Apa yang Sudah Dimulai

5.3K 642 39
                                    

Win menggosok bibirnya kuat-kuat dengan air shower di kamar mandi Love yang mengucur deras ke wajahnya. Air matanya sudah nggak jelas bercampur dengan air mandi dan ingusnya sendiri. Mungkin terdengar lebay. Tapi satu hal yang paling ingin Win lakukan begitu sampai ke tempat Love adalah mencuci muka sebersih mungkin. Win begitu marah, begitu malu, karena berciuman dengan Bright. Sampai-sampai dia merasa harus menggosok bibirnya sekuat mungkin sampai bersih. Berharap siapa tahu bisa sedikit menghapus rasa bersalahnya. Dari luar Love menggedor pintu kamar mandi dengan cemas.

"Win, lo kenapa sih? Lama banget di kamar mandi. Lo nggak kenapa-napa? Ayo, Win, keluar dulu dong. Cerita dulu deh sama gue."

Win terus menggosok bibir. Air matanya belum bisa berhenti. Sepanjang penerbangan menuju Jakarta, dia sudah setengah mati menahan air mata. Menahan jijik pada diri sendiri.

TOK TOK TOK! Love menggedor pintu lebih kencang. "Win... please dong keluar dulu. Gue khawatir nih. Keluar dulu keeek... lo udah bikin masker gue retak, masa masih mau bikin gue khawatir?"

Win berhenti menggosok bibir, lalu mematikan air shower. Memang sebaiknya dia keluar dulu, dan curhat habis-habisan pada Love. Dia butuh bercerita. Dia harus membagi beban mengerikan ini.

"Win?" Love menatap Win cemas begitu pintu dibuka dan Win berdiri di ambang pintu kamar mandi dengan wajah sembap mengerikan sambil tertunduk.

Sedetik... dua detik.. sepuluh detik... Win cuma diam mematung menatap Love.

"Win? Jangan diem dong. Ngomong, Win, ada apa? Lo kenapa pulang tiba-tiba? Lo nangis? Ada apa sih?"

Win perlahan mendongak menatap Love dengan sendu. "Love...." suara Win bergetar lemah.

"Iya, Win?"

Nggak satu kata pun lagi sanggup Win katakan sekarang. Sambil menangis kencang, Win nyaris melompat memeluk Love. Menangis sesenggukan di bahu sahabatnya. Dia perlu menangis habis-habisan sebelum mulai dia menceritakan apa yang terjadi di Bali. Cerita yang pasti akan membuat Love shock dan ingin berteriak:

"GUE BILANG JUGA APA!"



**



"Lo juga sih, Bri! Gue nggak nyangka lo bisa juga nyosor orang lain kek gitu. Bener kan, dari awal gue udah feeling bakalan kayak gini kejadiannya. Kusut."

Bright cuma menghela napas. Sudah tiga hari Win menolak menemuinya. Padahal dia perlu menemui Win untuk meluruskan semuanya. Tapi, sampai detik ini usahanya belum berhasil. Bright juga sebetulnya bingung apa yang harus dia luruskan.

Jujur saja, Bright sama sekali nggak menyesal mencium Win. Baginya, mencium Win bukanlah kesalahan, karena itu yang ingin dia lakukan sejak sekitar tujuh tahun lalu. Nggak ada yang perlu dia luruskan soal ciuman itu. Semua muncul dari hatinya. Perasaan yang sempat tertimbun muncul bagai harta karun yang terangkat ke permukaan.

Kalau ada yang harus Bright luruskan adalah kesalahan bahwa hal itu terjadi saat ini, ketika seharusnya dia fokus pada Nevvy. Ketika dia jelas-jelas meminta Win menjadi orang yang menangani perjalanan bulan madunya. Dan, ketika mereka sudah mempunyai kehidupan masing-masing.

Bright bisa mengerti kemarahan Win. Siapa pun pasti akan mengira dia memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Wajar Win marah karena momen romantis yang dia ciptakan seakan-akan jadi tempat Bright mencuri-curi kesempatan. Win pemuda baik-baik. Tentu dia menganggap Bright kurang ajar.

"Dia jadi nggak mau pulang ke apartemennya. Gue repot nih mendadak jadi ibu kos. Mana jadi mellow banget. Sensitif, sering nangis, sering bengong. Ribet tahu nggak! Lo sih!" Tapi Love mendadak nggak tega melanjutkan omelannya karena melihat tampang memelas Bright. Laki-laki itu tampak sama frustrasinya dengan Win.

HONEYMOON EXPRESS [BrightWin] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang