Bab 30

5.7K 295 1
                                    

                Hujan di luar sana masih belum reda, masih seirama dengan semalam, bergemericik. Deras tidak, namun cukup basah jika kita bersikeras untuk menerobosnya tanpa pelindung kepala.

Seingatku, sejak semalam hujan memang belum reda. Padahal hari ini sudah sore, dan aku hanya melewatinya dengan duduk di pinggir jendela kamar kos, dengan tatapan kosong ke jalanan sepi di bawah sana sambil mendengarkan lagu-lagu melankolis.

Semalam aku hampir saja tidak ingin pulang jika saja Abian tidak datang menjemputku dengan payung yang dibawanya. Jika saja pria itu tidak datang, mungkin aku hanya akan ada di kampus semalaman. Menyaksikan hujan sambil menangis.

Patah hati ternyata semenyakitkan ini, dan lebih menyakitkan saat kita ditinggalkan dengan alasan yangaku pikir tak rasional.

Taruhan?

Masih adakah hal itu di jaman sekarang?

Akh, entahlah! Meskipun Alexander bersikeras ribuan kali dengan alasannya, namun tetap itu tak akan membuat membencinya.

Aku mengambil gelas kelima kopiku yang pesan lewat Go Food tadi. Bahkan masih ada lima gelas yang masih utuh belum kusentuh sama sekali. Aku tak berniat bunuh diri, hanya saja aku butuh cafein untuk membuat staminaku lebih baik.

Ponselku menjerit nyaring.

Tere calling....

"Alisha!" Tere bahkan bersuara sebelum aku membuka mulutku.

"Hmm...." jawabku tak antusias.

"Lo mending ke sini sekarang!"

*****

Aku bergegas turun dari taxi yang mengantarku ke tempat ini. tempat yang baru pertama aku datangi dan mungkin untuk yang terakhir kalinya.

"Bener neng mau kesini?" tanya sopir taxi itu menatapku.

Aku mengangguk. "Iya pak."

"Emang neng tau ini tempat apa'an?" Dia memandangku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mungkin merasa tidak yakin dengan pakaian dan penampilanku yang seperti ini.

"Tau pak."

"Yaudah kalau gitu neng. ati-ati ya."

Segera setelah menerima uang dariku, taxi itu melaju begitu saja membelah malam dan jalanan becek di depan sebuah Kelab malam ini.

"Gue tunggu lo di Longlast club. Alexander ada di sini." Itulah kalimat dari Tere yang berhasil mengantarku kemari berbekal nekat tentu saja.

Kurapatkan tudung hoodieku lantas berjalan degan yakin untuk masuk ke dalam. Bau alkohol, rokok dan bau tak familiar lain langsung menyergap hidungku ketika aku masuk. Suasana remang-remang dengan music disco yang menghantam telinga sepertinya tak mempengaruhi mereka semua yang berada di dalam. Cewek-cewek dengan pakaian minim setengah telanjang, cowok-cowok yang bebas mengekspresikan keinginan mereka. Bahkan di beberapa sudut ada pasangan yang sedang berciuman mesra tak kenal tempat.

Aku bergidik ngeri. Oang-rang mabuk yang kulewati tampak menatapku tak berkedip. Mungkin merasa janggal melihat seseorang memakai hoodie dan celana kolor panjang di tengah kelab malam seperti ini.

"Sha!" seseorang menepuk pundakku dari belakang.

Aku menoleh, dan mendapati Tere tersenyum kearahku. Cewek itu memakai atasan croptee warna hitam dengan celana kulit mini yang memperlihatkan pusar serta pahanya yang mulus. Aku maklum saja, bagi Tere clubbing adalah hal biasa.

iL Legame (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang