Bonus Chapter

1.5K 216 105
                                    

"Ara ara. Ada Tomioka-san rupanya."

[Name] tersenyum yang entah kenapa senyuman manis itu seolah-olah seperti sedang mengejek si mantan pilar air. Tidak ada manis-manisnya dipenglihatan Giyuu.

"Kenapa kau disini?"

Nada Giyuu kentara sekali kalau ia tidak suka. Ya, karena memang seharusnya [Name] tidak berada di rumahnya Ubuyashiki Kiriya. Urusan gadis itu sudah selesai. Bukannya ia lebih baik pulang ke rumahnya setelah apa yang terjadi?

"Santai." [Name] merangkul bahu Giyuu. Pria itu menatap lengan yang bertengger pada bahunya. Tidak mencoba untuk menyingkirkannya walau merasa sangat risih.

Nampak dari kejauhan Sabito dan Urokodaki berjalan mendekati mereka. Ah ya, organisasi pemburu iblis sudah resmi dibubarkan. Semuanya kini mengemas barang dan kembali ke kediaman mereka yang lama. Meninggalkan rumah bekas markas umum pemburu iblis. Begitu pula dengan keempat manusia ini. Mereka bersiap-siap kembali ke kediaman Urokodaki.

[Name] hanya menginap untuk waktu seminggu saja disana. Ia ingin mencoba tinggal di kediaman orang yang dulu telah memberinya kesempatan untuk hidup. Membawa serta dua pedangnya sebagai kenang-kenangan yang berharga.

Berjalan beriringan dengan Sabito di sampingnya, [Name] tidak henti-hentinya memainkan rambut Giyuu yang berjalan di depannya. Gemas karena rambut hitam legam itu yang dipotong oleh pemiliknya. Tidak tahu alasan apa yang membuat Giyuu memutuskan untuk memotong rambutnya.

"Kau lucu kalau rambutmu dipendekkan seperti ini Tomioka-san." Giyuu tidak merespon. Juga tidak menanyakan mengapa semenjak kejadian itu berakhir, [Name] memanggil namanya dengan benar. Biasanya kan dipanggil 'Tuan Pilar'.

Sabito cuma bisa terkekeh melihat tingkah [Name]. Yang ada justru gadis itu yang terlihat lucu dengan wajah sumringahnya itu.

"Kau kehilangan tangan kananmu." [Name] memegang lengan kimono Giyuu.

"Itu karma karena kau dulu pernah memotong tanganku."

Duk.

Giyuu menyikut perut [Name]. Gadis itu meringis.

Senyum hangat terukir di wajah Sabito melihat tingkah laku sahabatnya. Saat [Name] tak sengaja menoleh, jantungnya serasa berhenti berdetak untuk beberapa detik ketika melihat senyuman menawan itu. Hangat dan menenangkan. Tidak bisa gadis itu untuk tidak ikut tersenyum juga.

Rasa sakit diperutnya jadi hilang seketika.

••••••••

Saat sampai mereka langsung membereskan barang-barang yang ada. Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Masih sama seperti beberapa tahun lalu.

Sabito dan Giyuu jadi teringat masa-masa kecil mereka. Saat semuanya masih hidup dan mereka bermain bersama disini. Saat-saat yang menyenangkan. Keduanya jadi rindu kehadiran teman-temannya yang telah tenang di alam sana.

"Jangan murung." [Name] datang dan mengacak surai Sabito dan Giyuu yang berbeda warna.

"Urusai." Giyuu melepas rangkulan [Name] dan berjalan masuk ke dalam rumah. Gadis itu menampilkan senyumannya.

"Masih saja sangat menyebalkan." Gerutunya sambil melepas rangkulannya pada Sabito. Terduduk dan menengadah keatas.

"Bulannya indah. Benar bukan?" Sabito mengangguk.

"Ya. Seindah dirimu."

Wajah [Name] memerah. Padahal udara malam hari ini dingin. Tapi wajahnya tiba-tiba panas mendengar balasan dari Sabito.

Sabito terkekeh. Membawa pundak gadis itu mendekat. Menyandarkan kepala [Name] pada bahu lebarnya. [Name] menurut saja dan tidak menolak. Selagi pengganggu tidak ada yang tanpa mereka sadari sedang mengintip dari balik jendela yang sedikit terbuka.

"Bermesraan di malam hari." Ucap Giyuu sebelum tiba-tiba Urokodaki menepuk bahunya pelan. Giyuu terlonjak kaget. Dikira siapa.

"Biarkan saja." Kata Urokodaki sambil ikut menatap dua sejoli yang duduk di luar sana.

"Lebih baik kau bantu aku membereskan yang lain." Lanjutnya. "Kenapa hanya aku? Mereka juga harus ikut." Urokodaki memilih untuk membawa Giyuu menjauh dari jendela.

••••••••

Sudah terhitung tiga hari sejak [Name] menginap di rumah Urokodaki. Tidak banyak yang dilakukannya selain bantu membantu. Sama seperti Sabito dan Giyuu. Kadang mereka bekerja sama ketika menyiapkan makanan. Walau Giyuu harus terus-terusan melihat adegan mesra.

Cuacanya pagi ini begitu cerah. Awan putih bergelung indah di langit. Berteman matahari yang baru saja terbit beberapa jam lalu. [Name] tersenyum hangat.

"Orang gila."

Plak.

Dan pakaian basah pun mendarat mulus di wajah Giyuu. Sabito tertawa. Dua sahabatnya ini memang tidak bisa akur. Padahal [Name] bukan lagi seorang iblis dan sekarang telah menjadi manusia seutuhnya. Namun Giyuu tetap merasa tidak suka.

Bahkan sampai detik ini, Sabito tidak mengetahui semua rencana [Name] yang membuat Giyuu tidak menyukai gadis itu. Giyuu juga tidak memberi tahunya. Untuk apa? Itu bukan urusan Giyuu sama sekali.

Sabito memutuskan ini. Ia mengambil beberapa bunga dan membuat sesuatu dari bunga-bunga cantik itu. Saat sudah jadi Sabito memanggil [Name].

"[Name]! Kemarilah!"

[Name] menuju tempat Sabito dan berdiri di depannya. "Ada apa?"

Sabito mengeluarkan mahkota dari bunga yang ia buat tadi. Oh, mahkota itu Sabito sembunyikan dibelakang tubuhnya. Satu tangan Sabito memasangkan mahkota diatas kepala [Name].

"Bagaimana? Kau suka?" [Name] memegang mahkota indah tersebut. Kemudian mengangguk semangat.

"Ya aku sangat suka."

Siapa sih yang tidak suka mendapat hadiah bagus dari gebetan sendiri?

"Aku masih punya satu lagi."

Sabito memasangkan cincin dari bunga yang ia buat tadi pada jari manis [Name]. Gadis itu terkejut. Wajahnya bersemu merah. Pasalnya Sabito memasang cincin itu sambil berlutut. Seperti adegan orang yang sedang--

"Maukah kau menikah denganku, [Name]?"

Bruk.

"Aduh."

"[Name]!!"

Tiba-tiba Giyuu jatuh dari atas atap rumah Urokodaki. Entah apa yang dilakukannya hingga bisa menyangkut diatas sana dan terjatuh menimpa tubuh [Name]. Sampai-sampai membuat dagu [Name] membentur tanah dengan keras. Rasanya tubuh gadis itu remuk semua.

Ah, malam tadi hujan dan atap kamar Giyuu bocor. Jadi ia membenarkannya. Saat ingin turun, tangga yang Giyuu bawa sudah tidak ada karena telah dipindahkan oleh [Name] sebelumnya. Giyuu yang mengira tangganya masih berada di tempat yang sama menurunkan kaki dan berakhirlah ia jatuh tergelincir.

"ARGHHH. KAU MERUSAK SUASANA."

[Name] kesal. Ia belum sempat memberi jawaban. Tapi malah ketimpa sial. Kasihan sekali.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
(End)

***

Maaf sudah membuat kalian menunggu. Ini bonus chapternya. Semoga suka ya.

Salam hangat.

Putri Ayu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kindness of a Demon ; Sabito x Reader [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang