Belum sempat Win berbalik masuk dan menutup pintu, tangannya keburu ditangkap Bright. "Win, tunggu!" Bright melonggarkan pegangannya tapi tidak melepaskan Win.
"Aku mau masuk, Bri," kata Win, berusaha menjaga dirinya tetap tenang.
"Kita harus bicara." Suara Bright terdengar nggak setenang biasanya. Suaranya juga terdengar lelah dan agak parau.
"Nggak ada yang perlu dibicarain," tukas Win tajam. Mata Bright menyipit. Jelas-jelas Win bohong. Kejadian di Bali itu bukan seperti menepuk nyamuk di pipi Win. Mereka berciuman! Bright mencium Win, dan Win membalas ciumannya. Jelas ada yang harus dibahas.
"Kurang jelas kalimatnya? Nggak-ada-yang-perlu-dibahas," ulang Win sengit karena Bright masih memegang pergelangan tangannya sambil menatap Win lurus-lurus.
Bukannya Bright nggak mendengar penolakan Win, tapi setelah tiga hari berjuang untuk bisa bertemu Win, mana mungkin dia melepas Win yang sudah di depannya begitu saja?! Bisa-bisa Win makin sulit ditemui. Bright nggak mau mengambil risiko itu.
"Kita harus bicara." Bright cuma bisa mengulang kalimat yang sama.
Emosi Win terlalu berlipat-lipat. Ibarat balon gas yang terlalu banyak diisi, sudah saatnya meledak. Setelah tiga hari kebingungan, panik, merasa bersalah, dan nggak berani menghadapi Bright, sepertinya yang paling tepat saat ini adalah... marah.
"Bicara? Jadi lo mau bicara? Ngomongin apa lagi sih?! Masih ada yang kurang jelas?! Apa yang terjadi di Bali itu nggak bener! Lo bikin gue jadi cowok nggak bener—pengganggu hubungan orang! Dan lo... gue benci cowok kayak lo! Udah punya calon istri, dan sebentar
lagi menikah, masih sempet-sempetnya lo curi-curi kesempatan di tengah merencanakan bulan madu lo sendiri! Bulan madu yang gue arrange! Yang gue siapin buat lo dan calon istri lo dengan sepenuh hati. Lo bukan Cuma mengkhianati dia, tapi juga gue, tau? Gue nggak nyangka sikap kalem lo itu cuma topeng. Lo cuma cowok nyebelin yang nggak setia!" Dengan berapi-api dan berderai air mata Win mengamuk habis-habisan.
Kenapa sih Bright harus menciumnya? Kenapa Bright bikin semua jadi kacau? Kenapa Bright menjebol pertahanan Win dengan begitu gampang? Win sudah cukup senang menikmati sensasi deg-degan menjadi organizer bulan madu Bright sambil harap-harap cemas apakah nantinya Bright akan menikahi Nevvy atau nggak. Tapi Win sama sekali nggak mau jadi orang ketiga! Mendingan dia jadi jomblo daripada jadi orang ketiga.
Sebut Win egois! Dia tahu persis kesalahan terbesarnya adalah saat dia membalas ciuman Bright. Tapi itu semua nggak akan pernah terjadi kalau Bright nggak memulai!
Buat Win, mewujudkan bulan madu yang indah dan romantis di Honeymoon Express seperti membagi mimpinya ke setiap orang yang menjadi kliennya. Dan kalau suatu saat menjalani bulan madu, Win mau jadi pemeran utama, pengantin protagonis! Bukannya jadi tokoh antagonis pengganggu yang dicium calon mempelai pria di acara bulan madu pasangan lain!
Bright sudah merusak mimpi Win. Semua keindahan yang Win ciptakan sedemikian rupa di Bali, seharusnya dinikmati Nevvy. Win seharusnya menerima jabat erat Nevvy dengan senyum lebar saat mengucapkan terima kasih. Bukannya—
"Ikut aku!" Tiba-tiba Bright kembali mempererat genggamannya di pergelangan tangan Win
Win tersentak. "Ke mana?!"
"Ikut aku! Kalau kamu nggak mau dengar penjelasanku, kamu harus ketemu Nevvy! Kamu mau semuanya jelas, kan?"
**
Nggak ada tatapan cemburu. Nggak ada jerit histeris apalagi tamparan waktu Bright memperkenalkan Win pada Nevvy dan menceritakan apa yang terjadi di Bali. Bright bercerita blak-blakan bahwa dia mencium Win dan sekarang Win marah besar. Dan Win semakin marah setelah bertemu Nevvy.
KAMU SEDANG MEMBACA
HONEYMOON EXPRESS [BrightWin] ✅
FanfictionBright Vachirawit bukan hanya sekedar teman lama, dia adalah laki-laki yang selalu sukses membuat jantung Metawin berdebar tak karuan sewaktu di kampus. Dan setelah sekian tahun, reaksi debar jantungnya masih sama. Tapi lamunan Metawin buyar seketik...