Minggu pagi aku berencana untuk melakukan jogging mengelilingi area rumah saja. Namun hal itu dibatalkan karena aku menerima sebuah paket kotak tanpa nama pengirim yang terletak di depan rumah. Saat aku tanya Papa, beliau tidak memesan apapun atau berencana mendapat kiriman. Lantas ku buka saja kotak itu di dalam kamar tidurku.
Apa yang ku dapat? Baju pesta berwarna biru muda dengan hiasa bunga mawar dibagian pita lengkap dengan tali yang mengelilingi lingkar pinggang. Baju ini. Baju pestaku saat berumur 7 tahun. Tapi, bukankah mama yang menyimpan ini? Atau ini dari mama?
Ada sebuah kertas coklat di sudut kotak. Yang ku tarik dan muncul deretan kalimat tulis tangan khas mama.
'Putriku V, ini Mama. Mama tau kamu pasti sangat menginginkan kita kembali seperti dulu kan sayang? Tapi maafkan mama sayang, mama tidak bisa menuruti permintaanmu yang satu itu. Mama rindu sekali sama V. V mau kan ketemu mama? Mama tunggu di Cafe Eksotis Jl. Borowontah hari ini jam 10 pagi ya sayang.. Peluk cium dari Mama untuk Putri mama yang penurut, V'
Begitulah kira-kira isi pesannya. Maaf, bukannya aku tidak ingin menemui mama sendiri. Tapi, aku masih takut bila mama memaksaku untuk memilih. Tapi, aku sendiri juga merindukan mama. Apakah mama akan bisa berubah jika aku datang? Semoga saja.
Waktu menunjukkan pukul 9 pagi. Aku masih saja bingung tentang keputusanku akan datang menemui mama ataukah tidak. Apa yang akan ku katakan pada papa jika beliau bertanya akan kemana aku nanti? Tapi, papa pulang jam 12 siang. Mungkin aku sudah kembali ke rumah saat itu.
Untuk mengantisipasi apapun yang terjadi. Lebih baik aku mencari seseorang yang bisa menemaniku bertemu mama. Aku harap dengan adanya orang lain itu, mama tidak bertanya soal piliham kemarin. Ya. Erlen ide yang bagus. Ku tekan nama Erlen pada kontak di handphone ku. Hanya nada sambung yang terdengar. Tidak ada balasan apapun dari sebrang. Sudah banyak sekali aku menghubungi dia tapi nihil yang ku dapat. Mungkin ini memang takdirku menemui mama seorang diri. Maafkan aku mama, tapi putrimu ini terkadang takut kepadamu. Seperti kemarin saat kau membawa dua algojo itu untuk menemanimu memberikan pilihan tersebut.
Aku memilih untuk pergi ke cafe menaiki kendaraan umum. Ya supaya ganti suasana saja. Lagian aku nggak ingin ada orang rumah yang tau kalau aku pergi. Di dalam angkot memang lebih sumpek dari bus. Itu pasti. Tapi biaya yang dikeluarkan so pasti lebih murah.
Sesampainya di cafe. Mataku sudah mulai melacak di mana keberadaan mama. Apakah ia telah datang? Atau belum. Dan ya, ia sudah datang. Duduk di meja nomor 23.
"Mama" sapaku lalu meraih tangannya dan menciumnya.
"Putri mama. Akhirnya. Mama kira kamu nggak akan datang. Mau pesan dulu nak?" Tawar mama. Aku mengangguk tanda setuju.
"Bagaimana kabar sekolahmu sayang? Baik-baik sajakan? Apa yang susah di sekolah sayang?" Tanya mama.
"Semua baik ma. Sejauh ini semua masih bisa dihandel" kataku. Tentu saja aku tidak ingin mama mengetahui kasus pembunuhan di sekolah. Aku tidak ingin membuatnya khawatir.
Setelah berbincang begitu lama dan makanan telah habis disantap, tiba-tiba perasaanku menjadi tidak enak. Mama mulai memandangiku lamat-lamat. Seakan ada yang salah pada diriku.
"V sayang mama?" Tanyanya.
"Iya ma tentu. Ada apa?" Kataku.
"Kalau V tau, waktu kecil V pernah diajak papa jalan sore dan diajak mama masak kue di dapur. Tapi V pilih masak bersama mama waktu itu. V tentu ingatkan?" Aku sungguh tidak mengerti apa maksud mama berkata demikian.
"Iya ma V ingat. Saat itu V lagi suka memasak." Jawabku.
"Nah, sejak itu, mama yakin kalau V anaknya nurut sama Mamanya. Dan V adalah anak yang baik yang nggak akan mengecewakan keluarganya. Betulkan?" Terang mama. Aku mengerti sekarang. Apa membicaraan ini mengarah pada pilihan hari itu lagi? Kenapa cafe ini juga sepi rasanya, pengunjung yang tadi sudah hilang dan hanya kami berdua di sini. Aku semakin takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHO IS THE MURDERER -END-
Misteri / ThrillerMasa SMA merupakan masa-masa terindah. Katanya. Cara seseorang menyelesaikan masalah akan bisa di lihat dari tingkahnya yang semakin dewasa pada masa ini. Hal itu sama dirasa oleh Erlen, Velen, Vektor, dan Guntur pada awalnya. Mereka yang hanya muri...