30

1.5K 268 5
                                    

[Name] terjebak disituasi ini. Dimana ia harus bisa bertahan dengan semua jawaban yang akan diberikannya. Tentu saja [Name] sudah memikirkan kata-kata apa yang akan digunakannya untuk menyelamatkan diri dari seorang Kibutsuji Muzan.

"Douma mengatakan kalau kau menolong seorang pemburu iblis. Apa itu benar?" Tanya Muzan. Suaranya sangat dingin begitu pun dengan tatapannya. Tapi, [Name] tidak takut sama sekali.

'Ternyata dia memang memberitahu orang ini.' Batin [Name].

Dengan tenang gadis itu menjawab, "Ya. Itu benar."

"Dan kau berteman dengannya. Apa itu benar?" Tanya Muzan lagi.

"Ya. Itu sangat benar."

Tiba-tiba Muzan mencekik leher [Name] dengan kuat. Muzan mengangkatnya hingga kaki [Name] tidak menapak pada lantai kayu dibawahnya. Rasanya sakit sekali tetapi ia harus menahannya. [Name] harus tetap bersikap tenang jika ia ingin selamat dari kemarahan Muzan.

"Kenapa kau melakukannya? Mereka itu adalah musuhku, berarti musuhmu juga." Muzan menggeram. Cekikannya semakin kuat.

'Mereka bukan musuhku. Mereka adalah sekutuku. Kau yang musuhku disini.' Jawab [Name] dalam hati.

"Bu-kan-kah an-da mem-beri-kan kebe-basan pa-da saya, Muzan-sama?" Suara [Name] sangat kecil sebab cekikan di lehernya yang begitu kuat.

"Tapi, bukan berarti kau bisa berteman dengan pemburu iblis!!"

Mata Muzan berkilat marah. Ia berteriak dan melempar [Name] ke dinding kayu dibelakangnya. Gadis tersebut terbatuk-batuk. Memegang lehernya yang disekitarnya menampilkan bekas merah.

Muzan datang dan mencengkram rahang [Name]. Mendongakkan paksa kepala [Name] agar bisa melihat lebih jelas wajahnya.

"Apa kau sadar dengan yang telah kau perbuat?" Muzan mendesis tajam.

"Saya sangat sadar, Muzan-sama."

Muzan menguatkan cengkramannya. Kuku-kukunya mulai memanjang. Kedua pupil matanya meruncing. Muzan sudah masuk kedalam bentuk iblisnya. Muzan bisa membunuh [Name] kapan saja ia mau.

"Aku memberikanmu kebebasan, bukan untuk menjalin hubungan pertemanan dengan musuh besarku. Apa kau berniat ingin menjadi pengkhianat?!" Muzan berkata dalam satu tarikan nafas.

'Iya.' [Name] hanya menatap datar dan sungguh, tatapan itu membuat Muzan muak.

"Tapi, apa anda tidak memikirkan sisi positifnya Muzan-sama?" Tanya [Name] dengan nada yang setenang mungkin. Ia mencoba untuk mencegah Muzan semakin naik darah.

"Apa maksudmu?"

"Dengan ini, aku bisa mengetahui informasi tentang para pemburu iblis dengan leluasa." Muzan terdiam.

"Dan aku bisa memberikan informasi itu pada anda."

Reaksi diam Muzan menarik kedua sudut bibir [Name] untuk menyeringai. Seringaian yang sangat tipis dan samar.

"Informasi apa memangnya yang kau ketahui?" Tanya Muzan yang sepertinya sudah mulai melunak. Kuku dan matanya kembali dalam bentuk semula.

"Mereka telah membunuh Rui."

••••••••••

Tap. Tap. Tap. Tap. Tap.

Suara langkah kaki itu terdengar terburu-buru. Di mata birunya ia menangkap sosok iblis yang sedang ia cari-cari.

"Kau!! Apa maksudmu, hah?!"

Orang itu, Giyuu, mendorong kasar pundak [Name] dan berteriak marah. Dicengkramnya rahang gadis itu dengan sangat kuat. Hampir sama dengan yang Muzan lakukan pada [Name] beberapa jam lalu.

"Kenapa kau menyembunyikan identitasmu selama ini?! Apa sebenarnya rencanamu, sialan?!!"

Giyuu tidak bisa menahan emosinya lagi. Saat mendengar perkataan Sabito mengenai identitas asli [Name], ia sangat marah. Giyuu tidak mendengarkan panggilan Sabito dan pergi mencari [Name] di tempat biasa gadis itu menunggu Sabito.

Wajah tanpa ekspresi [Name] sangat membuat Giyuu marah. Ia berusaha mengendalikan amarahnya, namun tetap saja tidak bisa. Giyuu harus mencari tahu apa maksud dari sikap baik gadis itu selama ini.

"Kupikir kau sudah tahu jawabannya, tuan pilar." Jawab [Name].

"Jawaban konyolmu tentang perasaan itu?"

"Itu bukan jawaban konyol. Aku memang serius dengan perasaanku." Mereka diam.

Giyuu berusaha menenangkan diri dengan menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya lewat mulut. Ia lakukan itu selama berulang-ulang sampai dirinya benar-benar tenang.

Perlahan Giyuu lepaskan cengkramannya. Pandangannya menatap dalam iris mata [Name].

'Tenang Giyuu, tenang.' Lafalnya dalam hati seakan kata itu adalah mantra penenangnya.

"Aku tanya sekali lagi. Apa alasanmu menyembunyikan identitasmu yang asli?"

"Alasanku, karena aku tidak ingin Sabito meninggalkanku. Aku ingin selalu bersama Sabito sebab aku sangat menyukainya." Giyuu ingin tertawa sinis mendengar jawaban itu.

"Kau ini tidak sadar diri sekali ya, nona iblis." Ujar Giyuu. "Kau tahu kalau kalian itu makhluk yang berbeda. Lalu, kenapa kau sangat ingin bersama Sabito hanya karena sebuah perasaan?"

"Aku sangat sadar diri kalau kami itu berbeda. Tapi, aku ingin bertanya padamu dulu, tuan pilar." Dahi Giyuu berkerut.

"Jika aku jadi seorang manusia lagi. Apa kau memperbolehkanku untuk bersama dengan Sabito?" Tanya [Name].

"Menjadi manusia lagi? Apa maksudmu? Sebenarnya apa yang kau rencanakan?"

Kata-kata [Name] membuat Giyuu sangat penasaran. Giyuu yakin jika [Name] sedang merencanakan sesuatu.

[Name] memejamkan mata. Ia memikirkan hal ini berkali-kali dan sudah diputuskannya.

"Kau sangat ingin tahu rencanaku, tuan pilar? Baiklah. Kau adalah orang pertama dan satu-satunya yang akan kuberitahu tentang rencanaku." [Name] membuang nafas kasarnya melalui hidung.

"Rencanaku adalah-" Gadis itu sengaja mengantung kalimatnya supaya Giyuu semakin penasaran.

"-memusnahkan Kibutsuji Muzan dan kembali menjadi manusia."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc

Kindness of a Demon ; Sabito x Reader [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang