Pesan Kapten Masam

11.5K 1K 24
                                    

Disclaimer
Ini dunia Mama Al, jika ada sesuatu yang saya tulis dan tidak sepenuhnya sama seperti dilapangan mohon pengertiannya.
Happy reading beloved reader.
Enjoy

Dengan diikuti Ratna, salah satu perawat yang kini membantuku, aku menghampiri satu persatu mereka yang ada ditenda darurat, memeriksa mereka yang harus berdesakan dan berbagi tempat untuk yang belum mendapatkan Huntara.

Banyak keluhan yang kudapatkan, bagaimana tidak jika sekelompok orang dikumpulkan dalam satu tempat, sudah pasti itu akan memicu cepatnya penyebaran penyakit menular.

Ditengah bencana di daerah jauh dari ibukota seperti tempat yang kudatangi ini, sudah pasti pemulihan lokasi dan recovery dari tempat ini akan memakan waktu yang cukup lama.

Limabelas hari pasca bencana itu datang, dan semua berbagi tugas, mencari korban yang tertimbun dan membangun barak yang layak untuk para korban. Dan kudengar, semua pencarian hari ini dihentikan, sungguh pahit membayangkan, kelak diatas tanah akan dibangun rumah generasi mendatang adalah kuburan masal bagi mereka yang tidak bisa ditemukan.

Tapi sekarang, itu pilihan terbaik, sungguh melihat betapa lelahnya para prajurit, anggota BNPB dan relawan yang sudah berjuang mencari mereka, hingga mengabaikan kondisi mereka sendiri, sangat egois jika kita hanya memandang dari salah satu pihak.

Bahkan aku yang baru tiga hari berada disini, turut terjun membantu sebisaku, nyaris tidak pernah berhenti untuk sekedar menghela nafas. Perumpamaan yang berlebihan tapi itu kenyataannya.

"Dokter Ale ..." Aku bangun dari jongkokku saat mendengar suara Pratu Heri memanggilku, wajahnya begitu kotor dengan lumpur dan dia tampak begitu tergesa gesa.

"Ya ..."

"Ada yang mau melahirkan !!" Haaahhh, untuk sejenak aku melongo, aku ini dokter umum dan bukan bidan, mana bisa aku menangani pasien yang mau melahirkan ditengah bencana yang serba darurat ini.
Tapi tak ingin berpikir panjang aku mengikuti Pratu Heri, bodoamat, yang penting tangani dulu.

Dan aku dibuat meringis saat aku masuk kedalam Klinik darurat, sekarang aku sadar, nyaris semua Dokter merupakan laki laki dan lebih ke dokter bedah dan dokter umum sepertiku. Dan mereka tidak mungkin turun tangan jika bukan dalam kondisi benar benar darurat, seperti tidak ada perempuan yang kompeten untuk tugas ini.

Dan ini bukan satu satunya pasien yang perlu perhatian, ada banyak yang membutuhkan penanganan mereka.

Bidan Aisyah memanggilku, dan dengan cepat aku mengikutinya menuju tempat yang kukenali sebagai kantor darurat Komandan Masam Sengkala yang kini diubah menjadi temapt bersalin darurat.

Pemandangan yang kudapatkan sungguh diluar dugaan, bagaimana tidak, Kapten Sengkala si masam kini tengah menahan kesakitan karena tangannya menjadi sasaran kesakitan ibu muda yang tengah berjuang melahirkan itu.

Bagus Mbak, cakar aja tuh lengan sampai lebam, nggak apa apa, ridho saya, itung-itung mewakili kekesalanku, jiwa jahatku menari nari melihat pemandangan indah ini.q

Menahan tawaku yang akan meledak, aku mengikuti setiap perintah yang diarahkan Bidan Aisyah, bukan pengalaman pertama aku melihat proses kelahiran secara langsung, tapi ini hal yang paling kuhindari, karena aku ngeri membayangkan semua hal itu.

Aku terlalu takut, bahkan aku nyaris ikut berteriak dan mengejan setiap kali melihat bagaimana beratnya perjuangan ibu muda satu ini.

Dan akhirnya, nafasku begitu lega seiring dengan tangis kencang bayi perempuan yang memenuhi ruangan ini, bukan hanya aku yang lega, tapi juga Kapten Sengkala yang langsung menggelosor dibawah, lemas karena hajaran bertubi tubi wujud pelampiasan dari rasa sakitnya, semetara Bidan Aisyah menyelesaikan tugasnya dan Perawat Putri mengurus bayinya.

Kapten Sengkala Tersedia Ebook Dan bukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang