19

22 4 0
                                    

"Gue ketinggalan apa?." Tanya Auris polos.
Matanya menatap ngeri melihat pelipis Arkan yang mengeluarkan darah, sedangkan Mike malah menunjukkan tampang psikopat.

"Lo gapapa?." Tanya Auris kepada Arkan yang tubuhnya masih menyentuh lantai.

Auris menatap pria itu khawatir "jangan gerak dulu ." Perintahnya menatap pecahan vas bunga yang bisa saja menggores tangannya.

Gadis itu menyingkirkan pecahan vas tersebut, membersihkannya sampai benar-benar tidak tersisa.
Dengan susah payah tubuh Arkan bangkit, menatap tajam pria yang masih bangga akan kemenangannya.

"Ris gue mau lo jadi pacar gue ." Celetuk Mike menggantung membuat gadis itu menatapnya heran "gue tau lo suka kan sama gue ." Lanjutnya memang tepat sasaran.

Auris termanggu menatap Arkan yang sekarang sama tengah menatapnya. Entah mengapa gadis itu seakan meminta pendapat pria di depannya, dirinya mendadak tidak bisa mengambil keputusan.

Arkan hanya menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa di mengerti maksudnya.

"Gue..... ." Gadis itu melayangkan pernyataan tapi buru-buru dipotong oleh Mike. "Besok gue jemput lo ." Sambungnya tidak menerima ucapan gadis itu.

Mike melenggang, mengendarai motornya pergi. Auris masih menatap Arkan bingung tatapannya seakan bertanya "gue harus apa ". Tapi lelaki itu masih bungkam.

"Gue harus apa?." Tanya Auris yang sedang duduk menikmati biskuit coklatnya, meskipun begitu Arkan lah yang lebih dominan menghabiskan biskuitnya, benar seperti dugaan gadis itu.

Arkan menyesap tehnya seperti biasa "bukannya lo suka dia ?." Tanya Arkan memang tepat pernyataan singkatnya.

"Ya emang, Tapi gue bingung. Kalo menurut lo gue terima atau nggak ?."

Pria itu menaruh cangkirnya "nggak ." Jawabnya singkat.

"Loh kenapa ?." Tanya Auris tidak terima dengan pendapat pria itu.

"Kan bener lo ga bakal nerima pendapat gue. Emang sebenernya lo ga butuh pendapat, terima aja kalo emang suka."

Auris terdiam pria di hadapannya memang benar, gadis itu bahkan menolak pendapat Arkan. Dirinya memang menyukai Mike tapi entah mengapa malah bingung dengan dirinya sendiri.

Gadis itu nampak berpikir "oke gue terima ." Cetusnya. Tiba-tiba Pria yang sedang menyemil biskuit coklat itu tersedak, buru-buru Auris memberikan teh untuknya.

"Btw lo udah belajar buku yang gue kasih ?." Tanya Auris mengalihkan pembicaraan.

"Udah. Gue belajar otodidak ." Jawab pria itu. 

"Coba lo mainin lagu !." Perintah gadis itu, memberikan gitar yang berada di sampingnya.

Pria itu mulai memainkan lagu milik fortwenty kesukaan Auris, gadis itu tak bosan-bosannya menatap setiap dawai yang dipetik pria itu, apalagi suara merdunya yang enak di dengar.

"Udah lo ngeliatinnya ?." Tanya Arkan membuat gadis itu terkejut, bodohnya dia tidak tau Arkan sudah menyelesaikan lagu yang di nyanyikannya.

Auris mengalihkan pandangannya salah tingkah "eh lo udah bisa. Ngapain masih minta gue ajarin ?." Gadis itu berpikir heran. Kalau di pikir pria itu sudah lihai menggunakan kelima jarinya, sangat tidak mungkin bagi pemula.

Arkan terdiam "emang gue udah bisa ." Pernyataan dari Arkan membuat gadis itu menatapnya penuh tanda tanya. Pasalnya dirinya meminta Auris mengajarinya, lalu apa maksudnya itu, memang tidak bisa dengan mudah di mengerti.

"La terus ngapain lo minta gue ajarin. Ga jelas lo jadi orang ." Kesal Gadis itu menatap pria yang malah cengar-cengir mendengar omelannya barusan.

"Terserah gue ." Singkat pria itu. Membuat Auris buru-buru melayangkan tangannya ke kepala pria itu.

"Psikopat lo ." Ringis pria itu. Membuat Auris sadar sejak tadi melupakan luka di pelipis pria di hadapannya.

"Gue lupa, bentar gue kasih obat merah ." Sahut gadis itu kemudian pergi mencari kotak p3k nya. Entah mengapa dirinya merasa sering menyiksa pria itu.

"Kok lo bisa berantem sama Mike sih ." Auris mengalihkan percakapan, memang dirinya sejak tadi sudah menahan lontaran pertanyaan itu dari mulutnya, hanya saja diurungkannya setiap menatap wajah Arkan yang seperti enggan untuk membahas kejadian tadi.

"Gue cerita lo juga ga bakal paham ." Jawab nya singkat. Gadis yang termakan penasaran itu sudah melipat bibirnya meminta keadilan.

"Gue ga se bodoh itu ." Belanya.

"Salah. Emang lo se bodoh itu ." Ralat Arkan yang membuat gadis itu dengan sengaja menekan luka di pelipisnya, mendengar ringisan Arkan merupakan sebuah kesenangan tersendiri bagi Auris.

"Kalo gitu lo jawab alasan lo minta gue ajarin gitar !." Perintah Auris teringat pria itu tidak menjawab pertanyaan sebelumnya.

Arkan tampak berpikir, memilih kalimat yang tepat digunakan "lama lo ." Sungut gadis itu malah membuat Arkan terkekeh, memang Kebiasaan gadis itu yang tak suka menunggu.

"Gue minta lo ajarin karena gue mau ." Jawabnya nampak senang menatap kekesalan gadis di hadapannya.

"Karena mau pala lo ." Sungut gadis kesal kembali membuat Arkan sudah tertawa bahagia. Entah wajah kesal gadis itu sangat membuat moodnya naik tinggi.

"Kalo gue bilang emang lo bakal paham ?." Tanya pria itu sama seperti pertanyaan sebelumnya, sungguh terdengar meremehkan di telinga Auris.

"Gue yakin gue bakal ngerti ." Ucapnya yakin.

"Kalau gue bilang karna mau deket lo ?." Tanya pria itu serius, Auris sudah kicep tidak tau harus merespon seperti apa.

"Ngaco lo ." Gugup Auris yang malah di balas senyum oleh pria itu.

"Gue mau balek ."

Auris menoleh ke luar rumahnya "masih hujan ."

"Emang sengaja gue mau main air ." Cetus asal Arkan, Auris menatapnya aneh.

"Ga jelas lo ." Sungut gadis itu yang tidak di hiraukan oleh Arkan, pria itu malah mengambil kunci motornya. Menyalakan mesin motor itu lalu pergi, Auris menatapnya penuh tanda tanya "sesuka itukah Arkan dengan hujan ?" Batin gadis itu bertanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang