Supriyanto sendiri, bukannya tidak berusaha. Ia seorang polisi. Jiwa dan bakatnya telah mengarah ke situ, semenjak ia masih menginjak usia remaja. Dan seorang polisi tulen, tidak mengenal apa itu istirahat, hari libur, bahkan cuti sekalipun. Selalu ada saja yang harus dikerjakan. Kalau tidak sedang bertugas, selalu pula ada yang harus dipikirkan; kasus-kasus yang belum tuntas, atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekelilingnya yang tidak membiarkannya diam berpangku tangan.
Kasus Delila, buat Supriyanto sudah menjadi semacam hobi, semacam histeria, semacam penyakit. Penyakit yang harus dibongkar sampai tuntas. Seperti halnya borok yang selalu akan membuat si penderita tersiksa sebelum borok itu diberantas habis. Tetapi, hambatannya pun bukannya tidak ada.
Supriyanto petugas resmi Satuan Reserse Kepolisian Resort Ciamis. Ia boleh saja menjungkirbalikkan seisi kota Ciamis. Boleh saja menggedor pintu demi pintu tetapi hanya sebatas wilayah hukum polisi Ciamis saja. Memang ia dapat pula meminta bantuan rekan-rekan sekitar kota Ciamis: Garut, Sumedang, Tasikmalaya, Cirebon, Indramayu, Cilacap. Itu pun, kalau memang Delila bersembunyi di salah satu kota tersebut.
Sedang seorang perempuan yang ingin menyendiri, dapat bersembunyi di mana saja. Ke arah Timur, Delila misalnya bisa pergi ke Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, kecuali Irian Jaya, karena di sana ada Syamsiah.
Ke arah Barat dan Utara ia juga bisa. Misalnya, Sumatera Selatan. Ada pun Sumatera Tengah, bukan persembunyian yang baik untuk seorang pelacur atau bekas pelacur. Sumatera Utara apa lagi Medan, berarti keluarga! Keluarga yang begitu mengetahui akan langsung menendang Delila keluar dari tempat persembunyiannya.
Kalimantan juga bukan tempat persembunyian yang baik, apalagi kalau Delila coba-coba mendekati Banjarmasin di sana, ada Parlindungan.
Sulawesi? Wah, cocok sekali untuk bersembunyi. Perempuan macam Delila akan diterima dengan tangan terbuka di Ujung Pandang misalnya, atau juga di Manado.
"... atau ia bersembunyi ke luar negeri, nak Yanto!" bu Marni menambahkan pemikiran.
Mereka berdua sudah semakin akrab setelah semakin sering bertemu, untuk tujuan yang sama pula: mencari Delila.
Katanya lagi: "Berpandangan luas itu baik, nak. Tetapi terlalu luas, wah. Kalau tak keburu edan, maka sebelum usia tiga puluh, nak Yanto pasti sudah ubanan!"
Ia kemudian memberi saran agar memusatkan perhatian ke kota-kota terdekat sekitar Jakarta saja.
"Saya mengenal non Del," ujarnya. "Sangat kenal dia, luar dalam. Jauh lebih kenal dari kau, bahkan juga dari saudara-saudara kandungnya sendiri biar itu pak Bambang sekalipun.
Nah...! Non Del, seperti kita berdua sudah sama tahu, tidak mau dipisahkan dari Bambang Prakoso. Kalaupun terpaksa berpisah, ia tidak ingin berpisah terlalu jauh dari kekasihnya itu. Sejauh manapun non Del pergi, dia ingin berada cukup dekat untuk mendengar, kalau mungkin melihat kekasihnya.
Katanya pada saya, ia selalu punya naluri yang mengatakan bahwa apabila kematian datang menjelang, kalau tidak mati bersama, maka matinya salah seorang dari mereka berdua, akan segera disusul oleh yang lainnya. Kalau yang duluan mati adalah non Del sendiri, katanya tidak ada persoalan. Yang ia kuatirkan adalah, kalau kekasihnya yang lebih dulu pergi tanpa non Del ikut mengantarkan kepergiannya!"
Demikianlah, lokasi penyelidikan mereka bisa dipersempit.
Kesulitan lain adalah mengenai identitas. Nama, tak usah dipikirkan betul. Karena bu Marni berpendapat, kalua bukan memakai nama sendiri tentulah Delila memakai nama Marni saja.
"Nama saya ia pakai, karena itu nama yang gampang untuk diingat. Saya sih tak pernah keberatan, karena bukan saya seorang yang punya nama Marni. Non Del juga selalu bilang, kalau toh ia terpaksa mengganti nama Delila, maka nama Marni yang tetap akan dipergunakan. Kata non Del, untuk selalu mengingatkan dia pada orang yang pernah mendampinginya dengan setia dan penuh kasih sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIMADONA - ABDULLAH HARAHAP
AdventureSebuah novel lama karya Abdullah Harahap yang terbit dalam bentuk stensilan di tahun 1980an, berkisah tentang petualangan seorang perwira polisi bernama Supriyanto.