Bab 32

5.7K 313 0
                                    

                "Mbak sudah makan belum?" itulah kalimat mbok sumi saat kami berhadapan. Wanita setengah baya dengan rambut digelung itu mengulurkan tangannya, lantas mengusap rambutku yang berantakan.

"Sudah makan belum?" mbok sumi mngulangi pertanyaannya.

Aku menggeleng pelan.

"Ayo makan dulu." Mbok Sumi menggamit tanganku. Awalnya aku kira dia akan kembali mengajakku ke kerumah. Namun nyatanya tidak. Mbok sumi membawaku ke warung masakan jawa di dekat rumah.

Aku mengikuti wanita itu tanpa berbicara. Kembali mataku terasa panas, bukan karena teringat dengan apa yang sudah dilakukan mama, melainkan terenyuh dengan sikap mbok Sumi padaku. Sejak aku kecil, kenangan terbanyakku justru dengan wanita ini. saat mama masih sibuk dengan pekerjaannya dan jarang di rumah—ralat, mungkin mama sibuk dengan pacarnya di luar sana—dan papa yang benar-benar sibuk bekerja, mbok sumi-lah yang mengurusku dan memenuhi segala kebutuhanku. Maka aku tidak heran, batinnya juga pasti ikut terluka melihat keadaanku yang seperti ini.

"Mbak Alisha mau balik Jakarta?" tanyanya setelah kami sama-sama duduk di kursi. Di depanku sudah tersaji nasi rames beserta teh hangat. Biasanya aku akan dengan lahap memakan ini, namun sekarang jangankan makan, rasa lapar pun sama sekali tak aku rasakan.

Aku mengangguk, mengunyah nasi yang baru saja kumasukkan ke dalam mulutku meski rasanya hambar.

"Makan yang banyak, nanti biar nggak mabuk di jalan." Katanya kemudian.

Aku mengangguk pelan, kemudian memakan nasiku sedikit demi sedikit sedang mbok sumi hanya menunggu di depanku tanpa bicara, sesekali ia merapikan anak rambutku yang berantakan.

"Mbak....." kata Mbok Sumi kemudian menguraikan hening diantara kami.

Aku mendongak.

"Maafin ibu ya....?"

Aku tertegun, menaruh sendokku di atas piring lantas membuang muka ke sembarang tempat. Suasana warung tidak begitu ramai, sehingga tak ada yang memperhatikan mukaku yang berantakan.

"Kata dokter, dulu mbak Alisha kena amnesia sementara akibat terlalu kaget dengan apa yang mbak Alisha alami." Mbok sumi mulai bercerita. "Dan bapak sama ibu memutuskan untuk tidak berusaha mengembalikan ingatan mbak Alisha lagi. Toh, nggak ada untungnya juga kata bapak mbak. Kenangan semacam itu, lebih baik mbak Alisha memang nggak usah inget. Buat apa? Kita semua juga sudah lupa."

Aku terdiam, menunggu kalimat Mbok Sumi selanjutnya.

"Saya tahu ibu memang salah mbak. Tapi ibu sudah berubah..... itu masa lalu dan kami sama sekali tak pernah membahasnya lagi. Sebelum akhirnya mbak Alisha sendiri yang kembali membuka luka lama itu...." desah mbok Sumi.

"Kalau mama lupa, kenapa mama masih nyimpen foto papanya Alexander di dalam lemari?" sambarku cepat. "Apa itu yang dinamakan sudah melupakan mbok?"

Mbok sumi belum menyahut.

"Mbak....." mbok sumi meremas tanganku dengan lembut. "Jangan putus hubungan sama ibu ya? bagaimanapun juga dia yang melahirkan mbak, terlepas apapun kesalahannya di masa lalu."

Aku tak menjawab, mengambil tasku lantas berdiri.

"Kasih aku waktu mbok....." jawabku datar. "Jika Alisha bisa menerima ini semua, suatu saat nanti Alisha akan pulang. Tapi Alisha nggak tahu kapan."

iL Legame (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang