Win memijat-mijat kening mendengar laporan stafnya di meeting hari ini. Rasanya kok dua bulan belakangan ini jadi banyak masalah ya? Setelah sebelumnya tiga klien yang nilai nominal deal-nya lumayan besar batal memakai jasa Honeymoon Express, sekarang kejadian lagi.
Tiga klien yang Win sebut tadi tidak termasuk Bright. Karena kasus Bright beda. Ran, staf marketing yang menangani klien itu, barusan melaporkan soal keputusan calon klien mereka dan terdiam cemas.
"Kok bisa sih mereka batal pakai jasa kita, Ran?"
Ran menggeleng. "Nggak tahu juga, Pak. Mereka bilang batal begitu aja. Saya juga nggak bisa apa-apa karena mereka belum menandatangani apa pun."
Win menggeleng-geleng. "Bukan itu masalahnya, Ran—dan yang lain juga tolong diperhatikan. Yang jadi pikiran saya, kok bisa tiga klien batal memakai jasa kita dalam dua bulan terakhir. Apa masalahnya? Apa ada yang salah dengan service kita?" Win kembali menatap Ran.
"Mudah-mudahan sih nggak ada yang salah dengan service kita, Pak. Kita nggak pernah dapat komplain soal service kok. Tapi—"
"Tapi apa?" kejar Win, mendengar kata tapi yang menggantung di ujung kalimat Ran. Ran tampak ragu-ragu. "Tapi kalau saya nggak salah tangkap, mereka secara nggak langsung bilang dapat harga yang lebih bagus."
"Lebih murah? Jauh?"
Ran kelihatan semakin ragu, tapi semua mata di ruang meeting mereka yang minimalis itu menatap ke arahnya. Penasaran. "Ya... saya juga kurang tahu. Itu hanya sekilas dan nggak sengaja. Tapi itu yang saya tangkap. Tapi kalau mereka sampai batal pakai jasa kita lalu pindah ke yang itu ya... kemungkinan jauh ya
"Kamu sudah kasih penawaran yang bagus, Ran?"
Ran mengangguk. "Sudah. Begitu mereka kelihatan mulai ragu, saya sudah kasih budget terendah kita untuk paket yang mereka mau tanpa mengubah apa pun."
Biarpun rasanya nggak terima, Win harus menelan ludah pahit. Selama ini dia merasa penawaran di Honeymoon Express sudah sangat masuk akal dan leksibel. Honeymoon Express memang bisnis yang Win jalankan dengan serius, tapi Win juga nggak melupakan kecintaanya terhadap bulan madu dan hal-hal romantis. Makanya Win nggak mengambil keuntungan yang terlalu berlebihan. Dia pengin kliennya menikmati bulan madu dengan harga terbaik. Hati happy, dompet juga happy.
Oke, Win nggak bisa bilang dia memiliki penawaran yang paling murah juga. Setiap ide punya harga. Di situ masalahnya. Tiga klien yang batal ini sudah sampai pada tahap konsultasi dan brainstorming soal konsep dan paket yang akan diambil. Win sudah sempat menyebutkan ide-idenya dan menyarankan banyak hal. Bahkan konsep yang Win ajukan sudah jadi secara utuh.
Win tercenung. Apa memang harga Honeyoon Express mulai kurang bersaing? Tapi masa sih sampai klien membatalkan setelah proses akhir dan tinggal jalan aja? Kehilangan tiga klien memang nggak membuat Honeymoon Express jadi mendadak bangkrut atau merugi. Tapi, ini kan harus dievaluasi. Bagaimana kalau kejadian lagi? Bagaimana kalau semakin banyak klien yang kabur?
Urat-urat di kepala Win berdenyut. Jemarinya kembali menekan-nekan dahi karena mendadak migrain. Win menatap seisi ruangan dengan serius. "Masalah ini harus kita tanggapi secara khusus. Kita evaluasi, dan telusuri kemungkinan-kemungkinan penyebabnya. Kita nggak mau kan Honeymoon Express lama-lama kehilangan semua klien? Kita belum sampai puncak. Jangan sampai terjun bebas." Win mengedarkan pandangan menatap tim-nya satu per satu. Setelah beres meeting, Win menelan obat sakit kepala dan tidur di ruangannya. Sepertinya dia harus mengatur janji lagi dengan Luke. Alasan apa kek, yang penting bisa ngobrol.
KAMU SEDANG MEMBACA
HONEYMOON EXPRESS [BrightWin] ✅
FanfictionBright Vachirawit bukan hanya sekedar teman lama, dia adalah laki-laki yang selalu sukses membuat jantung Metawin berdebar tak karuan sewaktu di kampus. Dan setelah sekian tahun, reaksi debar jantungnya masih sama. Tapi lamunan Metawin buyar seketik...