Sepulang ayahnya dari rapat dinas di Palembang, Supriyanto seolah-olah merasakan terjadi perubahan suasana di rumah mereka. Ayah membencinya, ibu menjauhinya, kakak mengacuhkannya. Keadaan itu berlangsung selama berbulan-bulan. Bahkan ketika ia naik kelas, Supriyanto menolak dirayakan. Ia merasa, kebaikan hati mereka itu tidak berdasarkan hati yang ikhlas. Supriyanto juga tidak menuntut hadiah.
Dari hasil menabung sisa uang sakunya, ia kemudian merayakannya sendiri bersama beberapa orang teman di luar rumah. Mereka merokok sebanyak-banyaknya, menenggak minuman keras sampai ada yang mabuk, dan saling tukar cerita mengenai pengalaman mereka dengan pacar masing-masing.
Usai perayaan itu, Supriyanto mengajak teman kencannya Ossy pulang. Kebetulan di rumah si gadis tak ada orang, kecuali pelayan. Orang tua dan saudara-saudaranya pergi menghadiri jamuan keluarga. Ossy mengatakan kepalanya pening dan ia mau muntah.
"Kau terlalu banyak minum tadi," kata Supriyanto mencela. "Obatnya, guyur dengan air kemudian tidur."
Ia mengantar Ossy ke kamar mandi. Setelah berada di dalam, Ossy melarang Supriyanto meninggalkannya.
"Bantulah aku mengguyurku sampai pening-pening ini hilang..." katanya.
Supriyanto memenuhi permintaan gadis itu. Ossy menjerit-jerit gembira, kemudian balas mengguyur Supriyanto. Dalam sekejap, pakaian keduanya sudah basah kuyup. Ossy nekad menanggalkan pakaiannya. Tinggal celana dalam saja, karena rupanya ia tidak memakai beha.
Melihat kebugilan gadisnya, darah muda Supriyanto melonjak-lonjak penuh birahi. Tanpa dapat menahan diri, ia memeluk gadis itu, menciuminya bertubi-tubi. Ossy mulanya kaget, tetapi kemudian pasrah. Malah pelan-pelan ia menanggalkan pula pakaian yang melekat di tubuh Supriyanto.
Persentuhan kulit tubuh mereka seakan bersentuhnya api dengan api. Ossy mengerang ketika tubuhnya diseret Supriyanto rebah di lantai kamar mandi. Kecelakaan yang sebelumnya tidak dikehendaki, sudah membayang di depan mata. Ossy benar-benar sudah lupa diri.
Supriyanto gemetar. Birahinya makin menjadi. Pelan-pelan ia copot sisa pakaian yang melekat di bagian bawah tubuh gadisnya. Dan ketika itulah ia melihat genangan air di lantai kamar mandi telah berubah menjadi merah. Supriyanto terlompat kaget.
"Kau terluka, Ossy!" desahnya, ketakutan.
"Apa?"
Ossy masih terpejam, menanti. Tetapi jelas wajahnya kelihatan pucat.
"Kau berdarah! Lihat! Kau mengeluarkan darah..."
Barulah Ossy membuka matanya, dan melihat ke lantai di sekitar pahanya. Ossy terkejut, buru-buru bangkit. Ia menggapai handuk menutupi tubuh telanjangnya sambil memaki tak tentu alamat:
"Sialan. Aku mens lagi!"
Ossy sangat malu akan keadaan dirinya, sehingga ia tidak keberatan waktu Supriyanto bergegas pamit.
Dengan membawa buntalan plastik berisi pakaian yang basah, Supriyanto lantas pulang ke rumah. Hanya Suprihatin seorang yang menyambutnya. Kakaknya memandangi Supriyanto dari ujung rambut ke ujung kaki, lantas berseru:
"Hei, pakaianmu kebesaran. Dapat pinjam ya?"
"He eh!" rungut Supriyanto, terus ke belakang dan memberikan pakaiannya yang basah kepada bi Yati untuk dicuci.
Suprihatin menguntit dengan setia di belakangnya. Bertanya:
"Punya siapa?"
"Teman," jawab Supriyanto, berjalan ke kamarnya.
"Teman gadis ya?"
Supriyanto membuka lemari pakaian miliknya.
"Aku tak doyan gadis buntet..." sambil ia mengembang-ngembangkan pinggang baju dan paha celanan yang ia pakai, sekedar membuktikan kebenaran kata-katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIMADONA - ABDULLAH HARAHAP
AdventureSebuah novel lama karya Abdullah Harahap yang terbit dalam bentuk stensilan di tahun 1980an, berkisah tentang petualangan seorang perwira polisi bernama Supriyanto.