Part 6

11 2 0
                                    

   Ayah Kai dan ketiga temannya mulai mendekati mayat macan berbulu emas tersebut, mereka mengulitinya, mencabuti kuku dan taringnya. Kita dipaksa melihat pemandangan yang mengerikan itu, badan kita terasa lemas dan mual melihat mereka menguliti tubuh macan itu. Daging dan darahnya terlihat jelas dan membuat kita semakin lemas, aku mulai memejamkan mata dan menundukkan kepala. Keringat panas dingin mulai terasa di kepalaku, lalu mulai mengalir di sekujur tubuhku. Aku menghadap kebelakang dan berlari beberapa langkah ke sebuah pohon yang cukup besar, aku mengeluarkan seluruh isi perutku yang aku tahan, aku bisa mendengar beberapa temanku juga mulai muntah. Begitu aku selesai, aku langsung menenangkan diriku. Pada saat aku memalingkan wajahku aku melihat sesosok wanita yang berlumuran darah. Rambutnya agak panjang dan bola matanya berwarna hitam. Aku pun tidak percaya dengan apa yang kulihat. Badanku semakin lemas melihat itu. Wanita itu menatapku dengan wajah wajah memelas dan wajah berlumuran darah. Tiba-tiba Baekhyun memanggilku, begitu aku menolah kembali melihat wanita itu, ia sudah lenyap.
   Tampak ayah Kai dan teman-temannya sedang menunggu kita. Begitu kita sudah mulai berkumpul tampak seorang teman ayah Kai meraih sesuatu dari dalam gua macan tadi. Begitu ia berbalik ia mencengkram anak macan yang kita kejar, ia nampak memberontak berusaha lari. Aku yang melihat itu tahu apa yang akan mereka lakukan, aku pikir pemandangan mengerikan yang tadi aku lihat sudah berakhir.
"Oke, siapa yang mau menghabisi buruan pertamanya?" ayah Kai bertanya pada kita.
"Tidak ada, aku pikir kalian cukup berani ke hutan ini, bagaimana dengan putraku? Apakah kau berani?" ia bertanya sambil mengulurkan pisau pada Kai.
   Aku bisa melihat Kai agak takut dan bergetar.
"Aku ingin mencobanya," spontan aku mengajukan diri.
"Baiklah ambillah, ayo aku tunjukkan caranya."
   Aku mendekati bayi macan yang tersebut. Dia tampak melawan dan pria itu menahan badannya di tanah.
"Ayo, tusuk di bagian leher, usahakan kuat dan cepat."
   Kulihat makhluk itu yang tadinya melawan tampak terdiam pasrah. Hatiku berdebar-debar, tanganku tampak ragu untuk membunuhnya. Kudekatkan pisauku ke lehernya. Ku pegang pisauku dengan erat, lalu ku benamkan pisau ke lehernya dan ku iris dengan cepat. Aku melakukannya dengan menutup mata, tapi aku bisa merasakan darah yang pekat mengalir membasahi kedua tanganku.

Kisah Tanah JahanamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang