"Kenapa kalian para lelaki selalu berbicara yang sulit dipahami, sekian lama nggak ketemu Papa, beliau justru berbicara kayak kamu Kap" pertanyaanku disambut kernyitan heran dari Sengkala." Berbelit-belit dan sok misterius, banyak orang yang bilang kalo bahasa perempuan bahasa tersulit, tapi kenyataannya, kalian para laki laki juga tak kalah rumitnya"
Laki laki yg memilih menghentikan mobilnya sejenak dipinggir jalan tak jauh dari Istana Presiden ini menatapku dengan pandangan aneh, bukan tatapan meremehkan seperti biasanya, tapi lebih kearah prihatin dan iba.
Aku membuang pandangan, merasa malu pernah mengatakan jika dia begitu menyedihkan karena masalalu mengubahnya menjadi sosok yang berbeda, tapi pada kenyataannya, akupun tidak lebih baik, justru lebih menyedihkan, melarikan diri dari hal yang dinamakan ambisi.
Kupijit pelipisku, mendadak terasa pening karena hal yang baru saja Kualami dan disaksikan langsung oleh Sengkala, semua terasa begitu asing dan ganjil untukku. Haus akan kekuasaan dan ambisi bisa merubah seseorang menjadi monster mengerikan.
Tapi kalimat Papa yang terakhir membuatku bertanya tanya, sebenarnya bagaimana Papaku itu, jika tidak peduli, kenapa pesannya pada Sengkala terdengar bak orang bijak.
"Aku juga nggak paham sama keluargamu ..." Aku menghela nafas lelah, membenarkan apa yang baru saja dikatakan oleh Sengkala," ... Mereka terlalu aneh untuk disebut Keluarga, apa dari dulu mereka seperti itu ??"
Aku menoleh dan mendapati Sengkala menatapku penasaran,"tidak, sepuluh tahun yang lalu mungkin semuanya masih normal, semenjak Papa terjun di Partai semuanya berubah, memuakkan bukan ??" Ucapku getir, mataku menerawang jauh, mengingat kebahagiaan keluargaku sepuluh tahun yang lalu adalah mimpiku untuk sekarang ini, terasa begitu omong kosong untuk diceritakan.
Pada kenyataannya, kini itu hanya menjadi kenangan belaka. Menyadari akan hal itu tanpa terasa air mataku mengalir, dengan cepat aku mengusapnya, terlalu lucu diusiaku yang sekarang aku menangisi hal ini bak anak kecil, usiaku yang sekarang bahkan ada yang sudah memiliki keluarga sendiri dan aku masih menangisi Keluargaku yang nyaris tidak kukenali .
Aku memang menyedihkan.
Tidak kusangka, usapan dibahuku membuatku tersentak, belum sempat aku menguasai keterkejutanku, aku sudah lebih dahulu ditarik menuju sebuah dekapan yang tidak kusangka sangka, bahu bidang yang selalu menjadi sasaran tinju atas kekesalanku padanya selama beberapa waktu ini kini menjadi tempatku menenggelamkan wajahku padanya, aku ingin memberontak, terlalu malu padanya karena keadaan ini, tapi Sengkala berkeras, justru mengeratkan pelukannya padaku semabri mengusap punggungku perlahan untuk menenangkan isakanku yang tertahan, terlalu nyaman hingga membuatku menyerah dan memilih untuk mengeluarkan kepedihan yang selama ini hanya kupendam seorang diri, aku lelah dan aku butuh bersandar, dan setiap bisikan kalimatnya membuatku terlena.
"It's ok Le, it's Ok !! Sekarang jangan merasa sendiri, ada aku dan keluargaku yang akan menjadi Keluargamu yang baru !! Kini ada aku"
Aku tidak tahu harus bagaimana menanggapi kalimat Sengkala barusan, inikah rasanya terlihat begitu menyedihkan didepan orang lain, membuat seseorang bisa mengatakan hal yang terdengar mustahil. Sengkala mengatakan akan ada dirinya kini untukku, Sengkala tahukah Kamu jika kalimatmu membuatku banyak berharap padamu, siapkah kamu untuk benar benar bertahan disisiku tanpa ada cinta diantara kita nantinya, aku tidak ingin jika kamu hanya menyatakan sekedar kalimat penghiburan tanpa ada pembuktian kedepannya
Aku tidak ingin apa yang kamu ucapkan hanya kalimat penghiburan yang berlalu begitu saja. Kamu masih terlalu asing untuk mengatakan hal sebesar itu padaku.
❤️❤️❤️❤️❤️
Kapten Sengkala
❤️❤️❤️❤️❤️"Seperti apa Keluargamu ??'' tanyaku saat mulai memasuki Istana Presiden, sungguh, aku pernah memasuki istana presiden sebagai salah satu peserta outingclass untuk pengenalan pelajaran dan sekarang aku akan masuk kedalama tempat ini sebagai calon anggota keluarga orang yang menjabat sebagai presiden dinegeri ini.
Laki laki yg baru kusadari jika berwajah tampan dan berkulit bersih jika tidak berjibaku dengan bahan bangunan ini mengedikan bahunya acuh," aku memang lama tidak bertemu mereka, seperti kamu dan keluargamu, tapi aku yakin jika mereka tidak berubah menjadi monster"
Aku ingin marah mendengar jawaban sarat akan sarkasme itu, tapi ujung bibirnya yang berkedut tipis membuatku tahu jika laki laki masam dan menyebalkan ini sedang berusaha mencairkan kekhawatiranku dengan caranya yang menurutku sangat aneh. Aaahhh kenapa mengetahui niatnya ini membuatnya terlihat begitu manis sih.
Tapi tak urung itu membuat satu pertanyaan lain muncul dikepalaku.
"Lalu, kenapa kamu seperti jauh dengan keluargamu ??"
Langkah kaki Sengkala terhenti, tepat di paviliun tempat Ayah dan Ibunya menghabiskan waktu di Istana Negara, senyuman kecil terlihat diwajahnya melihatku yang penasaran.
Dan sungguh, wajahnya yg tersenyum tanpa raut masam itu membuatku terpaku, sudah kubilang bukan jika Sengkala mempunyai smile killer yang mengerikan, bisa membuat siapa yang melihatnya lumpuh seketika.
"Kamu akan tahu dengan seiring berjalannya waktu, tenang saja, kita akan saling mengenal dengan sendirinya"
Genggaman tangannya mengerat meyakinkanku jika apa yang dikatakannya bukan hanya bualan semata, dan senyum itu rasanya membuat kakiku meleleh bak agar agar seketika.
Pintu itu terbuka, menampilkan sosok perempuan setengah baya berkulit putih dan berwajah cantik nyaris seperti Sengkala, sekali pandangpun aku tahu jika beliau adalah Ibunya Sengkala.
Dan sesuatu yang tidak kusangka kembali kudapatkan, Ibunya Sengkala menatap Sengkala berkaca kaca, gurat rindu terlihat jelas diwajah beliau saat melihat putra keduanya yang kini berdiri disampingku.
Pemandangan menyesakkan kudapatkan kini, Ibunya Sengkala menghambur memeluk Sengkala dan menangis tersedu sedu, seakan akan tidak percaya jika Sengkala nyata ada didepannya.
"Sengka ... Anaknya Ibu, kamu pulang Nak !!"
Aku menyusut air mataku yang kembali menggenang, entah sudah berapa kali hari ini aku menangis karena berbagai hal, mulai dari marah, kecewa dan juga haru yang kurasakan sekarang ini, melihat pemandangan yang begitu sentimentil seperti ini membuatku tergugu.
Dengan sebelah tangannya yang bebas Sengkala membalas pelukan Ibunya, aaahhhh untuk sejenak aku iri dengan kehangatan antara ibu anak ini, hal sederhana seperti inilah sebenarnya yang kuinginkan, bukan nama besar ataupun rumah mewah, aku merindukan pelukan Mama dan Papa, hal mustahil untuk sekarang ini.
Pelukan Ibunya Sengkala terlepas, dan kini beralih menatapku, memandangku dari ujung rambut sampai ujung kaki dan itu sukses membuatku salah tingkah dan was-was, takut jika penampilanku tidak layak untuk bertemu seorang Ibu Negara, apalagi aku yang disodorkan Papaku untuk putranya.
Rasa minder dan was-was akan penolakan membuatku harus bersusah payah untuk tersenyum saat meraih tangan beliau untuk kusalami.
"Assalamualaikum Ibu"
Tapi tidak kusangka, senyuman lebar terlihat diwajah Ibu Sengkala menyambut salamku, usapan lembut kurasakan pada kepalaku, membuat rasa khawatir dan was was yang sempat melandaku langsung terbang tak berbekas, aku melirik Sengkala dan wajahnya begitu geli melihatku yang terlalu berlebihan sekarang ini membuatku kesal akan ulahnya yang mentertawakanku dalam diam
Rupanya hal inipun tak luput dari perhatian Ibu Sengkala, dan kalimat tanggapan yang terlontar dari Ibu Sengkala membuatku ingin menenggelamkan diriku kerawa rawa sekarang ini juga.
"Pantas saja Ayahnya Sengkala menyukaimu Nak, ternyata kamu satu satunya yang betah dan tidak terpengaruh dengan masamnya Sengkala"
"Haaaah"
"Selamat datang di keluarga Malik Nak"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapten Sengkala Tersedia Ebook Dan buku
RomanceKapten Sengkala Malik Putra kedua Presiden Ahmad Malik, yang memilih menjadi Penjaga Negeri dengan segudang prestasi dan pencapaiannya di dunia militer setelah Kekasihnya memilih menikah dengan Kakaknya sendiri, Sandika Malik yang lebih terkenal did...