Sepertinya kita sudah hampir sampai. Aku yakin karena kita sudah berjalan lebih dari dua puluh kilometer. Aku sangat rindu dan sangat ingin segera pulang pada awal perjalanan tadi. Tetapi, semakin lama kita berjalan dan semakin dekat kita dengan tujuan, aku merasa takut dan cemas dengan apa yang akan terjadi dengan desa kita.
Ku lihat wajah teman-temanku, dan sepertinya mereka juga cemas sama sepertiku. Kecuali Lucas, ia tampak gembira dan sepertinya ia sangat berpikiran positif. Aku harap apa yang diharapkan Lucas benar-benar terjadi, kita semua juga berharap demikian.
Kulihat disebelah kananku ada Sehun yang berjalan dengan wajah cemas. Kupegang pundaknya dan kurangkul dia agar dia tidak cemas. Kulihat ia tersenyum kepadaku dan aku membalas senyumannya.
"Apa kau tidak takut terjadi hal buruk?" Sehun bertanya.
"Tentu aku takut, tapi kita harus yakin kalau desa kita baik-baik saja." Jawabku.
Akhirnya kita semakin dekat. Kali ini bisa kudengar suara aliran sungai dari kejauhan. Kita semakin mendekati sungai tersebut. Tampak didepan kita pepohonan yang sudah tidak terlalu banyak lagi. Ada sinar matahari yang terang menyinari jalan didepan. Akhirnya kita keluar dari hutan dan sampai di sungai perbatasan hutan dan desa.
Matahari yang terbit sudah mulai menyinari kita. Aku sangat merindukan sinar matahari, terutama setelah kita menghabiskan waktu seharian dihutan yang gelap tersebut. Aku melihat ke arah matahari pagi dan sangat terkejut. Langit berwarna kemerahan, seperti darah. Banyak yang bilang langit merah akan muncul setelah ada peperangan.
Kulihat keseberang desa sangat sepi seperti biasa. Tetapi, suaranya sangat sunyi. Tidak ada bunyi hewan ternak dan tidak terlihat seorang pun. Kita segera berjalan ke arah jembatan untuk menyeberang. Betapa kagetnya kita pada saat sampai didepan jembatan.
Banyak mayat dan bagian tubuh berceceran. Mayat manusia ada dimana-mana. Senjata dan perisai berserakan. Terlihat sepanjang jembatan hingga ke arah benteng ada bercak darah yang mengering. Pintu benteng tampak terbuka lebar dan rusak, penuh dengan berbagai bekas serangan senjata.
Perasaanku semakin gelisah dan takut, badanku lemas menebak-nebak apa yang terjadi. Kita mulai berjalan melewati jembatan, mataku berkaca-kaca melihat pemandangan mengerikan selama berjalan melewati jembatan. Kucium bau darah dan mayat yang membusuk. Kulihat mayat-mayat tersebut dihinggapi oleh lalat yang berterbangan. Aku sangat mual dan ingin muntah melihatnya. Kutundukkan kepala dan kututup hidung agar baunya tidak tercium.
Kita melewati bagian dalam benteng yang kedua pintunya terbuka lebar dari arah hutan dan dari arah desa. Didalamnya juga banyak mayat yang berguguran. Lucas, Luhan, Tao, Chanyeol, dan Sehun mulai menangis. Para orang dewasa berusaha menenangkan mereka.
"Tidak apa-apa, kalian tidak perlu khawatir. Pasti para penduduk desa sudah mendapat waktu untuk mengungsi terlebih dahulu." Kata Jack menenangkan kita semua.
Begitu kita sampai di desa kita sangat terkejut. Beberapa rumah sudah hancur, gerobak yang hancur tergeletak ditengah jalan, perisai dan berbagai macam senjata berserakan. Kulihat ke langit, ada asap yang asalnya dari alun-alun desa. Kitapun segera bergegas kesana.
Begitu kita sampai ke asal asap itu kita sangat terkejut. Asap tersebut berasal dari api yang merupakan api pembakaran mayat. Banyak seklai badan-badan dan bagian tubuh yang ditumpuk dan dibakar di alun-alun desa. Tampak disekeliling mayat-mayat itu ada beberapa orang yang sepertinya bertugas membakar mayat-mayat itu. Orang-orang yang membakar mayat itu tampak terheran-heran melihat kita.
Tubuh-tubuh yang tidak bernyawa itu ditumpuk secara acak didalam lubang yang sangat besar tetapi tidak terlalu dalam dan mereka membakarnya hingga mengeluarkan asap yang mengepul dilangit. Aku sangat sedih, semua orang yang kukenal dan kusayangi di desa ini sudah meninggal dengan mengenaskan. Aku tidak kuat melihat pemandangan ini, air mataku mengalir dengan deras. Aku segera berlari dari sana, pergi ke rumahku.
Aku pun sampai ke rumahku. Beberapa barisan rumah hancur, ada salah satu rumahku yang terletak ditengah. Ku berlari memasuki rumahku. Di dalam sangat kacau sekali, jendela pecah, kursi terbalik, lantai yang terbuat dari kayu pun banyak yang patah dan rusak.
Kususuri setiap ruangan dilantai bawah. Semua ruangan dilantai bawah seperti kapal pecah. Kuberlari ke lantai atas. Semua ruangan di atas sama seperti dilantai bawah, berantakan dan banyak barang rusak. Pada saat ku memasuki kamar ayah dan ibu, aku sangat terkejut.
Tampak kasur kedua orang tuaku jatuh terbalik dari ranjang, dan dibawah ranjang ada bercak darah yang cukup banyak. Tangisanku mulai pecah dan merasa lemas. Aku menangis dengan histeris dilantai kamar orang tuaku. Dengan sedihnya aku yakin bahwa itu adalah darah ibuku.
Ibuku pasti sedang bersembunyi di bawah ranjang ketika para makhluk itu menyerang rumah kita. Pasti makhluk itu mengetahui tempat persembunyian ibuku dan membunuhnya. Aku menangis dengan penuh kesedihan dan penyesalan. Seharusnya aku tidak kabur kehutan dengan teman-temanku, seharusnya aku dirumah melindungi ibuku. Seharusnya aku melindungi ibuku dirumah saat makhluk itu menyerang, aku yakin bahwa ibuku masih hidup jika aku dirumah menemaninya.
Aku berbaring dilantai dengan air mata mengalir. Air mata terus membasahi wajahku hingga mulai membasahi lantai. Dengan nafas tersedu-sedu aku membayangkan seluruh kenangan ku bersama dengan orangtuaku. Betapa jahat dan egoisnya aku meninggalkan ibuku demi hal bodoh bersama teman-temanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tanah Jahanam
FantasyKisah fiksi tentang perjuangan hidup di tanah Jahanam. Dimana semua makhluk saling berperang dan saling membunuh satu sama lain.