《25》 Velencya Wijianto

30 4 0
                                    

"Selamatkan Nirly lebih dulu Tur. Mungkin ia sudah kehilangan banyak oksigen. Selamatkan dia" kataku merintih menahan sakitnya lengan kanan ku.

Jika aku berada di posisi Guntur dengan Guntur dan Vektor sebagai tawanan, aku akan sama bingungnya siapa yang hendak aku slamatkan lebih dulu.

Dari pojok terlihat bayangan Vektor mendekat dan secara cepat menyambar pisau daging milik Sandra dan sedikit menyrempet kulit putih Nirly.

Seketika kekuatan tangan Sandra melemas dan kami keluar dari genggaman nya.

"Ololololo. Terbalik lho Sandra, sekarang kamu tawananku... tunggu di sini ya. Sebentar lagi ada yang menjemputmu." Kata Vektor membekap leher sandra dengan gaya penjahat ala kadarnya.

"Stupid!" Cetus Sandra.

Tanpa di sadari Sandra berhasil mengambil kembali pisau dari tangan Vektor. Namun, genggaman Vektor tetap kuat walau kaki nya terberet pisau ulah Sandra. Karena menyerah Sandra melempar pisau itu kearahku dengan cepat saat aku masih hendak duduk mendiamkan luka di lenganku.

"Aaaaaaa" teriakku.

"Velenn" saat itu kudengar suara Guntur berteriak dan berlari ke arahku tepat beberapa saat setelah pisau daging itu mendarat di lututku.

"Vel..kamu kamu kamu. Kamu akan baik-baik aja. Percaya sama aku ya. Tahan sakitnya sebentar saja." Kata Guntur saat itu.

"Guntur, bawa dia keluar saja. Diluar aman." Kata Nirly.

"Akan aku urus Sandra bersama Vektor di sini kamu amankan dia." Kata Nirly lagi.

"Aku minta tolong ya Nir.. maaf aku harus pergi" kata Guntur lalu membantuku untuk berjalan keluar dari ruangan ini.

Setelah sampai di lantai dasar bersama Erlen dan Ira polisi datang beserta ambulan. Polisi segera menyerbu lantai atas dan menangkap Sandra dan Nirly karena penculikan Guntur.

"Nirly... maafkan aku. Akan aku urus segera surat keluarmu. Aku tak ingin berpisah lagi denganmu. Tunggu aku Nir." aku mendengar kata-kata itu dari seorang Guntur Alero Guruh yang selama ini terkenal diam dan berhati beku karena tak pernah menunjukkan perhatiannya pada siapapun.

Setelahnya polisi dan semua keriuhan ini pergi. Hanya ambulan dan kami berlima yang tersisa. Beberapa perawat membersihkan luka kami dan menutupnya sebagai bentuk pertolongan pertama.

"Gimana azik ga?"Sahut Vektor yang kelar pertama.

"Gila loe ya! Masa kaya gini di bilang azik! Udah mau mati gua di sana!" Timpal Erlen.

"Alah loe mah ga usah di tanya udah gitu jawabannya. Loe payah sihhhh. Makanyaa belajar banyak beladiri gitu lho kaya gue." Balas Vektor.

"Ogahh. Malezz" kata Erlen lalu melipat tangannya ke depan.

Aku melihat semua wajah teman-temanku. Setelah sebuah kejadian besar yang hampir merenggut nyawa, mereka masih bisa tertawa. Kecuali.

Yeah salah satu diantara kami. Nampak sangat murung. Diam dengan tatapan kosong. Guntur.

"Tur" sapaku.

Ia tak menjawab. Panggilanku tadi secara tak langsung mengalihkan perhatian Erlen, Vektor, dan Ira untuk memandangku.

"Turr,," sapa ku lagi.

Ia masih tak menjawab. Entah apa yang di pikirkannya.

Atau ia masih memikirkan Nirly?
Bisa saja.

"Woyyy Gunturrrrr!" Teriak Erlen yang nampak kesal karena orang yang baru saja di panggil tak menyahut.

Dengan geram Erlen berjalan ke depan Guntur dan
"Hehhh loe kenapa sihhh!" Teriakknya.  Erlen memang begitu. Yang paling tomboi diantara kami.

WHO IS THE MURDERER -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang