《13》 Guntur Alero Guruh

22 6 0
                                    

Lagi-lagi kabar buruk menghampiri sekolah kami dalam waktu kurang dari satu bulan. Entah kabar kehilangan atau kematian dari siswi-siswi di sekolah kami.

Iringan orang-orang berpakaian hitam melangkahkan kaki pada jalan setapak melewati rumah kekal orang yang tak dikenal dengan awan hitam tak terbendung di mana-mana. Hujan yang mungkin dapat dibendung untuk satu jam lagi sepertinya sudah jatuh terlebih dahulu pada setiap insan manusia yang mengiring kepergian Veni Augustin siswi cantik dan ramah kelas X IPA 6 itu.

Setiap orang yang mengiringnya menuju rumah kekal tak ada satupun yang tak meneteskan air mata. Pakaian hitam yang dikenakan sangat selaras dengan awan mendung di luar maupun di dalam hati mereka.

Kematian yang sangat tidak diharapkan itu terjadi begitu saja. Veni, dibunuh dengan indikasi korban beggal. Satu buah handphone dan laptop yang dibawanya kalap saat ia ditemukan terkapar di dekat gang rumahnya sendiri.

Entah kenapa gue merasa ada yang aneh sama kematian Veni, tepat beberapa jam setelah ia dinyatakan sebagai saksi pembunuhan Ventur, sekarang dia yang menjadi korban. Atau sebenarnya kematian Veni sengaja dirancang dengan motif pembeggalan?

"Turut berduka cita ya Tante...tante yang kuat. Semoga keluarga diberi ketabahan..begitu juga Veni semoga ditempatkan pada tempat yang terbaik disisi-Nya." Doa-doa kembali mengiringi kepulangan pelayat dengan tangisan. Suasananya sama seperti saat Ventur dimakamkan. Awan yang sama. Apakah alam tahu apa yang sebenarnya terjadi dan hendak memberi sebuah kode petunjuk?

"Kita mampir sekalian ke makan Ventur yuk. Aku rindu Ventur" kata Erlen sambil memegangi kaca sepion motor Vektor. Air matanya nampak mulai muncul pada kedua matanya.

"Aku oke aja. Yuk" sahut Velen.

----------
"Ada yang baru kesini juga ya?" Tanya Velen.

"Mawar hitam? Emang almh. suka bunga mawar hitam?" Tanya Vektor.

"Nggak. Dia sama sekali nggak suka warna hitam. Ta-" perkataan Erlen tak dapat kudengar lagi karena aku memutuskan untuk pergi menuju pintu utama pemakaman ini. Tentu kalian berpikir aku aneh atau jahat karena nggak ada gimik sedih saat datang ke makan Ventur. Tapi mawar hitam itu, seperti pertanda untuk menyelesaikan semua kasus ini.

Seorang perempuan? Hoodie hitam, flat shoes, jam tangan silver lengkap dengan gelang rantai bunga, serta tas bermerek Ozi khas Sulut yang harganya kurang lebih 2juta itu. Untuk apa berpakaian begitu mewah hanya untuk ke pemakaman?

"Tur?" Sapa seseorang sambil menepuk bahuku.

"Eh Vel. Ada apa?" Tanyaku

"Seharusnya aku yang tanya. Kenapa kamu tiba-tiba ninggalin kami?" Tanyanya

"Ooo nggak papa... yaudah balik yuk" semoga Velen nggak curiga sama jawabanku. Aku ga mau dia mengetahui apa yang sebenarnya masih abu2 dalam pikiranku.
----------
"Eh Tur, loe mikir ada yang aneh ga sih sama kematian Veni?" Kata Vektor sambil memelankan motor hitam di samping motorku.

"Ikut gue ke sekolah yuk. Gue jelasin di sana." Kataku lalu segera tancap gas meninggalkannya.
----------
"Analisis loe bener juga sih Tur, tapi bagian mana yang harus dibongkar? Dan apa loe yakin ngga bakal ada orang yang mergoki kita dan berpikir macam-macam? " perkataan Vektor semakin mengguncang semua analisisku. Seakan yang kulakukan ini tak akan berhasil dan membuahkan sesuatu yang tepat.

"Diamlah dan cepat lakukan perin-" mulutku tercekat. Tak mampu meneruskan perkataan serta hanya mampu saling tatap antara aku dan Vektor. Kedua bola mata Vektor mengarah pada semak belukar tak jauh dari tempat kami berdiri saat ini menunjukkan tempat persembunyian.

"Karna pak Rusdi, saya juga hampir ketangkap pak! Untung saja mereka tidak mengenali saya. Lain kali bapak harus berpikir beberapa kali untuk menghubungi saya disaat-saat seperti kemarin. Lagi pula, rasa bersalah bapak akan terbayarkan kok" suara itu datang dari lorong kelas lama kami. Yang jelas menuju ke arah robohan bangunan kelas lama. Dan jika benar, pelaku akan menghampiri tempat kami berada.

"Apa mereka pelakunya? Jangan-jangan itu perempuan yang tidak di kenali namanya Tur." Kata Vektor berbisik. Aku menggangguk tanda mengiyakan perkataannya.

"Sudahlah pak. Saya peringatkan sekali lagi! Jangan bertindak bodoh. Perbuatan yang sudah kita lakukan nggak benar dimata hukum. Makanya jangan gegabah!"

"I-iya:

"Sipp terekam" bisik Vektor. Disaat seperti ini, kemampuan gercepnya memang sangat dibutuhkan.

Tak lama setelahnya suara derap langkah kaki 2 orang tersebut menghilang dan menyisakan suara derap lirih yang kuyakini pak Rusdi yang berjalan tanpa sepatu.

'Maafkan saya neng, sebenarnya saja nggak tega. Tapi,, saya terpaksa neng...saya minta maaf hiks hiks' terdengar suara tangisan pak Rusdi setelahnya.

"Loe rekam juga?" Tanyaku pada Vektor.

"So pasti." Jawabnya singkat.

"Kita pergi setelah keaadaan aman." Kataku sembari membuka handphone dan meredupkan kecerahan layarnya. Ku tekan nama Velencya lalu mengirimkan sebuah pesan kepadanya.

Bantu aku untuk mencari riwayat hidup pak Rusdi.

Aku tahu dengan kondisi keluarga yang amat terkenal pasti ayahnya memiliki banyak koneksi untuk membantu keperluan kasus ini.

Setelahnya nampak pak Rusdi mengusap-usap dinding samping kelas yang baru selesai di renovasi kemarin. Dinding berwarna coklat muda itu seakan menggambarkan suasana kelam pada diri pak Rusdi. Diambilnya cangkul dan bawanya meninggalkan tempat ini.

"Keadaan aman. Yuk cabut." Kata Vektor. Tak lama setelahnya motor kami melesat pergi meninggalkan sekolah itu.

Siapa pelaku perempuan misterius itu? Apa yang dia inginkan? Dan apa yang dimaksud dengan perkataannya penyesalan akan terbayarkan? Semoga segala keriuh-an ini dapat segera berakhir.
----------
Siang berganti sore, sore berganti malam. Sinar mentaripun terganti dengan putihnya sinar rembulan. Malam purnama yang sunyi untuk saat ini. Banyak hal yang bergelayut di kepala. Seakan siap menghantam kepala ini ke dinding putih di pojok ruang sana.

Mimpi apa kami warga sekolah hingga harus mengalami kejadian gila seperti ini. Pelaku psikopat? Atau hanya dendam semata?

Bukankah setiap orang diciptakan dengan segala kemampuan yang berbeda beda? Lalu untuk apa ada iri dengki? Toh, pasti ada kelebihan dan kekurangan. Yang pasti mampu menutup segalanya. Bukankah itu perpaduan yang pas untuk menciptakan rasa syukur bukan iri dengki?

Dendam? Bukankah lebih baik memaafkan dari pada menyimpan benih hitam semacam virus yang kian lama akan menjangkit dan mengambil alih segalanya? Mengapa kau biarkan titik hitam menyerubung di dalam tubuhmu?

Cring

Suara dering handphone memecah lamunanku dari pertikaian hati ini. Ku baca pengirim pesan yang rela pulsanya berkurang demi menghubungiku.

^Velencya^
Okey, maaf baru balas Tur. Katanya

^Guntur^
Tidak apa. Jawabku

^Velencya^
Ngomong-ngomong ada apa? Tanyanya.

^Guntur^
Akan aku jelaskan besuk setelah kau memberiku info itu. Rencana selanjutnya pasti akan lebih seru.

Setelahnya ku matikan handphoneku dan segera berbaring serta menutup mata untuk melupakan sejenak permasalahan dunia ini.

Hallo!
Selamat Hari Raya Idul Fitri ya🙏
Semoga segala amal dan puasa kita diterima oleh Allah Swt. Aamiin.

Sudah mulai terbayang part lanjutannya seperti apa belum?
Kalau sudah boleh nih komen di kolom komentar.

Jangan lupa vote dan comment ya readers.

Happy for All🌈
🌞DAY, 24May'20
An☁

WHO IS THE MURDERER -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang