Acht : Hujan ( 2 )

84 14 5
                                    

( Calum Scott - You Are The Reason🎶 )

| Happy Reading |

When you decided to stop crying.
Do it.
But, Don't ever to stop happy 'cause you busy to think you'll hurt.


ZAFLA

Muntahan air dari langit yang tadinya turun begitu derasnya perlahan mereda. Menyisakan beberapa rintik air dan juga hawa dingin yang kentara karena langit tampak gelap. Awan tebal bahkan masih berlomba-lomba menutupi matahari yang hendak unjuk gigi menampakkan sinarnya.

Genangan air di beberapa titik jalan membuat beberapa orang mengeluh, lalu memprotes kenapa hujan selalu turun.

Aneh. Tanah yang menerima hujan, mengapa mereka yang tak tahan?

Hidup ini seharusnya dipenuhi dengan rasa syukur makhluk kepada Tuhan. Tak usah banyak mengeluh apalagi sampai berputus asa dari rahmat-Nya.

Tapi memang begitu lah sifat manusia. Tak pernah jauh dari kata mengeluh apalagi jika ditimpa suatu kepayahan.

Entah sudah berapa lama Zafla berada di halte, berduaan dengan Zefan yang masih setia menggenggam tangannya-seolah Zafla akan kabur jika cowok itu melepas genggamannya barang sedetik saja.

Sebenarnya tangan cowok itu sudah berpindah sedari tadi, beralih memegang erat pergelangan tangan Zafla yang terlapisi jaket merah miliknya.

Berusaha menghargai Zafla yang kurang suka jika orang lain menyentuh langsung kulitnya.

Zafla enggan menoleh ke arah Zefan yang masih setia menatap lurus jalanan didepannya.

Sekelilingnya sudah sepi. Beberapa murid yang tadi tersisa sudah pulang satu persatu, mereka pamit pulang pada Zefan dan sama sekali tak menghiraukan Zafla yang memasang wajah datar.

Tapi Zafla tak peduli, bahkan tak merasakan apapun saat mereka sibuk kembali mencela dirinya. Mengatakan bahwa bisa saja Zafla bukan bagian dari keluarganya mengingat betapa berbedanya ia dengan sang kakak.

Bahkan ada diantara mereka yang asik menceritakan mamanya. Mengatakan bahwa Zafla tak lagi dianggap sebagai anak, lalu dengan teganya mengatakan mungkin Zafla adalah anak haram hasil papanya berselingkuh.

Zafla mengepalkan tangannya, menekan seluruh saraf di sistem otaknya agar tak mengirim sinyal pada hatinya untuk ikut ambil pusing atas perkataan orang lain. Apalagi sampai merasa sakit hati.

Karena yang ia pikirkan, itu adalah hal yang tak penting dan terlalu buang-buang waktu.

Heran, entah darimana mereka tau tentang keadaan rumahnya. Termasuk kondisi keluarganya saat ini.

Zafla menggeleng prihatin menyadari sikap manusia yang semakin lama, semakin melewati batas. Urusan keluarganya adalah privasi yang seharusnya tak pantas mereka bicarakan.

Zefan yang menyadari bahwa gadis disampingnya hanya diam sambil melamun, langsung menyentuh dagu Zafla menggunakan ujung jari telunjuknya.

Ia menatap puas gadis itu terlebih dahulu dari samping sebelum bertanya parau, "Kita pulang?"

Zafla mengangguk mengiyakan, lalu bangkit berdiri menyusul Zefan yang sudah melepaskan pegangannya dan berjalan menuju ninja hitamnya yang terparkir manis disamping halte.

ZAFLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang