15

21 4 0
                                    

Dering ponsel milik Arkan berbunyi, Untung saja tidak terlalu keras. Pria itu buru-buru menolak panggilan tersebut.
Sekarang ini di sekolahnya sedang berlangsung KBM (kegiatan belajar mengajar) yang membuatnya kesulitan untuk memegang benda persegi panjang yang tergeletak manis di laci mejanya.
Meskipun di SMA nya di bebaskan membawa ponsel, hanya saja jika sedang KBM pasti akan di tahan juga oleh guru.

"Pak saya izin ke kamar mandi ." Ucap Arkan sopan kepada pak guru yang sedang mengajar. Gurunya itu hanya mengangguk sebagai jawaban.

Nyatanya Langkah kaki pria itu tidak mengarah ke kamar mandi, malah ke arah rooftop sekolahnya.
Membuka ponselnya, terlihat notifikasi satu panggilan tak terjawab dari Auris.

Di sisi lain gadis itu sedang enak nya menyantap nasi goreng yang di belinya beberapa menit lalu. di sekolahnya memang sedang istirahat, jadi dirinya tidak sedang kabur pelajaran seperti biasa.
Dering ponselnya membuatnya berhenti menyantap makannya, sebenarnya sangat tepat, di mana makanan di hadapannya sudah habis tak bersisa.

"Halo ." Jawab gadis itu.

"Kenapa lo nelpon ?." Pria yang sedang bersandar di tembok rooftop bertanya to the point.

"Nanti pulang sekolah lo ke SMA gue !." Perintah Auris, dirinya sedang di tatap penuh tanda tanya oleh dua temannya, apalagi kalau bukan Jesi dan Vanya yang berjiwa penasaran tinggi.

"Kenapa?."

"Lo bilang mau belajar gitar. Kalo mau lo kesini kalo gak jadi ya udah ." Ucap suara dari seberang telepon, lalu menutup sambungan bahkan sebelum pria itu menjawab.

Arkan hanya menghela napas
menatap jam tangan hitam yang melingkar manis di lengannya. sebentar lagi istirahat kedua, mungkin dirinya lebih berniat menghabiskan waktu pelajaran yang tersisa sedikit ini dengan tiduran di rooftop.
Lagi pula pelajaran selanjutnya kimia dan fisika, otaknya sudah tidak bisa menerima siksaan yang bertubi-tubi.

"Siapa Ris ." Tanya Vanya yang sedari tadi menatapnya seakan ingin tau.

Jesi mengangguk yang artinya menanyakan hal serupa dengan Vanya.

Sedangkan gadis yang di tanyai tampak tidak peduli "ga penting ." Jawabnya singkat, sontak membuat kedua temannya menghembuskan napas seperti sudah tau jawaban ini yang akan mereka terima.

"Eh Ris ada Mike ." Sahut Vanya. Sekarang ini Jesi sudah kembali ke kelas. Sedangkan Auris masih menemani temannya itu minum teh tarik kesukaannya.
Pernah Auris merasakan teh kegemaran temannya itu, dan rasanya sangat aneh, entah mengapa temannya malah gemar meminumnya.

Auris mendekatkan wajahnya ke arah vanya "mana?." Tanyanya berbisik.

"Hp lo taruh di sini. Liat di layar nya ." Perintah Vanya menyuruh Auris melihat layar mati hpnya yang hanya terlihat warna hitam saja di mata gadis itu.

"Lah IQ lo rendah ris. Maksud gue tu si Mike di belakang lo ." Vanya masih berbisik, dengan tujuan pria di belakangnya tidak dapat mendengar.

"Lah susah-susah pake pantulan layar. Gini kan gampang ." Ucap Auris membalikkan badannya ke belakang. Membuat Vanya sadar, memang temannya itu tidak tau malu.

Pria yang merasa risih dengan tatapan gadis di belakangnya menoleh "ngapain lo cengar cengir ?." Ketus Mike menatap gadis yang sedari tadi memperlihatkan deretan giginya.

"Senyum juga HAM. Lo mesti gatau HAM, emang nilai hafalan lo burik ." Celoteh gadis itu menjawab.

Mike melipat tangannya "seenggak nya gue tau kesetimbangan asam basa. Lo mana bisa ."

Auris terdiam. Melupakan bahwa faktanya Ia adalah siswa Mipa yang membenci Mipa. Sudah jelas dirinya tidak tau materi kimia yang disinggung oleh pria itu.

Mike pergi, meninggalkan Gadis yang sedang menyesali otaknya yang jarang diasah.
Entah mengapa pelajaran tidak pernah dekat dengannya, terlebih lagi Kimia.

"Lo bilang mau ngajarin gitar ?." Tanya Arkan. Sudah satu jam yang lalu pulang sekolah, tapi gadis yang berkata akan mengajarinya bermain gitar malah sedang sibuk dengan buku pelajaran.

Gadis itu masih sibuk dengan buku paket tebal di hadapannya "gue ulangan kimia besok ." Sahutnya tidak menoleh sama sekali ke arah Arkan.

"Gue balek deh ."

Auris merentangkan tangannya. Menahan pria itu agar tidak beranjak dari tempatnya "jangan. Gue ga ada ongkos balek ." Auris dengan gamblangnya menjawab, pasalnya abangnya sudah pulang lebih dulu.

Mungkin jika Arkan sedang minum, dirinya akan langsung tersedak mendengar ucapan Auris. Ternyata baru sadar jika dirinya hanya di manfaatkan oleh gadis itu, tapi juga menahan tawa dengan segala tingkahnya.

"Hm. Gue tungguin ."

Tak berapa lama hujan turun deras, Auris yang sedang sibuk belajar di balkon gedung kelas 11 buru-buru mengemasi Buku nya agar tidak terkena tempias.

"Lo ga mau bantuin apa gimana sih ?." Sarkas gadis itu, melihat pria yang dengan santai menatapnya tanpa rasa iba sedikitpun. Padahal Airis sedang kesulitan mengumpulkan segala alat tulisnya yang berceceran.

Arkan menaikkan alisnya "kan lo ga minta bantuan ." Jawabnya singkat.

"Bodo amat ." Sinis Auris kesal. Arkan menaikkan bahunya heran, kembali menatap hujan yang semakin deras di hadapannya.

"Lo ga bawa jas hujan ?." Tanya Auris sembari memasukkan buku ke dalam tas hitamnya.

Arkan menoleh "bawa kayaknya. Nih pake jaket gue, motornya di basement."

Auris hendak menolak, tapi mengingat Arkan juga keras kepala. Jadi dirinya memilih menuruti setiap perkataan pria itu.
Gadis itu berlari-lari kecil masuk ke basement, hanya ada dua motor yang tersisa di basement.
Satu milik Arkan dan yang lainnya entah milik siapa. Wajar saja jam sudah menunjukkan pukul setengah 6, pantas jika sekolah mulai sepi.

"Jasnya cuma satu. Lo aja yang pake ." Ucap Arkan yang malah mirip dengan kalimat pemaksaan di banding kalimat berita.

Lagi-lagi hal tersebut membuat Auris nurut saja " yakin lo?." Tanya gadis itu berlagak peduli, tapi jujur memang ada rasa peduli di hatinya, mungkin karena gadis itu sudah menganggap Arkan sebagai temannya juga.

"Hm ."

Motor Arkan membelah jalanan kota yang mulai sepi, mungkin kali ini efek hujan deras.
Pemandangan sore itu tidak terlalu menarik, satu dua orang yang sedang melebarkan payung di atas kepalanya, satu dua lainnya sedang berteduh di bawah naungan atap ruko yang sedang tutup, dan sisanya sangat percaya diri membelah jalanan ibukota.



AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang