17

24 4 0
                                    

Mata gadis itu mengerjap beberapa kali. Hari libur ini Auris awalnya berniat pergi ke rumah Arkan untuk mengajarinya bermain gitar.
Tapi malah efek otaknya yang pikun, dirinya jadi tersesat di tempat yang sangat asing untuknya.

"Lah gue dimana. Ini masih di bumi kan ." Celotehnya Asal. Menoleh ke kanan dan kiri seperti mencari petunjuk, tapi memang tidak sesederhana mencari jejak ketika kemah, membuat kesulitannya berkali- kali lipat bertambah.

Gadis itu membuka laman chat nya. Mencari bantuan, lebih tepatnya memaksa bantuan.

Auris: ARKAN 😣

Arkan: hm?

Auris: lo cuma hm doang. Gue kesasar nih:(

Arkan: oh

Sepertinya Auris salah meminta bantuan kepada pria itu. Pasalnya tujuan awal gadis itu memang rumah Arkan, tidak mungkin dirinya meminta tolong kepada vanya atau jesi.

Disisi lain pria yang awalnya sedang bermain ps di kamarnya menggerutu kesal. Gadis itu selalu menyusahkannya, tapi dirinya juga tidak bisa menutup kekhawatiran akan keselamatan gadisnya.

Auris yang pasrah hanya terduduk di bawah naungan pohon mangga, menunggu kemungkinan baik yang akan datang. Lagi pula apa yang harus di khawatirkan, sepertinya tidak ada seorang pun yang berminat untuk mengganggunya.

Tiga puluh menit sudah berlalu, mata gadis itu menahan kantuk karena suasana yang mendukung. Langit cerah berawan dan semilir angin yang berhembus terasa di ceruk lehernya.

"Heh neng ngapain di situ. Sini sama om ." Auris langsung membuka matanya segar, suara horor apa yang dirinya dengar barusan, pikir gadis itu.

"Cantik cantik kok nggembel ." Jleb. Auris tertusuk dengan pernyataan preman di hadapannya. Bukan hanya Mike, Aksel, dan Arkan ternyata dirinya juga mendapat hujatan dari orang tidak di kenal.

Auris yang tidak pernah mengalami kejadian seperti ini hanya membisu tak tau harus berbuat apa.
"Sini sama Om ." Sahut preman itu lebih mendekatkan diri ke pada Auris, mencekal tangan gadis itu.

Gadis 17 tahun itu menahan napasnya, kali ini tangannya sudah mulai gemetar. "Eh mbak keluar kok cuma pakek bra ." Bohong Auris menunjuk arah di belakang 3 preman itu, serentak mereka menolehkan kepalanya.

Gadis yang tadinya mengantuk itu sudah kembali segar, berlari menjauhi kejaran para preman, mulutnya masih komat-kamit berdoa kepada Tuhan.
Apalagi jalanan di hadapannya hanya lurus, sulit untuk bersembunyi.

"nasib gue emang jelek apa gimana sih hari ini ." Ringis Auris kesal setelah beberapa saat yang lalu tersandung batu yang dengan santainya tergeletak di jalan sepi itu.

"Ngajak berantem ni bocah ." Preman itu menggertak, meremas tangannya. seperti ingin balas dendam.

Gadis yang tengah kebingungan itu memejamkan matanya, tangan preman yang mengejarnya sudah terarah hendak memukul puncak kepalanya.

Bruk...

Suara pukulan membuat Auris kembali membuka matanya. Matanya menatap Arkan yang tengah menghindar dari pukulan tiga orang berbadan besar di hadapannya.
"Yey Arkan." Teriak gadis itu girang.

"Mending lo bantu gue ." Ucap Arkan kewalahan. Kemampuannya tidak sebanding dengan tiga orang yang di lawannya, beberapa kali pria itu menerima pukulan yang membuatnya meringis.

Gadis itu menghela napas cepat "halah. Kalo si Mike, pasti bisa nih cuma beginian ." Sarkasnya membuat emosi Arkan memuncak.
Dirinya buru-buru menyerang semua lawannya dengan brutal, tidak segan-segan menendang sampai mereka semua kabur.

"Fu*ck ." Umpat Arkan begitu saja lolos dari bibirnya.

Perlahan salah satu dari mereka diam-diam menghampiri Auris yang tengah berlindung di balik motor pria itu. preman yang menghampiri Auris membawa balok kayu berukuran sedang yang hendak di pukulkannya ke kepala gadis itu.

Pria yang mengetahui maksud preman itu buru-buru menghadangnya, membuat dirinya harus menerima pukulan yang sakitnya tidak tanggung-tanggung.

Arkan mengistirahatkan tubuhnya terduduk di aspal. Napasnya memburu, sudah lama dirinya tidak beradu jotos seperti ini. Perih luka dirasakan di sekujur tubuhnya.

"Lo gapapa?." Tanya gadis itu menghampirinya, melihat memar di segala sisi badan pria itu.

Arkan mendengus "hm ." Jawabnya pendek. Lalu melangkahkan kakinya ke arah motor miliknya, diikuti Auris di belakangnya.

"Kok lo tau gue dimana ?." Auris masih penasaran bertanya.

Arkan sedang fokus mengendarai motornya "gue lacak hp lo ." Jawabnya singkat.

"Gue obatin ." Auris berkata. Sekarang ini mereka sudah di rumah Arkan, rumahnya sangat sepi. Memang pria di hadapannya sudah mengatakan jika keluarganya sedang pergi ke rumah neneknya di luar kota, karena memang mumpung hari libur.

Pria itu menggeleng " ga usah ." Tolaknya memilih langsung tiduran di sofa panjang di ruang tamunya.

"Ga usah gimana maksud lo. Lebam semua, lo ga bisa liat ?." Sinis gadis itu kesal.

Arkan memejamkan matanya. Tubuhnya yang tidak biasa melakukan hal ini menjadi sedikit terkejut.

Auris yang mengira pria itu sudah tertidur, secepat mungkin mencari kotak p3k dengan bantuan bibi di rumah Arkan pastinya.
Gadis itu mengoleskan obat ke lebam Arkan, bibir pria itu berkedut, membuat Auris yakin dirinya tengah menahan perih tetapi gengsi untuk memperlihatkan. Memang begitu tabiatnya.

"Makasih ." Sahut Gadis itu, dengan orang yang diucapi malah masih sibuk memejamkan mata.

"Halah, kita ga jadi belajar gitar lagi. Maafin deh, gue udah inget kok jalannya ke rumah lo. Lain kali gue yakin ga bakal nyasar kaya tadi, percaya deh ." Sahutnya panjang. Pria yang sebenarnya terbangun itu menahan dirinya untuk tidak mengatakan "percaya sama lo musyrik"

"Ya udah deh gue balek. Tenang ga usah lo anterin. Gue udah pesen taksi ." Gadis itu kembali berbicara sendiri, pria yang di tatapnya tengah malas menjawab ucapan brisiknya.

Gadis yang hendak pulang itu menemukan sebuah buku tulis di halaman rumah Arkan. Karena sedang buru-buru sebab sudah ditunggu oleh taksi, gadis itu langsung memasukkan buku tulis itu ke dalam tas kecilnya.

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang