

"Tumben pagi bat ." Auris menyinggung kebiasaan Aksel yang sangat jarang dapat bangun sepagi ini.

"Gue mau ke tempat kirana ."

Auris memutarkan bola matanya malas "pantesan." Ketusnya.

Aksel memilih diam, melajukan motor hitamnya membelah jalanan ibukota. Ada baiknya juga kakaknya itu menginap di rumahnya, Auris bisa menghemat uangnya untuk membayar angkutan umum.

"Gue ke tempat kirana dulu." Kata Aksel memberhentikan motonya ketika sudah tiba di SMA mereka berdua.

Auris turun dari boncengan Aksel "Hm ." Jawabnya singkat.

Perlahan motor hitam Aksel kembali membelah jalanan ibukota. Auris menatap suasana sekolahnya yang tampak masih sepi.

"Tumben nggak telat neng ." Pak satpam menyambut kehadiran Auris yang nampak berbeda dari biasanya. Bedanya kali ini dirinya tidak terlambat.

Auris menatap satpam sekolahnya sembari tersenyum bangga, memperlihatkan jempolnya. Lalu kembali melangkahkan kakinya menuju kelas, sedikit melompat-lompat seperti kebiasaannya setiap hari. Terkadang beberapa pasang mata menatapnya aneh karena kebiasaannya itu.

Tak lama matanya menangkap sosok laki-laki yang beberapa hari belakangan ini memenuhi pikirannya. "Mike ngapain di situ." Gumam Auris melihat saudara Jesi yang tengah berdiri di depan kelasnya, memasukkan tangan nya kedalam kantong.

Auris melangkahkan kakinya. Menggunakan hoodie guna menutupi wajahnya, masih pagi dan dirinya enggan di introgasi seperti kemarin.
Apalagi jika nantinya terlihat bodoh.

Auris melangkahkan kakinya pelan. Nampaknya pria yang berada di depan kelasnya itu tak menyadari kedatangannya. "Lo gabisa kabur sekarang ." Mike berujar, tatapannya masih mengarah ke lapangan.

"Emm... apa?." Tanya Auris polos.

"Ngapain lo kemaren di situ?." Tanya Mike penuh selidik menoleh ke arah Auris.

Auris mengalihkan tatapannya "Orang cuma lari pagi." Jawabnya singkat.

Mike menyeringai "ck. lari pagi pake ngintip segala."

Auris menggaruk tengkuknya yang tak gatal, Memikirkan jawaban "ga penting, lagian lo ngapain kepo banget sama kegiatan gue ?." Tanya Auris tepat sasaran. Dirinya sedang berseru senang, mengingat tumben sekali ia lebih cerdas dari biasanya.

Mike mengalihkan tatapan dari wanita di hadapannya. "Kenapa juga gue kepoin ni cewek?." Batinnya heran kepada diri sendiri. Tapi gengsi jika harus kalah dengan perdebatan kecil seperti ini, sungguh tidak seperti Michael viorentino yang biasanya.

Mike menghembuskan napasnya "apapun yang ada sangkut pautnya sama gue, itu juga masalah gue." Jawabnya dingin seperti biasa. Padahal dalam hati Mike sudah senang tak terkira hanya karena bisa membalas mulut cerewet cewek di hadapannya.

Auris menatap tajam pria dihadapannya "ga penting ." Ketus Auris melangkah masuk ke kelasnya. Tapi langkahnya terhenti karena Mike menarik rambutnya yang tergerai, Membuat gadis tersebut mengaduh.

Memukul tangan Mike yang masih setia menempel di rambutnya "ini ngerapiinnya lama njir."

"Mulut lo pedes." Sahut Mike entah mengapa sekarang keluar dari pembahasan sebelumnya.

"Sendirinya ga sadar ." Menjawab melangkahkan kakinya, meninggalkan Mike yang sekarang sedang tersenyum menatap punggung gadis yang menjauh dari tatapannya.

Auris mendudukkan bokongnya di bangku paling belakang. Dirinya masih belum percaya bisa seberani itu dengan Mike, sangat bangga dengan peningkatan yang dibuatnya. Setidaknya Auris tidak terlihat seperti orang bodoh khusus di hadapan Mike.

Suasana sekolah mulai ramai. Auris sudah selesai menyalin tugas matematika minat yang belum di kerjakannya. "Ris gue pinjem matematika lo ." Vanya terengah-engah menghampiri Auris.

"Abis ngapain lo. Tumben telat ?." Tanya Auris yang tak digubris gadis di hadapannya.

Vanya merampas paksa buku tugas milik Auris "Ban motor gue bocor." Jawabnya buru-buru menyalin mengingat sebentar lagi upacara bendera dimulai.

Upacara bendera hari senin akan segera dimulai. Di harap kepada siswa yang masih di kelas segera turun ke lapangan

Suara dari speaker kelasnya membuat Vanya semakin mempercepat kegiatan menulisnya.

Sedangkan Auris santai mengambil topi upacaranya, meninggalkan Vanya yang tengah sibuk menyalin tugas Matematika. " jahat lo Ris." Vanya berseru membuat Auris tersenyum berhasil. Auris memang berniat balas dendam karena ulah mulut ember vanya.

"Itu abang lo kan Ris?." Tanya Vanya yang memilih meninggalkan pekerjaan menyalinnya, pilihan bagus dari pada harus diseret BuSap sampai lapangan.

"Hooh. Biarin aja dihukum, paling juga telat." Auris menjawab tidak peduli.

"Durhaka bat lo jadi adek. Bukanya kalian berangkat barengan ya?."

Auris memainkan rambutnya "dia ke tempat pacarnya tadi." Jawab Auris membuat Vanya membentuk mulutnya seperti huruf O.

"Stt.. Ris ." Sekarang Jesi menyikut lengan Auris yang sekarang sedang tumben- tumbennya memperhatikan amanat sangat serius. Auris sampai heran mengapa teman-temannya ini selalu menghancurkan image serius yang susah-susah dibangunnya.

"Napa?." Jawabnya pendek.

"Mike dari tadi ngeliatin lo ." Terang Jesi berbisik yang memang sedari tadi mulai tidak nyaman dengan tatapan tajam milik Mike.

Auris menolehkan kepalanya ke belakang, mata bulatnya bertemu dengan mata tajam milik Mike, tapi tidak membuat pria tadi mengalihkan pandangannya "Perasaan lo aja." Singkat Auris. Yang aslinya sedang bangga dan teramat bahagia.

Jesi mendengus heran "masa sih?." Tanyanya kepada diri sendiri. Meninggalkan Auris yang diam- diam tersenyum mengingat tatapan singkat nya dengan Mike beberapa waktu lalu.

Vanya yang berdiri di samping Auris tak sengaja melihat sahabatnya tengah tersenyum ketika tidak ada hal lucu apapun di hadapan mereka.
"Auris kumat." Gumam Vanya menggelengkan kepalanya.

Mike memang beberapa kali memikirkan Auris. Tapi dirinya masih tidak percaya tentang perasaan Cinta. Mungkin hanya penasaran yang entah nantinya menjelma menjadi apa.

lo itu ganggu banget
-Michael viorentino

Tunggu aja. Sebentar lagi cepat atau lambat gue bakal dapetin lo
-Auristela arabelle

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang