"Sendirian."
"Ha?" Jawaban Bright langsung bikin Win salting.
Karena dia memang berharap Bright datang sendirian, jadi rasanya kayak tertangkap basah.
"Sendirian," ulang Bright, menyangka Win tadi nggak dengar karena ada keluarga Tawan yang lagi asyik dangdutan di panggung band.
"Aku kira kamu masih di Australia, Bri. Kamu tuh ya, pergi tiba-tiba, datang tiba-tiba. Metode jelangkung banget. Datang tak diundang pulang tak diantar." Mudah-mudahan bercandaan garing Win bisa sedikit menyamarkan kekepoannya yang membabi buta ini.
Ternyata cinta yang dipendam itu akibatnya dahsyat juga. Bertahun-tahun Win nggak pernah tahu kabarnya Bright, tapi begitu ketemu lagi, ternyata dia betul-betul masih deg-degan. And thanks to omongan Love waktu itu soal rasa penasarannya mencium bibir Bright, sekarang Win malah nggak bisa fokus bicara sambil menatap mata Bright karena matanya bolak-balik releks menatap bibir pria itu.
Bright tertawa pelan. "Wah... asal mukaku nggak kelihatan kayak setan aja."
"Eh... nggak... aku kan nggak bilang gitu, Bri."
Buat aku, muka kamu itu ya tetep aja ganteng. Malah makin ganteng, sambung Win dalam hati. Kalau setan-setan jelangkung modelnya kayak Bright begini, mungkin permainan jelangkung bakal jadi permainan favorit manusia-manusia jomblo sedunia.
"So...?" tanya Win lagi karena jawaban Bright belum menjelaskan apa-apa. Sumpah, Win betul-betul penasaran ke mana aja Bright selama ini dan apa aja yang terjadi dalam hidupnya?
"Aku sudah sepenuhnya kembali ke Indonesia, sudah lama. Beres kuliah, coba kerja di sana setahun, terus langsung balik ke sini, sampe sekarang. Lebih cinta negeri sendiri, Win. Lagian, belum seluruh Indonesia aku jelajahi."
"Masih anak pencinta alam yang hobi keluar-masuk hutan toh?"
"Itu sih cinta mati. Cinta selamanya." Bright tertawa renyah.
Sebetulnya sih Win juga nggak tahu persis seperti apa tepatnya tertawa renyah itu. Yang pasti, suara tawa Bright terdengar hangat dan menyenangkan.
Aduuhh... masih aja pipi Win rasanya panas kalau lihat Bright tertawa kayak gini. Matanya yang menyipit saat dia tertawa masih nggak berubah.
"Sudah jadi animator sukses dong ya sekarang? Kamu waktu itu sekolah khusus animasi, kan?"
"Wah amiiin... Makasih lho doanya, Win. Aku sekarang punya kantor sendiri sih, bikin bareng teman waktu sekolah di Australia itu. Kami ngerjain animasi-animasi untuk TV atau ebsite. Kebanyakan untuk iklan. Ngerjain proyek kecil-kecilan dari perusahaan luar juga. Kamu?"
"Aku pernah cerita soal cita-cita nggak sama kamu?"
Setelah bertanya, Win kaget sendiri. Ya ampun, kenapa dia jadi nggak bisa menahan diri gini sih? Pede banget dia menanyakan pertanyaan tadi pada Bright. Dulu kan mereka nggak seakrab itu. Kalaupun Win pernah cerita pada Bright, belum tentu juga Bright ingat. Dia kan dulu bukan siapa-siapanya Bright.
"Cita-cita yang... pengin punya biro perjalanan bulan madu? Kamu masih suka sama yang romantis-romantis?"
Rasanya jantung Win barusan berhenti berdetak sepersekian detik saking kagetnya. Dia juga nyaris nggak bisa menahan diri untuk nggak joget Poco-Poco saking terkejutnya. Bright ingat! Memang sih Win pernah menyebut soal hobi dan cita-citanya waktu ngobrol santai sama Bright, tapi dia sama sekali nggak nyangka Bright masih ingat sampai sekarang.
Tiba-tiba pikiran itu melintas begitu aja di kepala Win. Mungkin ini memang kehendak Tuhan. Mereka memang dipertemukan di sini oleh takdir. Seperti pepatah yang mengatakan kalau jodoh takkan ke mana, mungkin ini yang terjadi sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HONEYMOON EXPRESS [BrightWin] ✅
FanfictionBright Vachirawit bukan hanya sekedar teman lama, dia adalah laki-laki yang selalu sukses membuat jantung Metawin berdebar tak karuan sewaktu di kampus. Dan setelah sekian tahun, reaksi debar jantungnya masih sama. Tapi lamunan Metawin buyar seketik...