BAB 2

17.9K 790 13
                                    

                "Terimakasih mbak..." Aku menerima segelas kopi pagiku dengan sedikit menguap. Yeah, hanya ini sau-satunya caraku agar bisa bertahan sampai perkuliahan nanti siang, setelah hampir semalaman mataku terjaga gara-gara dua makhluk yang bercinta tidak aturan di samping kamar.

"Tumben minum kopi Alisha?" Tere yang berjalan di sampingku menoleh heran. Cewek berambut burgundy pendek itu menatapku tak berkedip, sambil menyesap susu hangat yang berada di tangannya.

Aku menghela nafas, menatap gelas kopiku sambil membuka pintu cafe untuk keluar. Ya, seandainya sahabatku sejak SMA ini tahu hal apa yang terjadi padaku semalam, mungkin ia tak akan bertanya seperti itu.

"Gue ngantuk." Jawabku datar, menyesap kopiku untuk pertama kali pagi ini. meskipun terkesan pahit, namun aku coba meneggaknya. "Semalam tidur gue enggak nyenyak." Lanjutku tak sepenuhnya berbohong.

"Apa jauh dari orangtua membuat lo belum terbiasa?" tanya Tere lagi yang hanya kujawab dengan anggukan tak berarti. "Dasar manja!"

Aku hanya meliriknya sebentar.

"Lo pikir gue bayi kemarin sore apa? kalau nggak dikelonin mama-nya nggak bisa tidur?"

Tere terkekah.

"Maybe!"

Kali ini kami sudah berada di trotoar, berjalan beriringan menuju kampus. Letak cafe yang berada tepat di samping kampus kami, memungkinkan para mahasiswa untuk sering datang ke cafe itu dan menghabiskan waktu mereka untuk menunggu mata kuliah selanjunya. Meskipun di dalam kampus ada beberapa kantin, namun sepertinya cafe itu adalah tempat paling cocok untuk melepaskan penat atau sekedar bersantai karena tempatnya memang nyaman.

Aku masih mengobrol dengan Tere, saat tiba-tiba mataku saling bersitatap dengan mata seorang cowok asing yang kini sedang berjalan ke arah kami bersama teman-temannya. Di bawah cahaya terang, wajahnya ternyata lebih tampan dari semalam.

Cukup lama kami bersitatap, sebelum akhirnya aku membuang muka lebih dulu saat kami sudah saling berhadapan lalu saling bersimpangan. Dan aku kembali fokus dengan Tere yang berada di sampingku, tak mengindahkan cowok yang tak kutau namanya itu.

Lagipula apa yang harus kulakukan selain mengacuhkannya? Say hay seolah kami adalah tetangga yang baik atau menanyakan bagaimana acara semalam, menghabiskan berapa ronde? Akh, aku rasa aku terlalu membuang-buang waktuku jika melakukan hal bodoh semacam itu. Dia pria menjijikan, dan perempuan yang bersama-nya semalam juga sama-sama menjijikkannya. Bagaimana dua orang bisa dengan nyaman bertukar amilase seperti itu?

Ih....aku tidak bisa membayangkan!

"Wooow....dia lewat." Bisik Tere kemudian. Matanya membola takjub.

Aku menoleh. "Siapa?"

"Yang pakai kemeja item tadi." ia mengedikkan dagunya, seringai tipis muncul dari balik bibirnya. "Aku penasaran bagaimana hebatnya dia di ranjang."

Aku mengerutkan alis. Apa yang dia maksud tetangga kosku itu?

"Pria itu tadi? Yang baru saja lewat?"

Tere mengangguk, bibirnya masih menyunggingkan senyum.

"Memang kenapa?" tanyaku penasaran.

"Ketika fuckboy memiliki wajah tampan, apa yang akan terjadi?" Tere memandangku dengan seringai. "Kabarnya dia adalah fuckboy nomer wahid di kampus kita."

iL Legame (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang