More About Me, More About You... In My Mind

6.2K 750 20
                                    


Betul-betul keren! Win menatap sekeliling ruang restoran yang bernuansa tradisional modern di lantai empat sebuah gedung niaga di kawasan Kuningan. Dindingnya dilukis karikatur khas Indonesia. "Dinding itu beneran tim kamu yang desain?"

Bright tersenyum, mengangguk. "Iya. Gimana, suka nggak? Tim-ku nggak cuma terima job animasi, tapi desain mural semacam ini juga bisa. Ada di menu kami."

Win mengacungkan jempol. "Keren, Bri!"

"Thank you. Jadi kalau ada yang butuh digambarin, hubungi saya ya, Pak Metawin. Ini kartu nama saya." Dengan gaya melawak, tapi tetap kalem dan sok resmi, Bright menyodorkan kartu nama.

"Iya, pasti beres, Pak Bright. Tapi nanti akan ada komisi buat saya, kan?"

Bright tertawa pelan. "Tenang aja, nanti saya kasih komisi satu kali makan siang untuk setiap job. Biar makin sering ketemu Bapak, makin banyak dapet orderan. Pak Metawin nggak usah khawatir."

Win nggak bisa menahan tawa. "Bright, udah ah. Bercanda melulu. Aku nggak bisa lama-lama nih, Bri. Masih ada janji lagi. Kita langsung bahas kerjaan aja ya?"

Bright menepak dahi.

"Kenapa, Bri?" Win mengernyit bingung.

"Aku lupa aku tuh lagi ketemuan sama manusia super sibuk. Pasti habis ini kamu mau ketemu klien di Meksiko, terus potong rambut di Tibet, habis itu mau jajan bakso di Vietnam, kan?"

"Pffftt!" Win menahan diri supaya minumannya nggak nyembur. "Bright! Masih inget aja omongan aku yang itu. Udah ah. Serius, serius. Terus ya, kamu kalau bercanda, coba ekspresi dan nada suaranya dilatih. Jangan kalem terus kayak sandal hanyut di kali!"

Bright mengangkat tangan sambil masih terkekeh pelan. "Oke, oke. Aku serius." Bright mengusap-ngusap tangannya. "So, gimana, Win? Sudah ada planning untuk aku dan Nevvy? Aku pengin bisa jalan sesegera mungkin."

Win tertegun. Bright terdengar buru-buru. Ya wajar sih, mungkin dia pengin semuanya cepat fix supaya dia bisa tenang. "Aku baru mau ngomong sama kamu soal itu. Yang paling simple dan dekat kan berkuda ke hutan."

"Weekend ini, gimana?"

Win mengernyit serius. Wah, cepat banget. Sekarang sudah Kamis. "Sebentar..." Win membuka kalender di ponselnya. "Hmmm... bisa sih, Bri. Tapi kamu keberatan nggak kalau Sabtu-nya kamu berangkat ditemenin stafku dulu? Aku nyusul Sabtu malam, terus besoknya kita bisa langsung ke acara utama yang berkuda itu. Soalnya Sabtu siang aku ada acara. Aku udah arrange acara dinner untuk kalian, Bri. Karena di situ tempat wisata, pas nyampe bisa makan siang di seputaran Lembang atau di lokasi wisatanya aja. Ada food hall-nya, kamu tahu, kan? Gimana?"

Bright menimbang-nimbang, lalu mengangguk setuju.

"Oke, aku setuju. Yang penting pas acara inti dinner dan berkuda, kamu ada. Kalau Nevvy tahu kamu owner Honeymoon Express yang ngerjain langsung semua ini, dia pasti senang."

Dada Win berdesir. Nevvy... you're so lucky! Manusia mana yang nggak bahagia kalau pasangannya melakukan hal semanis ini? Jadi, wajar kan kalau sekarang jantung Win berdentam heboh saking terpesonanya? Bukan cuma karena Bright tampil keren dan dewasa, tapi juga semua yang ada dalam diri Bright membuatnya terpesona.

Apa yang dia lakukan untuk Nevvy sekarang, betul-betul bikin Win lumer.

"She's so lucky," gumam Win pelan.

"Kenapa, Win?"

Win tersenyum, menggeleng pelan. "Nggak pa-pa. Aku cuma bilang Nevvy beruntung banget. Kamu itu romantisnya..." Win membuat lingkaran dengan jempol dan telunjuk lalu mengecupnya sekilas ala koki mengomentari makanan, "...perfecto." Dia tersenyum kocak,

supaya Bright nggak sempat melihat bahwa tadi Win betul-betul terpesona.

"Hahaha... oh ya? Bukannya wajar-wajar aja ya?"

"Kamu itu memang pria romantis sejati. Kayak gini nih romantis yang bikin orang lain meleleh. Bukan yang lebay dan bikin malu kayak Tawan, sampe aku pengin operasi plastik biar nggak ada yang ngenalin." Win bergidik teringat kelakuan Tawan yang menggebu-gebu dan norak. Tawan itu tipe yang sanggup ikutan realty show ajaib, berdiri di depan kantor orang sambil bawa-bawa poster Will you marry me?

"Cowok-cowok di Indonesia harus belajar sama kamu. Mungkin kamu bisa buka kursus, cara menggaet hati orang."

Bright tertawa pelan. "Nggak segitunya, Win. Tiap orang kan beda-beda. Mungkin buat kamu apa yang aku lakuin sekarang ini romantis dan menyenangkan. Tapi ada lho orang-orang yang nggak suka hal-hal kayak gini."

"Nggak. Rata-rata semua orang tuh instingnya suka sama hal romantis. Biarpun levelnya nggak seekstrim aku sih. Jadi, kalau ada orang yang nggak suka, mereka itu spesies langka banget. Dan kamu juga langka, Bri. Di antara semua klienku, baru kamu yang melakukan ini. Aku, sebagai penyuka semua hal romantis, kagum sama kamu. Beneran."

Sebelah tangan Bright mengusap rambutnya lalu mengacak pelan, nyerah berdebat sama Win. "Makasih yaaa pujiannya, Win, tapi sebetulnya aku nggak berpikiran sejauh itu pengin jadi cowok romantis atau apa. Aku Cuma berusaha melakukan apa yang bisa aku untuk bikin Nevvy bahagia. Apalagi, aku sudah janji, dan janji harus ditepati. Betul nggak?" Sekilas mata Bright menerawang lagi.

Selalu ada kilasan itu setiap Bright menyebut nama Nevvy. Win mengibaskan tangan pelan. "Tuh, udah romantis, bisa pegang janji pula. Nevvy benar-benar wanita beruntung."

Bright tertawa geli. "Jadi, Win, weekend ini udah oke ya?"

Win mengangguk. "Iya, kalau kamu memang udah setuju sama semua usulku tadi, berarti semuanya aman."

"Aku nggak keberatan kok. Aku setuju."

Win tersenyum puas. "Sip deh. Kita berangkat weekend ini, Pak Bright. Senang bekerja sama dengan Anda." Win mengulurkan tangan.

Bright menjabat tangan Win sambil tersenyum lebar. "Senang bekerja sama dengan Anda, Pak Metawin." Bright tertawa sambil menepuk-nepuk punggung tangan Win, ringan. Tiba-tiba Bright dibuat terkejut waktu jantungnya berjengit saat tangannya menyentuh kulit punggung tangan Win yang halus. Dia menahan napas. Apa-apaan sih jantungnya bereaksi seperti itu?

Win menahan napas. Ya ampun, tepukan akrab di punggung tangan Win barusan pasti nggak bermaksud apa-apa. Ini cuma bahasa tubuh yang biasa buat sesama teman, apalagi teman lama. Tapi tepukan bersahabat itu langsung bikin penyakit deg-degan Win kumat. Kali ini levelnya lebih dahsyat daripada sebelumnya.

Sejak obrolannya dengan Love waktu itu, Win merasa lebih sensitif menilai reaksi tubuhnya terhadap Bright. Intinya, semakin lama Bright semakin sering berkeliaran di pikiran Win. Love nggak boleh sampai tahu. Bisa-bisa dia berkoar-koar histeris kayak nenek lampir. Win cukup memendam ini sendirian. Cukup menikmati ini diam-diam. Toh Bright juga nggak tahu apa-apa. Nanti setelah semua urusan mereka selesai, Bright menikah, berbulan madu, baru deh dia ceritakan semuanya pada Love untuk membuktikan bahwa teorinya soal Win dan Bright itu salah total.

Eh, tunggu... omong-omong soal menikah. "Eh, Bri, memang tanggal pernikahan kamu kapan sih? Sudah heboh-heboh bulan madu, persiapan pernikahannya sudah beres belum?"

Mungkin ini cuma perasaan Win, tapi Bright tadi kelihatan kaget dan nggak siap dengan pertanyaan Win. Cuma sesaat, karena sedetik kemudian Bright tertawa santai.

"Pokoknya, kalau aku nikah, kamu pasti dapet undangan VIP-nya, Win. Tenang aja."

Ini juga mungkin perasaan Win aja. Biarpun Bright menjawab dengan sangat santai, tapi Win merasa Bright memang nggak mau menjawab jelas kapan pernikahannya.

Well, nggak masalah juga sih. Mungkin pernikahannya memang untuk kalangan terbatas atau keluarga dekat aja.

Apa pun alasannya, Win sulit mengabaikan begitu aja rasa kecewanya karena Bright nggak mau terbuka. Dia releks menggigit bibir diam-diam, mendadak gusar. Kacau nih. Kalau begini caranya dia harus mati-matian membuktikan bahwa omongan Love salah. Kalau Cuma deg-degan, mungkin itu memang cuma lucu-lucuan, tapi kalau dia sampai kecewa karena Bright merahasiakan sesuatu—tanpa perlu dikasih tahu Love—Win juga tahu bahwa tahap lucu-lucuannya harus di kontrol lagi. Jangan sampai meningkat jadi sesuatu yang berbahaya—dan nggak lucu lagi.


HONEYMOON EXPRESS [BrightWin] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang