KEAJAIBAN CINTA

216 14 0
                                    

Dalam kenyataannya, suasana pada hari-hari beriwayat yang penuh hikmah itu, lebih mirip suasana mengantar orang mati ke kuburan ketimbang mengantar sang pengantin naik ke pelaminan. Ratap tangis meledak, seakan tak akan pernah putus.

Satu hari sebelumnya, sekitar pukul sembilan pagi, Parlindungan datang didampingi isterinya. Yang bertemu setelah lebih dari dua puluh tahun berpisah, saling berpelukan. Ratap tangis pun memenuhi seisi rumah.

Pukul empat sore, muncul Syamsiah, juga didampingi suami. Ratap tangis berlanjut sampai hampir tengah malam. Hampir semua orang tak bisa memejamkan mata.

Bukan karena masih terdengar isak tangis, bukan pula karena cemas memikirkan hari esok; hari Suprihatin memasuki hidup baru. Mereka tak dapat tidur, karena tegang. Belum ada kabar berita dari Lukman, apakah ia mau datang atau tidak.

Pas ketika akad nikah dilangsungkan pagi harinya, suasana khidmat terganggu kembali oleh hiruk pikuk orang bertangis-tangisan. Bagaimana tidak. Di tengah keheningan suasana akad nikah itu, mendadak seorang tamu masuk tertatih-tatih sambil menjinjing sebuah tas kecil. Pakaiannya lusuh, dan tubuhnya masih berbau hawa laut. Akad nikah terpaksa ditunda setengah jam lamanya oleh lebai. Karena selama itu, Rosmalina tak mau melepaskan pelukannya di kaki Lukman, si pendatang. Pelukannya baru lepas setelah ia pingsan, dan segera diangkut ke kamar tidur.

Bambang Prakoso tidak saling berjabat tangan dengan Lukman. Mereka cuma saling bertukar pandang. Setelah Lukman menyelinap di ruang dalam untuk menyembunyikan air matanya, Bambang Prakoso menarik nafas panjang. Berulang-ulang ia meminta maaf pada hadirin atas gangguan yang tidak diharapkan itu, dan memohon pak lebai agar meneruskan tugasnya.

Untunglah pihak mempelai laki-laki sesama orang Batak. Jadi mereka dapat memahami, mengapa gangguan itu sampai terjadi. Kalau orang Batak yang pernah berdosa kemudian bertemu dengan orang yang didosainya, yang kemudian memaafkannya, maka biar di sekelilingnya gempa terjadi mereka tidak akan perduli!

Gelak tawa sempat juga bergema pada waktu undangan resmi berdatangan membawa kado masing masing, mengucapkan selamat kepada kedua mempelai, bersantap siang diiringi musik, kemudian pulang untuk mepersilakan tamu-tamu berikutnya duduk lebih leluasa.

Dan begitu pesta usai, suasana haru kembali menyelimuti rumah itu. Lukman sedikit sekali berbicara selama ia tinggal di rumah si Bungsu, itu pun tak lebih dari satu hari.

Dengan Supriyanto, ia cuma bergumam:

"Jadi kau bercita-cita jadi polisi ya?"

Ia tidak mengomentari lebih dari itu. Tidak menyatakan perasaannya mengenai cita-cita ponakannya itu Sorenya ia pamit pada semua orang. Ia memberi alasan bahwa isterinya sakit sehingga terpaksa cepat pulang. Parlindungan yang mengantarkannya ke Kemayoran, dan membelikannya tiket pesawat ke Medan. Syamsiah menghibur adiknya, Rosmalina yang kebingungan oleh sikap Lukman.

"Yang penting ia telah memenuhi janjinya untuk datang. Ia telah pula memaafkanmu. Hanya, untuk menyembuhkan luka hatinya, masih diperlukan waktu yang tidak sedikit..."

Dari paman Parlindunganlah, Supriyanto mendapat penjelasan mengenai luka hati Lukman itu.

"Aku, dan Uwamu Syamsiah untuk beberapa waktu lamanya pernah merasakan hal yang serupa. Begitu kami dengar si Rosma kawin, dan ia justru mengawini laki-laki yang... Ah, sudahlah masa lalu. Yang penting kita kini berkumpul lagi, bukan?"

Tetapi Syamsiah lepas cerita juga:

"Kalau tak dicegah nenek, Lukman sudah mengejar ayah dan ibumu ke Semarang. Tak dapat kami bayangkan, apa yang bakal terjadi!"

"Tetapi, mengapa begitu lama kalian mengasingkan aku?" keluar juga isi hati Rosmalina.

"Yah, Rosma. Segala sesuatu, ada waktu, ada tempatnya. Kita harus berterima kasih pada Suprihatin. Berkat dialah..."

PRIMADONA  - ABDULLAH HARAHAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang