《14》 Author POV

25 4 0
                                    

Siang hari yang terik membuat siapa saja yang berada di luar ruangan akan cepat berpeluh. Begitu juga Pieter. Kali ini, dia datang langsung ke tempat proyek jembatan layang dengan kemeja abu beserta helm proyek sebagai alat pelengkap keselamatan. Tak cukup merasakan teriknya sinar mentari, rupanya si Boss ini tersulut api emosi. Kabar yang di berikan Samsul membuatnya naik pitam.

Seperti macan ngamuk mungkin wajah beliau sekarang. Murka yang ia pendam serasa sudah tak dapat tertahan dan siap meletup sekarang juga. Tapi, siapa yang tau. Sifat kerasnya pada bisnis yang ia rintis sejak duduk di bangku SMA bersama Ayahnya sangat berbanding terbalik jika bertemu dengan putrinya. Macan ngamuk ini akan berubah menjadi seseorang yang hangat bila bertemu dengan putrinya.

Sungguh tak terduga. Orang yang sedang disebut-sebut sebagai penyebab Pieter marah malah izin tidak dapat masuk kerja karena alasan Vacation. Hal ini semakin membuat Pieter geram. Ia memang tidak pernah tau sosok yang selama ini mengatur keuangan proyek ini. Tentu saja boss besar sepertinya sangat sibuk untuk sekedar melihat siapa keuangannya.

"Keterlaluan kenapa bisa semakin nggangkrak proyek ini? Bukankah di laporan terakhir kemarin masih ada sisa dana yang cukup untuk melanjutkan permodalan awal?" Bentak Pieter pada Samsul.

"Iya pak. Tapi ternyata harga untuk memenuhi permodalan awal dipasaran melonjak tinggi menurut laporan yang saya terima. Hingga sekarang tidak ada dana sepeserpun untuk melanjutkan proyek ini" terang samsul.

"Sudah gila ya kalian? Masa bekerja seperti ini saja tidak bisa! Bukankah proyek lainnya lebih butuh banyak dana? Toh kalian juga bisa menyelesaikan dalam waktu cukup cepat?!" Lagi-lagi Pieter membentak pekerjanya itu.

"Maaf pak sebelumnya. Bolehkah saya berpendapat?" Kata Samsul agak ketakutan.

"Apa?" Jawab Pieter.

"Maaf sebelumnya Pak. Untuk kali ini saja gunakan dana luar khusus proyek Pak Pieter. Saya tahu ini melanggar aturan perusahaan. Tetapi, jika tidak dilakukan, saya takut beberapa pesanan akan dibatalkan Pak. Karena pemesan proyek ini memiliki banyak koneksi pada perusahaan besar lainnya.. " jelas Samsul.

"Perkataanmu memang benar, tapi saya masih sangat melarang penggunaan dana tersebut. Akan saya pikir ulang hanya untuk proyek ini. Lakukan apa saja yang bisa membantu percepat pembangunan ini jika masih ada bahan." Kata Pieter. Kali ini emosinya sudah agak mereda. Mungkin mendengar perkataan Samsul dan perkataannya sendiri, bahwa pekerjanya sudah lama bekerja bersamanya dan tak pernah ada masalah seperti ini. Bukankah ini aneh? Dan mana mungkin ia bisa semurka itu?

"Lanjutkan pekerjaanmu Samsul. Saya akan memeriksa sekitar" lanjutnya

"Baik pak"
----------
"Adohh adohh salah opo to anakmu iki mbok. Wong aku iki sakjane yo mung nyampekne info saka si Keuangan nyleneh kuwi. Genea aku wis kerjo suwe karo beliau. Yoo opo aku ngapusi mbok mbok. Gek saiki ning ndi wong kuwi. Enak enak pekesyen--baca:vacation-- lha kene sing kena omelan Bos Pieter. Wadoh wadoh." Curhatan itu datang dari Samsul si Asisten pribadi Pieter. Beliau memang sudah 10 tahun berkerja dengan Pieter namun, hal yang baru saja jelas membuatnya juga geram.

"Sik tas wae dadi wong keuangan kok ya belagune ora umom. Wis tingkah e kayata boss gedi. Padahal yo jik ngisoran." Lanjut Samsul sambil menyeruput minuman segar yang ia beli di warung pojok traffic light.

Tanpa sepengatuan Samsul, rupanya ada seseorang yang tengah mendengarkan keluh kesah hati Samsul. Seolah-olah Simbok yang telah pergi 3 tahun lalu masih ada dan duduk bersanding dengannya mendengar desahan anak semata wayangnya itu.

"Samsul,"  panggil orang yang nampak menguping tadi.

Sapaan yang di dengar Samsul tentu membuatnya menghentikan ocehan dan menoleh ke arah belakang asal suara itu muncul.

'Wadoh matih aku. Gusti Pangeran tulungono aku iki.' Batin Samsul.

Kaget? Takut? Pemilik suara tersebut pasti membuat siapa saja yang tertangkap basah bergidik ketakutan. Seperti halnya Samsul. Kali ini ia hanya bisa terdiam sambil menundukkan wajah saja. Berharap pemilik suara tersebut mengerti suasana hatinya yang menyesal dan memohon maaf.

"Kenapa menunduk?" Tanya pemilik suara itu.

"Maaf Pak, saya minta maaf. Saya mengaku salah Pak. Saya mohon jangan pecat saya Pak." Kata Samsul ketakutan.

"Ikut saya ke ruangan saya. Tidak perlu memesan taxi atau ojek online. Naik mobil bersama saya saya untuk menuju kantor." Kata orang tersebut. Ya, orang itu ialah Pieter. Orang yang sedari tadi tersebut juga dalam curahan hati Samsul.

"Nggih pak" jawab Samsul pasrah. Kalau sudah pasrah dan tidak tau harus bagaimana seperti saat ini, jurus jawa medhok Samsul akan keluar.

'Duh Gusti...paringana Bos kula niki sabar atik utek. Kulo taksih kepingin madhang sego padang.' Pinta Samsul dibatinnya.

Perjalanan menuju kantor sangat sunyi. Samsul yang duduk dibangku samping sopir hanya bisa diam dan sesekali memandang sopir bosnya itu yang penuh rasa ingin tahu. Sedang orang yang dielu-elukan hanya fokus menatap ke jalanan depan tanpa suara keluar dari mulutnya. Ternyata, diam lebih mengerikan. Mungkin itu yang Samsul rasakan sekarang.

Biasanya cukup dengan 25 menit perjalanan sudah selesai ditempuh. Tapi entah mengapa kali ini sangat lambat waktu bergerak terasa seperti 25 abad berada satu mobil dengan macam mengamuk. Sungguh melas nasib Pak Samsul.
----------
Sesampainya di Kantor. Lebih tepatnya depan ruangan Pieter.

"Masuk Samsul" kata Pieter.

"Iya Pak" jawab Samsul. Nampaknya jurus Jawa Samsul sudah mulai surut. Ehe.

"Silahkan duduk" kata Pieter mempersilahkan duduk.

"Iya Pak." Lagi-lagi hanya itu yang bisa terucap.

"Tidak perlu setakut itu Samsul. Yang kamu katakan tadi memang benar. Kamu sudah lama bekerja dengan saya. Dan tidak sepantasnya saya bersikap begitu kejam kepadamu." Kata Pieter.

"Ndak pak..ndak kejam kog. Memang ada masalah jadi patut saja bapak marah." Kata Samsul.

"Mungkin saya memang terlalu keras pada kalian. Tapi semua ini beralasan. Semoga kalian bisa memaafkan saya." Kata Pieter

"Ee Pa-" belum selesai ucapan Samsul. Pieter kembali meneruskan ucapannya

"Tolong ceritakan analisis mu tentang anggota keuangan perusahaan yang baru itu. Yang tadi kau elu-elukan itu. Apakah dia memiliki andil dalam masalah keuangan proyek jembatan layang ini?" Tanya Pieter.

"Maaf pak..saya tidak terlalu tahu sebenarnya. Hanya saja penilaian pribadi saya terhadap orang tersebut sangat buruk." Kata Samsul.

"Apa yang mendasari argumenmu itu Samsul?" Tanya Pieter.

"Hanya hasil kerja yang kurang memuaskan Pak. Sebelumnya orang keuangan selalu siap dan sigap terhadap setiap masalah yang akan terjadi ke depannya, karena tentu sebelum diterima telah diperiksa kemampuannya. Tetapi dia, seolah-olah membiarkan semua kejadian ini terjadi. Selain itu, saya tadi hanya iseng bertanya kepada salah satu pekerja di lapangan. Katanya, dia tidak datang ke sana kemarin." Papar Samsul.

"Siapa nama orang keuangan tersebut?" Tanya Pieter.

"Ibu Bliziet Pak." Terang Samsul.

Seolah mendapat terpaan angin puyuh atau topan wajah Pieter berubah seketika menjadi lebih mencekam lebih tepatnya kaget bukan kepalang. Tapi karena pembawaan dirinya yang sangat handal hal itu tak terlalu terlihat.

"Bliziet? Bliziet siapa?" Tanya Pieter.

"Maaf pak..saya kurang tau tentang hal itu.. akan saya mintakan data diri orang tersebut jika bapak membutuhkan." Jelasnya.

"Saya tunggu data tersebut. Trimaksih Samsul atas analisismu."

"Baik pak. Saya permisi." Kata Samsul lalu pergi meninggalkan Pieter di ruangannya sendirian.

Wihh siapa ya si Bliziet itu? Sepertinya Pieter mengenalnya. Ahahaha.

Halloo!
Terimakasih buat kalian yang sudah baca dan vote ya🙏
Semoga masih asik dengan cerita ini.
Jangan lupa vote dan comment ya.

Selamat malam Selasa
An🌆

WHO IS THE MURDERER -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang