《1》 Guntur Alero Guruh

305 17 3
                                    

Pagi ini pagi terburuk buat gue. Keluar dari rumah dengan suara ricuh sejak 5 jam yang lalu. Tak berhentu di situ. Burung-burung di atas kabel listrik itu asik berkicau seakan-akan menertawakan keadaan rumah. Apa lagi gue yang nggak bisa tidur dan akhirnya gue putusin pergi ke sekolah pagi pagi buta kaya gini. Mana gue lapar. Si Bibi pasti juga belum siapin makanan buat gue. Gue yakin semalem, dia pindah ke kamar belakang gara-gara nggak mau tidurnya terganggu kaya gue.

Pagi-pagi gini jalanan emang sepi. Matahari belum berani muncul, kabut tebal menutup jalan, udara dingin mendukung warna lagit yang biru menghitam. Pertanda baik, setelah bel masuk nanti aku yakin hujan deras akan turun. Gue suka ini.
Sampai di gerbang, gaada yang sapa gue atau sekedar senyum. Apa gue seburuk itu buat disukai orang? Perjalanan membosankan, ga ada tukang cilot atau bakpao yang lewat. Aku harap ibuk kantin sudah siap dengan makanannya.

"Selamat pagi den Guntur, tumben datang pagi-pagi begini?" ya, dia orang yang selalu menyapa gue. Sejak gue keluar dari pintu kamar sampai masuk gerbang sekolah ya cuma Pak Otong.

"Iya Pak, suasana di rumah lagi kelabu." Jawab gue sekenanya.

"Kaya lagu aja kelabu... semoga hari den Guntur nggak kelabu ya den..."

"Semoga saja" balasku sambil meninggalkan beliau.

Saat-saat seperti ini sekolah masih sangat sepi, ga ada yang datang selain gue dan Pak Otong mungkin. Bagi kalian yang belum tau atau emang nggak tau kenalin gue Guntur Alero Guruh. Gue ga tau arti nama gue tapi yang gue tau gue suka hujan. Dan ya. Gue punya saudara perempuan nggak jauh namanya dari gue tapi namanya klasik coba tebak siapa? Alah, kalian ga bakal tau biar gue kasi tau. Lagian mana mungkin kalian tau dia kan kakak gue. Oke nama dia Klasix Alera Guruh. Ya cuma beda kata depan dan vokal a-o di kata kedua. Udah gue bilang namanya klasik tapi kali ini dia beda dia pake x bukan k. Mungkin cuma dia yang care sama gue dirumah. Nggak papa nggak mama sama aja, gue rasa mereka nyesel punya anak kaya gue.

Ini kelas gue XI IPA 4 lebih tepatnya kelas pojok yang minim pencahayaan. Tapi di sini satu satunya tempat terbaik bagi gue buat lihat hujan jatuh. Gue suka dia.
Seperti yang gue bilang. Sekarang jam dinding menunjukkan dirinya dengan angka 5 menuju 6 di jarum pendek dan menunjuk angka 7 menuju 8 di jarum panjang. Ya masih pagi. Gue harap Bu Oni sudah siap dengan makanannya. Gue udah lapar. Sampai juga di kantin, masih sepi cuma ada 2 outlet yang buka. Iya gue tau itu bukan outlet, tapi gue suka sebut dia outlet. Gue mampir ke outlet Bu Ningsih memesan teh hangat dengan jeruk nipis sedikit. Lalu beranjak ke oultet Bu Oni untuk memesan nasi Rames kesukaan gue. Selang 3 menit kedua pesanan gue datang. Hmmm ini enak mungkin suasana sepi sunyi mendung gelap dan nasi serta teh hangat bisa menghilangkan jenuhku pagi ini. Semoga.

"Woy,,lahh di sini loe ternyata. Tasnya ada, orangnya kaga ada. Tumben loe dateng jam segini? Ada apa nih? Kaya lagi berburu kabut pagi. Ahaha"

"Kenapa? Masalah?" Jawab gue karena malas ngadepi orang saat gue lagi enak enak makan kaya gini.

"Santai dong bosku, gue kan tanyanya santai santaii kok jawabnya sewot sih."

"Terserah. Udah diem loe ah. Ganggu orang makan"

"Iya deh. Oiya bro gue ke kelas dulu ye, lupa pr kimia belum gue garap. Yang enak bro makannya. Dienakin aja, bel nya masih lama bunyinya."

"Y, terserah."

Dasar alien nyasar. Coba kalian pikir buat apa dia kaya gitu. Ke sini cuma buat nyapa gitu aja? Eh bukannya tadi pagi gue ya yang pengen di sapa?! Dasar gue. Gausah kepo dia siapa nanti kalian semua juga bakal tau.
Karna udah kenyang, gue putusin buat balik ke kelas. Kali ini suasana sekolah emang udah rada rame. Sama seperti biasa gue dateng.

WHO IS THE MURDERER -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang