Elf : Klise

39 6 0
                                    

Baby-baby qu TERCINTA jangan lupa vote dan komentarnya ye.

Dedeq nulis ini pake tangan bukan pake hati●_●

_______

| Happy Reading |

Harusnya kamu sadar bahwa yang kamu miliki atau yang tidak kamu miliki sekarang, bisa jadi akan hilang atau kamu dapatkan pada waktu yang tak terduga.

ZAFLA


Ada apa?

Ah lebih tepatnya, kenapa?

Zafla mendesah tidak peduli, menyentuh pelan bercak merah kebiruan yang tercetak jelas di pipi kanannya. Sedikit meringis menahan perih yang mulai terasa.

Gadis itu sudah berdiri di depan pagar hitam rumahnya. Mematung disana, memikirkan kalimat macam apa yang bisa dipakai jika salah seorang anggota keluarganya menanyakan sebab memar dipipinya.

"Ngapain lo?" Zafla tersentak kaget. Secara refleks menutup pipinya dengan telapak tangan dan rambut coklatnya yang tergerai.

Raffael menatap curiga, kemudian memilih mengabaikan karena remaja satu itu benar-benar lelah setelah seharian berlatih futsal.

"Minggir ah, nyemakin jalan aja lo berdiri disitu." Raffael bergerak maju, menabrak sekilas bahu Zafla dan berjalan memasuki rumah minimalis berlantai dua itu.

Zafla menghela napas lega, setidaknya adiknya tidak akan bertanya macam-macam sebagai permulaan dari pertanyaan lain yang sudah menantinya. Mungkin.

🌻

Malamnya, mereka berkumpul selayaknya keluarga normal diluar sana. Makan bersama di atas meja makan sambil bertukar cerita bahagia seputar kegiatan hari ini, membuat wajah Hana terkadang memerah saking bahagia nya mendengar cerita kedua putra-putrinya. Sesekali ayahnya juga akan tertawa atau bergumam untuk menanggapi.

Potret keluarga sempurna bukan?

Atau, potret keluarga bahagia, 'kan?

Tetapi, itu tidak berlaku untuk Zafla. Gadis itu hanya diam dan fokus dengan makanan didepannya. Berusaha abai pada suara-suara bahagia yang terdengar jelas melewati gendang telinganya.

Ia bahkan masih sibuk menutup memar di pipinya. Mencipta gerak samar agar keluarganya tidak sadar bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu dibalik rambut coklat tergerai nya.

"Kamu kenapa, Zaf?" suara tegas itu menginterupsi pergerakan tangan Zafla yang sedang menahan rambutnya agar tetap menutupi pipinya. Ia mendongak kaku, balas menatap pandangan Rafad yang bingung dengan tingkahnya.

"Ga- gak.. Gak papa, Pa."

Mendengar jawaban tidak memuaskan dari putrinya, Rafad memilih tak bertanya lagi.

"Kamu udah kelas dua belas, kan?" kata ayahnya mengubah topik pembicaraan. Zafla yang awalnya sudah merunduk menatap piring makannya, kembali mengangkat kepalanya, membalas tatapan ayahnya yang tak terbaca.

Sejak kapan ayahnya peduli tentang sekolahnya?

Saat ini, ayahnya hanya basa-basi atau apa?

ZAFLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang