《10》 Erlen Lubi

28 5 0
                                    

Ini semua ga mungkin terjadi. Kenapa Tuhan selalu ambil orang yang gue sayang. Apa sebenarnya Tuhan ga sayang sama gue. Ya Tuhann :(
  
"Nggakkk!! Semuaaa inii nggak mungkin... Tor loe bilang cepet bilang ke guee. Pukull guee tunjukin bahwa semua ini mimpi.."
  
"Len yang tenang,, gu-"
  
"Gimana gue bisa tenang. Mata lo burem? Ga liat apa yang ada di depan loe? Torr kenapa Tuhan ga adil sama gue. Torr..." suara gue melemah gue cuma bisa nangis sambil ngeliatin banyak cairan merah di depan gue. Gue nggak ngerti apa yang sebenarnya terjadi.
  
"Ya Tuhan,," suara Velen terdengar lirih di belakangm gue tau dia sama kagetnya kaya gue.
  
"Vell bilang ke gue kalau ini cuma mimpi. Vell bilang Vel"
  
"Len, loe ga bisa kaya gini. Ini kenyataan. Loe denger gue. Ini NYATA nggak mimpi!!" Kata Guntur sambil melihat ke arah yang sama dengan yang gue lihat saat ini.
  
"Eh Tur. Kalau ngomong nggak usah triak2 kenapa? Erlen kan lagi sedih. Biasa aja kali!!" gertak Vektor.
  
"Udahlah Tor, Tur. Kenapa harus berantem di saat kaya gini sih." Tengah Velen.
  
"Gue mau pegang Ventur" lirih gue
  
"Len,, kita ga bisa pegang dia, itu bisa hilangin jejak pelaku. Kita nepi aja dulu yuk" kata Velen sambil merangkul.
  
Setelahnya terdengar suara mobil polisi datang. Jenazah Ventur di bawa untuk proses otopsi.
  
"Kalau kalian tetep mau sedih2 di sini dan biarin arwah Ventur ga tenang terserah. Tapi buat kalian yang mau cari tahu siapa pelakunya ikut gue." Kata Guntur seraya meninggalkan kami.
  
"Tur, gue ikut" kata ku lirih. Yang pasti Vektor dan Velen kaget dengan perkataanku ini.
  
"Kamu yakin ngga apa2? Kita ngga papa kog nunggu kamu di sini bentar." Kata Velen dengan lembut.
  
"Bener kata Guntur. Ini cara terakhir gue buat tunjukin ke Ventur kalau gue sayang dia. Gue ga akan biarin pelaku bersenang2 diatas kematian sahabat gue."
  
"Oke gue ikut loe Len"
  
"Aku juga Len."
  
"Oke, karena kalian setuju. Kita bagi 2 tim. Satu ke TKP, satu ikut gue ke kantor polisi sama gue." Jelas Guntur.
  
"Gue di sini aja. Siapa tau pelaku ga jauh dari sini." Kata gue.
  
"Gue jaga Erlen di sini. Loe sama Velen aja ke kantor polisinya Tur." Sahut Vektor.
  
"Oke. Jangan sampai ada yang terlewat. Dan gunain ini waktu loe ambil barang bukti atau pegang barang di TKP" kata Guntur seraya memberikan sarung tangan 2 pasang untukku dan Vektor.
  
"Jaga Erlen ya Tor" kata Velen
  
"Siapp bakal gue jagain dia" jawab Vektor sambil pegang kepala gue.
----------
"Tor, maafin gue bentak2 loe"
  
"Santai aja Len. Lagian gue udah kebal kog sama bentakan lo ahaha." Jawab Vektor. Dia emang udah bisa cairin suasana.
  
"Gimana kalau kita mulai di deket2 gudang ini? Soalnya pasti di TKP masih banyak polisi dan gue yakin kita ga dibolehin masuk police line" Tanya gue.
  
"Boleh. Loe priksa sana, gue sini. Awas jangan jauh jauh loe sama gue. Nanti lo kenapa2 gue yang susah"
  
"Iya Vekktor kenyehh--sejenis bawel--" jawabku sekenanya.
  
Setelah kurang lebih 3 jam kami mengitari gudang nggak juga menemui petunjuk.
  
"Len, gimana kalau kita ke belakang lorong tempat Ventur ditemuin tadi?" Tawar Vektor.
  
"Oh iya tuh boleh. Siapa tau pelaku nyembunyiin sesuatu di sana."
----------
Belakang lorong emang cuma lapangan yang dipenuhi rumput liar setinggi lutut. Apa lagi rerumputan itu membuat kaki gue gatal.
  
"Tor, gimana bisa nemuin sesuatu di sini?" Tanya gue kesal.
  
"Sabar Len. Lihat di sini setiap ada pergerakan bakal keliatan banget. Dengan rumput sebanyak ini, lo bakal tau ada yang beda kalau rumput ini beda arah tumbuh" kata Vektor semakin membuat gue pusing.
  
"Aarrgghhh" teriak gue sambil menendang gundukan tanah di depan kaki kanan gue?
  
"Torr sini dehh. Yang loe maksud setiap pergerakan bakal kelihatan ini?"
  
"Ehh Len, yang bener aja itu kan gundukan tahi kucing, ya menurut loe?"
  
"Eh masa sih. Gue kira petunjuk"
  
"Ah elo"
----------
Lelah mencari, karena ini pertama kali gue jadi detektif sungguhan dan gue masih ga tau gimana cara cari pelaku dengan cepat.
  
Akhirnya kita memutuskan untuk pergi ke kantin.
  
"Loe ga usah kawatir, nanti temui gue di jalan Pamungkur." suara itu datang dari Sandra yang terlihat buru buru keluar dari pintu kantin. Tapi apa urusannya dia sama gue?
  
"Eh Tor, lo pesen duluan aja. Gue ke toilet dulu" kata gue.
  
"Eh tunggu" sahut cepat dari Vektor sambil menarik lengan seragam kanan gue.
  
"Yakin sendiri? Gue ga papa.kog anterin loe sampek depan toilet." Tawar Vektor
  
"Gausah. Sekolah rame kali." Jawab gue. Ya menurut kalian gue bakal izinin anak laki2 ikutin gue ke toilet.
  
"Pesenin gue bakso sama es jeruk aja. Udah sana pesenin" suruh gue
  
"Iya iya bawel" sahutnya.
----------
"Eh ini apa?"
  
"Heh Sil kenapa lo ngrenyit gitu?" Tanya gue ke Sisil yang terlihat bingung di dalam toilet.
  
"Ah ga ga pa paa. Gu e duluan Len" aneh. Kenapa sisil gugup gitu ya?
----------
"Len, kog si Guntur sama Velen lama banget sih baliknya. Gue ada ide. Gimana kalau kita temuin anak kelas X yang pertama nemuin mayat Ventur? Siapa tau dia lihat siapa yang ada di sana yang bisa bawa kita ke pelakunya"
  
"Wahh ide bagus tuh Tor. Yuk ke sana. Kalau ga sah tadi bet kelas nya X IA 6"
  
"Yuk"
----------
Kami berlari secepat mungkin menuju kelas X IPA 6. Yak kami nggak pengen dia keburu lupa sama apa yang dia lihat.
  
Bruakkk. Prakk glontengg (maaf authornya ga bisa onomatope)
  
"Pak Rusdii kalau jalan dilihat dong! Saya juga lari. Tapi bapak tadi yang ga liat!" Bentak gue kesel.
  
"Iya neng maafin bapak. Bapak buru2" kata Pak Rusdi sambil memungut barang2nya yang jatuh tadi. Lalu segera pergi karna mungkin takut kena amukan gue.
  
"Udahlah Len. Yuk" ajak Ventor.

Selamat membaca
Vote🌟 dan comment ya💬

                          Jumat Semangat🌈
                                                 ~An🌼

WHO IS THE MURDERER -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang