6

2.1K 352 73
                                    

"Sugoi."

Netra ungu kelabu milik Sabito bersinar saat melihat sebuah kupu-kupu, kapal, dan burung yang dibuat oleh [Name] dengan selembar kertas berwarna merah muda.

Tangan mungilnya meraih kapal. Matanya meneliti tiap sisi kapal buatan dari kertas itu. "Ini hebat. Ne, Nee-san, bagaimana bisa kau membuatnya jadi seperti ini?" Tanya Sabito dengan antusias.

"Aku belajar dari buku panduan." Jawab gadis berkimono merah muda dengan bangga.

"Keren." Sabito kembali meneliti kapal kertas yang dipegangnya.

"Ini namanya Origami. Seni melipat kertas." [Name] menunjuk kapal kertas yang sedang dipegang oleh Sabito. Sabito masih menatap takjub pada karya buatan gadis iblis tersebut.

"[Name] Nee-san. Tolong ajarkan aku cara membuatnya." Pinta Sabito.

"Boleh. Tapi, dengan satu syarat." [Name] mengacungkan jari telunjuknya keatas.

"Apa syaratnya?"

"Sabito tidak perlu memanggil namaku dengan tambahan Nee-san. Bagaimana?"

Sabito meletakkan jari tangannya di dagu, berpose layaknya orang yang sedang berpikir. Tampaknya bocah itu menimbang jawabannya. Alisnya berkerut untuk sementara. Setelah itu, ia mengangguk dengan semangat.

"Aku terima syaratnya."

[Name] berkacak pinggang. Dirinya merasa senang. Karena dengan ini, Sabito tidak lagi merajuk dan kini bocah laki-laki itu mau memanggil namanya saja.

'Tidak sia-sia aku belajar membuat origami.' Ucapnya dalam hati dengan perasaan bangga.

"Baiklah. Aku akan mengajari Sabito."

"Hore. Terimakasih, [Name]."

Sabito kembali memeluk [Name]. Namun tidak hanya sampai disana saja, bocah berambut sewarna buah persik itu mencium pipi [Name]. Hal itu membuat si empunya mematung, berusaha mencerna apa yang baru saja dilakukan oleh Sabito. Dengan tampang polosnya Sabito hanya memberi cengiran lebar.

"[Name], wajahmu merah." Tunjuk Sabito pada wajah [Name].

Sejurus kemudian Sabito terbahak karena melihat wajah si gadis iblis yang memerah akibat perlakuannya. Gadis yang masih dipeluk oleh Sabito pun tersadar dan ikut tertawa.

"Hahahaha."

Tawa mereka menggema dikesunyian malam. Tanpa sadar gadis dengan surai [h/c] yang digelung itu balas memeluk tubuh mungil milik Sabito. Mereka berdua tertawa sambil saling memeluk.

Tap. Tap. Tap.

"Sabito, mundurlah."

Dengan terpaksa, [Name] melepaskan pelukannya pada Sabito dan mendorong tubuh anak itu kearah yang berlawanan dengan tubuhnya. Ia bangkit dari duduknya dan mundur saat sadar seseorang datang. Sebuah pedang hampir saja mengenai tubuhnya jika saja ia tidak segera beranjak.

"[Name]." Panggil Sabito.

'Sudah kuduga.' Batin [Name].

Seseorang yang datang itu adalah seorang pria. Dia manusia. Di tangannya ada sebilah pedang yang jelas sekali diacungkan pada si gadis iblis.

Pria itu memakai seragam dan haori biru dengan motif air. Wajahnya tertutupi oleh topeng merah, [Name] jadi tidak bisa melihat rupanya.

Dengan seragam hitam yang dikenakannya, [Name] tahu betul dengan siapa ia berhadapan sekarang. Salah satu dari sekumpulan orang-orang yang sangat membenci iblis. Dan akan membasmi iblis yang mereka temui.

"Pemburu iblis." Gumam [Name].

Ya.

Pria yang sekarang sedang berhadapan dengan [Name] adalah seorang pemburu iblis. Dari auranya, jelas jika pria bertopeng ini bukanlah seorang pemburu iblis biasa. Pria itu adalah--

"Seorang pilar." Gumam [Name] lagi.

Pria itu langsung mengayunkan katananya yang mengeluarkan aliran air pada [Name].

'Pernapasan air.' Batinnya. Dengan spontan [Name] bergerak mundur. Menghindar dari serangan itu.

"[Name]!!!" Sabito berteriak keras melihat pria tersebut tiba-tiba menyerang si gadis iblis.

"Tolong dengarkan aku dulu, tuan pemburu iblis." Ucap [Name] disela-sela pertarungan mereka.

Pria bertopeng tersebut memilih untuk tidak menjawab. Ia harus segera menyelesaikan tugasnya untuk membunuh gadis iblis ini.

"Ku mohon, dengarkan aku, tuan pemburu iblis."

Lagi, [Name] meminta untuk diberikan kesempatan berbicara. Namun, pria itu tetap diam dan menyerangnya. Ia terus-terusan menghindari ayunan pedang dari si pria pemburu iblis.

"[Name]. Hikss. Hikss." Sabito menangis.

Dengan tubuh kecilnya, meskipun ia berniat ingin menyelamatkan gadis iblis itu. Tetapi, tetap saja ia terlalu takut untuk melakukannya. Melihat bagaimana pedang pria tersebut terus berayun tanpa henti, benar-benar membuat Sabito takut.

"Tuan pemburu iblis." [Name] tidak menyerah. Ia masih berusaha untuk mengajak bicara pria yang masih menyerangnya.

'Aneh. Kenapa iblis ini memilih untuk menghindar daripada balas menyerang?' Batin si pria bertopeng.

Dengan sekali ayunan dari arah belakang, pria tersebut berhasil menusuk jantung [Name]. Darah merembes keluar dari balik kimono merah muda itu. Gadis tersebut jatuh ke tanah.

"[Name]!!!" Teriak Sabito lagi.

Sabito yang terkejut saat melihat [Name] terduduk di tanah dengan tangan yang terus menekan luka dibagian dadanya pun berlari menuju gadis tersebut. Ia sampai tepat sebelum pedang milik pria pemburu iblis menebas kepala [Name].

"[Name]. Hikss. Hikss. Dadamu terluka." Bocah itu berucap seraya menangis keras.

"Daijoubu. Ini bukan masalah besar." [Name] mengeluarkan kantung obat dan menyapukan isinya pada lukanya.

"Tapi, lukamu mengeluarkan banyak darah. Hikss. Hikss."

"Ini tidak apa-apa. Sabito, jangan menangis, ya." [Name] mengusap kepala Sabito dan menghapus air matanya. Pemandangan itu membuat pria bertopeng terperangah.

Baru kali ini ia melihat seorang iblis yang menenangkan bocah kecil yang sedang menangis. Baru kali ini juga ada seorang iblis yang tidak balas menyerangnya dan malah memilih menghindar. Dan baru kali ini pula dia mencium bau yang sedikit berbeda dari seorang iblis. Baunya seperti bau--

"Kau." Pria itu mulai bersuara.

"Sebenarnya siapa?"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc

Kindness of a Demon ; Sabito x Reader [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang