Zehn : Si Datar

74 13 5
                                    

Uwu

Sebelumnya aku mohon banget sama kalian yang baca cerita ini, apa salahnya gerakin tangan kalian untuk tekan bintang dibawah.

Atau komentar biar aku tau seberapa tertarik kalian sama cerita ini.

Gini deh, coba kalian di posisi aku. Kalian nulis cerita, capek ngetik, capek mikir, eh yang baca banyak, tapi vote sama comment nya nothing.

Apalagi parahnya, karena banyak silent readers yang gak tanggung jawab, cerita kalian di jeplak, di plagiat, nah gimana rasanya?

Aku mohon kerja sama kalian sebagai penulis dan pembaca, untuk menghargai karya orang itu mudah apalagi jika ingin kalian juga dihargai.

Kalian senang, aku juga bakal lebih bahagia karena bisa memuaskan kehaluan kalian.

Para silent readers di segala work milik aku, cepetan muncul dong. Jangan kaya si dia yang suka seenaknya aja padahal udah dibaikin.
_______

( Hrvy - Told You So🎶 )

| Happy Reading |

Seolah sudah terbiasa dengan apa yang kamu lihat, kamu jadi lupa dengan sesuatu yang tersembunyi dan tak terlihat.

ZAFLA


Zafla melangkah mundur, gadis itu hendak berbalik saat melihat Atha sedang berjalan ke arahnya. Safwa yang berdiri di samping cewek itu jadi tertawa melihatnya.

"Zafla!"

Terlambat, Atha terlanjur memanggil namanya. Zafla memasang ekspresi biasa, tidak ada rona di wajah itu. Datar.

Maklum, bawaan lahir.

Atha tersenyum lebar, "Lo anak bahasa 'kan?"

Zafla hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Gue boleh minta tolong?" Tanya Atha berharap. Dalam hatinya, cowok itu ingin sekali Zafla mengiyakan permintaan nya.

"Apa?"

"Gue sama anak jurnalistik rencananya mau pake ide lo untuk buat artikel baru di blog sekolah." Ucap Atha menjelaskan secara singkat permintaannya.

"Kenapa?"

Safwa menepuk jidatnya sendiri, heran dengan jawaban Zafla yang tidak pernah lewat dari sepuluh kata.

Gadis itu mendekatkan bibirnya ke telinga Zafla, kemudian berbisik pelan agar Atha tak mendengarnya.

"La, selain gue gaada yang paham sama bahasa lo. Jadi, please ngomong yang bener!"

Atha tersenyum geli, meski sepupu nya itu berbisik pada gadis di sebelahnya. Suara Safwa tetap terdengar ke telinganya.

Atha berdeham sebentar, terlihat berpikir sekilas. "Karena menurut gue, lo yang tepat." Ungkap cowok itu, singkat dan santai.

Kini tatapan Safwa beralih pada Atha, gadis itu menatap curiga pada sepupunya ini.
"Ehm, ini keputusan anak jurnalis apa keputusan ketuanya doang ha?"

Atha tertawa, ya, ketua jurnalistik yang dimaksud Safwa adalah dirinya.

"Walaupun ini murni keputusan gue, anak-anak udah pada tau, kok." Atha beralih menatap Zafla. Mengabaikan Safwa yang masih memicing curiga.

ZAFLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang