Something Called

8.1K 1K 82
                                    




Semoga nggak telat!

Bright melirik jam tangan lalu melambai pada taksi yang lewat di depan Rumah Sakit. Untung urusan kerjaan di salah satu rumah sakit besar di Jakarta itu cepat selesai, jadi dia bisa buru-buru mengejar waktu. Nggak nyangka si Tawan masih menyimpan alamat e-mailnya dan mengirim undangan pernikahan via e-mail. Padahal sejak pindah kuliah ke Australia, Bright nggak pernah lagi ada kontak dengan teman-teman dari kampus lama. Waktu Bright iseng tanya Tawan soal undangannya, baru Bright tahu Tawan memang mengirim undangan ke daftar kontaknya di e-mail, Facebook, Twitter, dan semua media sosial yang dia punya. Pesta pernikahan besar-besaran rupanya.

"Hotel Flora ya, Pak...."

Sopir taksi berseragam biru muda itu mengangguk sopan lalu langsung menjalankan taksinya begitu Bright menutup pintu. Bright merapikan lipatan lengan kemeja biru tuanya. Kalau betul Tawan menyebar undangan ke semua media sosial, pasti pestanya bakal rame banget. Tawan sempat bercanda waktu bilang pesta pernikahannya bisa jadi reuni dadakan.

Bright tersenyum tipis. Siapa aja ya yang bakal datang?

Seru juga kalau dia bisa ketemu lagi dengan anggota PA atau mungkin anggota klub Budaya yang base camp-nya bertetangga dengan base camp PA.

Bright terenyak. Klub Budaya. Dia jadi ingat Win. Cowok imut yang dulu selalu bikin dia deg-degan. Cowok yang selalu bikin Bright harus menahan diri setengah mati untuk nggak nekat mengecup bibirnya yang kissable dan menggemaskan. Apa kabar ya dia sekarang?

Waktu Bright bikin acara traktiran makan bakso dalam rangka syukuran kecil-kecilan dulu, rasanya dia nggak melihat Win di antara teman-temannya yang menyerbu gerobak bakso. Dia cuma lihat cowok itu sekilas di pintu base camp. Setelah itu Win menghilang. Mungkin dia ada acara lain, karena Bright ingat betul waktu itu hari Sabtu.

"Hotel Flora, Mas." Suara sopir taksi membuyarkan lamunan Bright. Ternyata taksi sudah berhenti di depan lobi hotel yang malam ini tampak uhm... norak, dengan dekorasi serba pink.


**


Tawan terpana. Kalau rahangnya disetel bisa lepas, mungkin sekarang Tawan menganga selebar mulut kuda nil. Win imut banget. Imut dan seksi. Kemeja hitam dengan kancing atas terbuka menampilkan sebagian tulang selangka juga kulitnya yang putih kelihatan pas dan anggun menempel di badan langsing Win. Belum lagi rambutnya yang di tata elegan, plus make up minimalis yang bikin Win... lebih imut dibandingkan New, calon mempelai Tawan sedang semringah dengan jas pink dan hiasan kepala bunga-bunga—yang juga pink. Mengerikan, Tawan menelan ludah. Tawan masih nggak ngerti—lebih tepatnya, nggak terima—kenapa dulu Win bilang mereka nggak cocok dan lebih baik putus.

DUG!

"Aduduh!" pekik Tawan tertahan begitu pinggangnya disikut sadis oleh New di pelaminan. "Eh, makasih ya, Win, kamu sudah dateng. Love juga..." Buru-buru Tawan melepas jabatan tangannya dari Win yang sudah kelamaan sampai-sampai harus disikut suaminya dengan penuh dendam.

Win tersenyum manis. "Iya, sama-sama. Semoga kalian happily ever after ya...."

Tawan gelagapan. Senyum Win yang manis itu pernah jadi miliknya. Bibir itu... Tawan pernah mengecupnya— ups! Tawan buru-buru merangkul New mesra sebelum kena sikut yang kedua kali. "Aku yakin New soulmate-ku yang akhirnya dipertemukan oleh alam semesta. Kami pasti bahagia." Lalu Tawan menatap New dengan tatapan lebay romantis andalannya.

Tawan harus menunjukkan pada Win bahwa pernikahan ini adalah impiannya, dan bahwa New adalah orang paling beruntung. Siapa tahu aja Win cemburu dan menyesal sudah melepaskan dia begitu aja. "Setelah ini kami bakal bulan madu. Eh, Win, aku bisa kan pakai jasa Honeymoon Express-mu. Biro perjalananmu itu paling top untuk urusan honeymoon. Aku pengin menjalani bulan madu paling indah sama New. Bisa?"

HONEYMOON EXPRESS [BrightWin] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang