°Chapter Delapan°

123 22 7
                                    

Happy Reading Guys 😘
🍀🍀🍀

°
°
°
°
°

Esa menghela napsa panjang begitu mata elangnya menangkap empat kotak susu kemasan berwarna Pink berjejer rapih di atas meja kerjanya, ia menarik kursi beroda miliknya dan menghempaskan tubuhnya dikursi, selama beberapa saat dia hanya menatap susu-susu kemasan itu lalu bergulir ke tumpukan kotak susu serupa di bawah meja entah berapa persisnya kotak susu di sana sebab sejak mendapat kiriman misterius seminggu lalu Esa tidak pernah meminumnya dan langsung menaruh susu kemasan itu dikardus kecil dibawah meja kerjanya.

Pemuda itu mengerang seraya menggaruk kepalanya kasar, frustasi. Sekali atau dua kali sebenarnya Esa tidak merasa terganggu karena berfikir mungkin itu adalah bentuk perhatian atau apalah dari rekan kerjanya, namun setelah tiga hari berlalu dan bawah meja kerjanya hampir penuh oleh susu kemasan, dia mulai merasa kesal

"Bisa tuh buat jualan, Sa... Lumayan.."

Ledekan Randy sukses membuat pemuda itu mendapat tatapan tajam dari Esa, entah kenapa firasatnya mengatakan bahwa pria keturunan bangka itu ada kaitannya dengan susu kemasan yang dengan ajaib berada di mejanya. Bukan tanpa alasan Esa berpikir begitu pasalnya tidak banyak orang yang bisa masuk ke ruangan ini karena perlu kartu akses masuk.

"Demi Allah, bukan Gue.." sanggah Randy bahkan sebelum Esa benar-benar melontarkan tuduhannya, dua tangan terangkat dengan dua jari terbuka sementara tiga lainnya tertutup, seolah berusaha meyakinkan bahwa dirinya tidak bersalah.

Sambil berdecak kesal Esa memindahkan susu kemasan itu ke kardus dibawah mejanya, kemudian fokus menulis laporan pekerjaan daripada harus terus memikirkan susu kardus kemasan berwarna Pink itu. Namun baru dua puluh menit dia bisa berkonsenterasi, sebuah plastik putih penuh dengan roti dan susu kembali mendarat di mejanya.

Esa sudah siap dengan segala makian untuk pelaku yang menaruh plastik tersebut di mejanya itu, tapi segera Ia telan kembali segala kata-kata mutiara itu saat mendapati Juan Putra Yudha berdiri tegak didepan mejanya. Baiklah, Esa tidak mungkin bersikap konyol dengan memaki dokter senior sekaligus wakil direktur rumah sakit tempatnya bekerja.

"Prof, ini-"

"Gadis didepan merengek meminta saya kasih ini buat kamu, waah boleh juga pesonamu dokter Esabillo.. tapi jangan lupa etika profesi ya, harus jaga batasan antara dokter dan pasien.."

Kerlingan jahil di wajah tegas pria itu sukses menghadirkan pikiran jahat di otak Esabillo, kira-kira seberapa besar dosa mencekik seorang gadis remaja sampai kehabisan nafas?

"Bicaralah baik-baik jangan terlalu keras pada perempuan.. Perhatian kecil bisa sangat di rindukan saat sudah benar-benar tidak ada.." suara Juan membuyarkan pikiran jahat dalam otak Esa, Ia tersenyum canggung seolah tertangkap basah oleh Juan.

"Maaf sudah merepotkan dan Terima kasih, Prof.." Juan menepuk punggung Esa beberapa kali sebelum melangkah ke arah pintu disudut ruangan, tempat buku-buku berbau Ilmu kedokteran berada. Yah,bisa dibilang ruangan itu semacam perpustakaan mini yang menjadi fasilitas untuk para Dokter di rumah sakit ini.

Sepeninggal Juan, Esa kembali duduk menatap kantung plastik di atas mejanya sebelum berteriak tanpa suara seraya mengacak rambutnya frustasi. Bicara baik-baik? Bagaimana mungkin, dia saja tidak tau siapa Gadis Remaja yang dimaksud—

—Wait, Gadis.. Pasien.. Jangan bilang—

Dengan kasar Esa bangkit dari kursinya sampai menimbulkan suara gaduh sebab sandaran kursi terbentur nakas dibelakangnya, mengambil langkah lebar menuju tempat yang terlintas dikepalanya. Meski tidak begitu yakin, namun sebagian dalam hatinya mengatakan bahwa pelaku peneroran Susu Pink Kemasan itu ada disana. Tidak ada salahnya kan bertanya secara langsung? seperti saran Profesor Juan, bicara baik-baik, kalau pun memang tuduhannya salah Esa hanya perlu meminta maaf.

Only You, Always.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang