Bagian 19 : Gloria dan Hoke

33 9 19
                                    


Jangan lupa vote dan coment ya🌹

~~~Aku berlari kencang menuruni hutan bukit yang membentang di sebelah timur gerbang Robreat Row

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~~
Aku berlari kencang menuruni hutan bukit yang membentang di sebelah timur gerbang Robreat Row. Nafasku memburu lantaran langkahku yang semakin cepat.

Setelah keluar melalui jendela kamar di padepokan milik Master Megafor, awalnya aku sudah siap dengan rencanaku untuk berpindah tempat menggunakan sihir, setidaknya sampai hutan. Karena jangkauan sihirku.

Hanya saja, hal itu terpaksa kutunda, karena mengingat ada ibu. Ia mungkin saja akan segera mengetahui jika aku menggunakan sihir di daerah sekitaran padepokan.

Maka dari itu, sampai sekarang kaki-kakiku masih berlari menuruni hutan perbukitan. Setidaknya untuk beberapa mil lagi.

Dan sialnya, ketika dengan cepatnya kakiku melaju, aku tak sengaja menginjak akar berduri yang menjalar di permukaan tanah.

Sontak kuhentikan sejenak langkahku dan memandangi kakiku yang kini sudah berdarah. "Oh, kenapa kau harus menembus kakiku, wahai akar?" ucapku sambil menghela napas.

Sakitnya tidak terlalu, hanya saja mampu membuatku kesulitan untuk berjalan. "Baiklah, untuk malam ini aku akan beristirahat sejenak!"

Aku meraih beberapa ranting pohon yang berada tidak jauh dari tempatku. Menunpuknya menjadi satu untuk dijadikan api unggun yang akan menemaniku sepanjang malam.

Udara malam yang dingin mampu membuatku mengeratkan jubah yang kukenakan. Kulihat kakiku yang terluka, darah yang tadinya bercucuran kini perlahan berhenti.

Hanya saja, kurasakan semakin lama luka itu menjadi semakin membuat kakiku sakit. Aku segera mengambil tongkat sihirku, mencoba merafalkan beberapa mantra untuk menghilangkan rasa sakit di kakiku. "Elimato Lodore!"

Hanya saja, hal itu tak mempan. "Sudah kuduga, mantra penyembuh hanya untuk luka ringan.  Tetap dibutuhkan ramuan untuk menyembuhkan luka semacam ini," ucapku sambil menekuk dahi.

Akhirnya, aku memutuskan untuk tidur. Ketika mentari naik esok pagi, aku akan segera bergegas melanjutkan perjalanan ke Kerajaan Demon.

Namun ketika kelopak mataku terpejam untuk beberapa saat. Kurasakan ada sesuatu yang mengganjal dan mengusik pendengaranku. Suasana hutan yang hening membuat telingaku sedikit lebih tajam dalam mendengar.

Aku reflek menoleh ke segala arah. Rasanya seperti ada yang memperhatikanku sedari tadi. "Siapa di sana? Keluarlah," lirihku, dan kini mencoba berdiri.

Tidak ada tanggapan untuk beberapa saat. Hanya saja, ekor mataku menangkap dua bayangan yang tengah bersembunyi di balik semak-semak.

Apa lagi di sana? Anak buah Zilzana? batinku.

Aku mencoba mendekat perlahan karena kakiku yang pincang. Mencoba tak terdengar kalut.

"Keluarlah, aku sudah melihat kalian," ucapku lagi yang kini sudah bersiap dengan tongkat sihirku. Waspada jika saja mereka benar-benar musuh.

Elysen & The Old StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang