Bab 10

11K 612 2
                                    

                Aku mengulurkan tangan, merasakan titik-titik hujan yang masih turun meskipun tak selebat tadi. Namun tetap akan basah jika aku nekat berlari pulang ke kosan.

Malam sudah semakin larut. Sebentar lagi jam sepuluh malam dan jam malam kosku akan segera berakhir. Gara-garatugas kelompok yang menyita banyak waktu, aku jadi tak bisa pulang cepat. dan jika aku sampai telat, habislah riwayatku malam ini. salahku juga kenapa terlalu asyik di dalam perpustakaan, sampai tidak sadar jika waktu sudah larut malam.

Aku mendengus. tak ada ojek online dalam radius terdekat, mungkin karena hujan dan mereka pikir tak ada orang yang membutuhkan tumpangan malam ini. suasana memang cukup sepi dan dingin ditambah dengan jejak-jejak hujan yang menggenang di jalanan, membuat keadaan disekitarku sangat lembab. Mustahil ada orang yang akan lewat untuk kumintai tumpangan.

Sudah lebih dari limabelas menit aku berdiri di sini, dan yang kudengar hanyalah suara gonggongan anjing sayup-sayup dari kejauhan, gemerisik hujan serta dedaunan yang berdersik tertimpa angin malam.

Tapi wajahku tiba-tiba berbinar saat melihat sorot lampu mobil tiba-tiba mendekat kearahku. Mungkin saja taxi lewat, atau seseorang yang baru saja mau pulang setelah punya urusan di kampus sampai larut malam sepertiku.

Namun binar di wajahku seketika meredup saat mobil itu berhenti tepat di depanku dan pengemudinya membuka kaca.

"Alisha. Apa yang lo lakukan di sini?" Alexander menaikkan alisnya.

Aku tak menjawab, kudengar sayup-sayup lagu Chandeliar mengalus merdu dari dalam mobilnya.

"menurut lo?" tanyaku acuh tak acuh. Melipat tangan di depan dada karena hawa dingin berhembus begitu saja menerpa tubuhku yang hanya berbalut dress selutut dengan cardigan tipis.

"Mau gue kasih tumpangan?"

Aku menggeleng cepat.

"Tidak perlu. Gue bisa pulang naik ojek." Tolakku tegas.

Alexander tertawa.

"Percaya sama gue, kalau nggak bakalan ada tumpangan lewat di sini Sha. Lo mau sampai pagi berdiri kayak patung begitu? Dingin, banyak nyamuk dan juga.....hororrr....." ia menakutiku tapi aku tak terpengaruh.

"Lo udah tau belum mitosnya anak-anak fakultas lo? Disini itu ada setan bapak-bapak tua perutnya gendut. Tiap tengah malem pasti muncul, berkeliling. Nakut-nakutin!"

Dan jujur, kali ini aku terpengaruh. Tengkukku tiba-tiba merinding, apalagi saatangin malam yang dingin kembali menampar mukaku.

"Gimana?"

Aku tak menjawab, hanya mataku saja yang melirik ke dalam gedung yang sudah gelap.

"yaudah kalau nggak mau naik, aku tinggalin ya. but, jangan nyesel lho." Dia mulai menaikkan kaca mobilnya.

"TUNGGU!" cegahku cepat.

Kaca itu berhenti tepat sebelum menutup dengan sempurna. Memperlihatkan senyum samar Alexander saat mata kami beradu.

"Gue numpang sampe depan kos." Gumamku acuh, membuka pintu mobil lalu naik begitu saja. menghalau perasaan gengsi, malu dan semua yang ada di dalam benakku. Aku tak ingin disini semalaman, dan bertemu setan bapak-bapak gendut yang Alexander katakan.

***

"Assssh...udah dikunci!" gerutuku sebal, menatap gembok sebesar gajah yang menggantung di pagar. Wajahku mendongak ke atas, arah kamar tidur ibu kos yang berada di lantai dua. Sudah gelap, pertanda jika wanita paruh baya itu juga sudah lelap.

iL Legame (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang